Malam mulai datang, sehingga senja pun turut hilang. Gadis itu hanya meringkuk di atas tempat tidurnya. Dia memeluk sebuah boneka buaya yang berukuran sedang. Aneh? Memang. Biasanya, gadis-gadis sepertinya memeluk boneka yang kelihatan imut mungkin. Seperti teddy bear, boneka kelinci, boneka babi, atau sejenisnya. Namun, tidak dengan gadis itu.
Rakhshandrina Kaysa. Ya, nama dari gadis tersebut. Nama yang cukup sulit untuk dieja. Apalagi untuk orang yang ingin mengenalnya, pasti sulit untuk menghafalkan nama tersebut.
Ia memandang boneka tersebut setelah ia memeluknya lama sekali. Dilihatnya boneka itu dengan tatapan sayu. Boneka itu masih baru, namun entah kenapa sudah sedikit lusuh. Mungkin, karena terlalu lama bergesekan dengan kristal bening itu.
“Kenapa kamu ninggalin aku?” gumamnya pelan. Sangat pelan. Nyaris tak terdengar. Dan sedetik kemudian, terdengar suara isakan tangis dari gadis itu.
“Kamu janji nggak bakal bikin aku sendirian. Tapi nyatanya kamu mengkhianati janji itu. Hiks.” Masih dipandangan matanya boneka tersebut. Terlihat janggal, ada manusia yang mengajak berbicara benda mati. Namun, kenyataannya memang ada. Sekarang.
Ponselnya berbunyi singkat. Tetapi berhasil membuyarkan pikiran kalut Kaysa tentang cowok itu. Cowok yang tega meninggalkannya sendirian. Seperti apa yang dikatakan Kaysa.
Terpampang jelas nama Adelard di layar ponselnya. Bunyi singkat dari ponsel tersebut menunjukkan bahwa ada sms, bukan sebuah panggilan.
Diangkatnya ponsel itu dari nakas di samping tempat tidurnya. Ia membuka sms itu dengan tangan bergetar. Ya, rasa kepada cowok itu masih membekas di hati Kaysa. Dan juga masih menimbulkan getaran pada tubuhnya ketika melihat nama cowok itu. Apalagi ketika Kaysa bertemu dengannya. Pasti kupu-kupu dalam tubuhnya pun kembali hidup.
‘Apa kabar?’
Begitu isi pesan dari Adelard. Ya, Adelard Radmilo Emery. Nama yang unik untuk manusia yang tidak punya darah barat seperti pada umumnya. Mungkin saja, orang tua Adelard ingin punya anak yang memiliki nama keren seperti nama orang-orang barat di luar sana.
Kaysa hanya menatap sms itu nanar. “Itu saja?” lirihnya. Bahunya menurun, bibirnya yang semula sudah melengkung kebawah pun makin bertambah. Dia sedih.
Sudah 1 bulan ini Kaysa dan Adelard tidak berhubungan sama sekali sejak pernyataan Adelard yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan khususnya dengan Kaysa. Adelard bilang bahwa ia tidak bisa membalas rasa sayang Kaysa. Padahal mereka sudah 3 bulan berpacaran. Ya, pasti orang-orang akan beropini bahwa Adelard PHP atau pemberi harapan palsu.
Nyesek tidak, disaat kamu sudah terlanjur sayang namun pada akhirnya rasa sayang itu harus kembali musnah? Hanya karena cintamu hanya sepihak dan bertepuk sebelah tangan. Ya, itu yang dirasakan Kaysa saat itu dan sampai sekarang iapun masih merasakannya.
Terkadang, Kaysa menyesal kenapa harus mengenali cowok itu. Kenapa ia harus menyukai cowok itu dan akhirnya menyayanginya? Dan kenapa cowok itu bertindak seolah-olah ia membalas rasa sayang Kaysa? Namun pada kenyataannya, Adelard memang dari dulu tidak menyayangi Kaysa. Karena hati Adelard sudah dimiliki seorang cewek yang entah siapa namanya. Kaysa tidak pernah tahu.
Kaysa kembali melihat huruf yang berderet di layar ponselnya. Ia bingung apakah harus membalas sms Adelard atau tidak. Sebenarnya, ia menginginkan hubungannya dengan Adelard kembali baik dengan membalas sms itu. Namun, apakah bisa kembali seperti dulu? Mungkin hanya membaik seperti hubungan pertemanan biasa. Tidak lebih.
Akhirnya, Kaysa memilih untuk membalas sms cowok itu. Tetapi, rasanya berbeda seperti dulu.
‘Baik. Kamu?’
Hanya dua kata itu yang ada di pikiran Kaysa saat memikirkan kata-kata apa yang pas untuk membalas sms cowok itu.
Tak berapa lama, cowok itu membalasnya.
‘Baik juga. Udah punya pacar?’
Hati Kaysa langsung mecelos. Bagaimana tidak, kenapa Adelard menanyakan hal itu kepadanya? Padahal hubungannya dengan Adelard masih berakhir satu bulan yang lalu.
Apakah mungkin Adelard sudah tidak mempunyai rasa dengan Kaysa? Oh ya, memang dari dulu tidak ada nama Kaysa dalam hati Adelard. Kaysa cukup tahu.
Kaysa mengambil boneka buayanya yang berada di sampingnya. Sudah tertebak bahwa boneka buaya itu diberi Adelard kepada Kaysa saat usia hubungannya tepat satu bulan.
“Dia tanya gitu, apa maksudnya? Udah nggak ngeharepin aku lagi, ya? Udah lupain aku? Udah nggak sayang aku? Udah punya… pacar baru mungkin? Apa cewek yang dulu penyebab putusnya hubunganku sama dia?”
Kaysa terus berbicara pada bonekanya itu. Perlahan-lahan, matanya memanas. Namun, ia menahannya. Tak lama, hidungnya mulai memerah. Mungkin karena ia menahan tangisnya itu.
Ia beranjak lalu berdiri di atas tempat tidurnya sambil membawa boneka buayanya itu. Diangkatnya boneka itu tinggi-tinggi di atas kepalanya.
“Dia udah move on! Saatnya kamu yang move on, Kaysa! Sampai kapan kamu gini terus? Sampai kamu meninggal? Jadi, siapa yang bakal menikah sama kamu nanti?”
Tekad Kaysa itu sudah menjalar di semua organ tubuhnya. Namun, ada suatu perkecualian. Hatinya masih belum sepenuhnya mengatakan bahwa ia sudah move on. Tapi, apa salahnya mencoba?
:: untouched ::
Halo! Kenalkan, aku -author- baru disini. Enggak author-author juga sih, hehe. Cerita baru. Nggak tau bagus apa enggak. Ini cuma iseng ya, maaf kalo nyampah. :3
Bye! Kalo kalian suka, silahkan vomments! Tapi kalo gak suka, ya terserah kalian. :')