Bab 2

32 2 0
                                    

Perkenalkan, aku adalah Arumi Nao Razita. Putri pertama dari seorang wanita bernama Nana dan pria tampan bernama Okan. Aku punya tiga orang adik. Adik pertamaku berbeda 3 tahun dibawahku namanya Aruni Nao Putri. Adik keduaku berbeda 5 tahun denganku namanya Aruna Nao Orlin. Sedangkan adik bungsuku berbeda 7 tahun denganku namanya Arzaki Neo Putra. Oh iya. Walaupun kami lahir dari rahim yang sama tapi muka kami semuanya berbeda. Entah kenapa aku sendiripun tidak tahu. Adik bungsuku lahir ketika ibuku memasuki usia 41 tahun. Kalau menurutku dia adalah bonus yang diberikan Sang Pencipta kepada keluargaku karena sejak dulu ayahku menginginkan seorang putra hadir dikeluarga ini. Senang bukan melihat kebahagiaan orang tuaku?.

Ayah dan ibuku adalah seorang guru. Ayahku guru swasta mengajar di kota sebelah sedangkan ibuku adalah pegawai negeri di kotaku tinggal. Kami adalah salah satu keluarga yang menerapkan hidup sederhana, apa adanya. Rutinitas keluargaku seperti keluarga lainnya saja, tak ada yang aneh. Keluarga yang cukup harmonis. Tapi, aku menyayangi mereka melebihi diriku sendiri. Walaupun aku tak pandai mengungkapkan perasaanku pada mereka.

"Rumi pulang sekolah jam berapa?" Tanya ayah. "Nggak tau yah." Jawab Rumi ketus. "Kalau ditanya orangtua tu jawabnya yang lembut ndak ketus gitu." Kata ayah kemudian. "Ya ayah" jawab Rumi malas. Bu Nana dan ketiga adik Rumi turut bergabung di meja makan untuk makan bersama. Suasana kembali hening ketika sarapan bersama. Orang tua mereka selalu mengajarkan untuk tidak berbicara ketika makan, tidak sopan katanya. Setelah selesai makan aku dan Runi segera bergegas untuk berangkat sekolah. Seperti biasa setelah aku diperbolehkan membawa motor ke sekolah, Runi akan berangkat bersamaku. "Run, nanti kamu pulang sendiri. Mbak mau pergi sama temen." kataku. "Lah gimana si mbak. Ngeselin banget. Runi nggak punya uang mbak buat naik angkot" jawab runi dengan nada tinggi. "Brisik lu. Nih gua kasih duit buat lu naek angkot" ketusku sambil menyerahkan uang 5000 rupiah. "Terserah aja lah mbak. Makasih ya" kata Runi sambil senyum-senyum nggak jelas. "Giliran duit aja senyum. Dasar adik durhaka" kataku. Buru-buru kami berangkat sekolah karena waktu yang menunjukkan pukul 06.40. Sepanjang jalan aku mengumpat dalam hati karena pasti akan terlambat sampai sekolah. "Mbak, jangan ngebut-ngebut napa. Inget bawa anak orang ini" kata Runi sambil teriak-teriak dari belakangku. "Udah siang tau. Terlambat nanti aku" kataku sambil teriak juga.

Setelah mengantar Runi ke sekolah, aku bergegas berangkat ke sekolah. Sedikit memutar arah sebenarnya tapi tak apalah. Ketika sampai di sekolah gerbang sekolah terlihat akan segera ditutup. Buru-buru aku menambahkan kecepatan motor bututku. Pak satpam terkejut ketika aku menambah kecepatan motorku. "Ati-ati neng ntar jatuh" kata beliau. "Maaf pak" kataku sambil berlalu. Aku segera menuju parkiran sekolah. Aku segera merapikan rambutku yang berantakan kemudian berlari sekencang-kencangnya menuju ke kelas. Beberapa kali aku menyapa teman-teman dari jurusan lain yang aku lewati, hanya yang aku kenal saja. Ketika sampai di kelas yang berada dilantai dua. Aku memilih duduk didepan karena hanya bangku itu yang kosong, sial memang. "Eh bego, kenapa lu telat?" Kata Gea sambil memukul kepalaku pakai penggaris ditangannya. "Gua nggak bego, bego" kataku ketus. Aku sedikit emosi karena sudah nyaris terlambat, harus lari-lari menuju kelas, sampai kelas dikatain bego. Siapa yang nggak sakit hati kan? Ckckck. "Lah lu ngatain gua bego, bego" kata Gea kemudian. "Serah lu lah. Capek gua bego" jawabku. "Eh lu berdua, bisa diem nggak si. Tu guru nya udah masuk. Brisik banget si kek petasan kawinan. Diem gitu yang anteng biar cantikan dikit" Timpal Sonia ketus. Sonia ini sejenis makhluk yang agak-agak gitu. Dia cantik, manis lah lebih tepatnya. Tapi mulutnya setajam silet. Jadi banyakin sabar aja kalau ngomong sama dia. Udah gitu didukung dengan muka yang sedikit ketus, pas banget kan karakter dia yang antagonis itu. Aku dan Gea diam seketika. "Gilak banget tu cewe. Sekali ngomong bikin gua pengen berak" kata Gea frontal. "Anying, tu mulut dijaga bego. Lu mau berak, berak aja sono. Ngapain ngomong ke gua juga." kataku panjang lebar. "Lu juga sama aja. Diem udah ntar gua berak disini juga nih" kata Gea mengancam. "Jorok lu" kataku. Kemudian aku dan Gea tertawa seketika.

Tiba-tiba...... "Gea, maju kedepan. Kerjakan soal nomor 1. Nggak ada penolakan. Cepet" tiba-tiba guru fisika yang super duper wow itu memanggil Gea untuk mengerjakan soal didepan. Aku seketika diam seribu bahasa. "Bisa-bisa aku maju nih habis ini" kataku dalam hati. Guru fisikaku ini cukup unik, beliau hanya lulusan D3 tapi pintar sekali. Suaminya dokter dan anaknya ada 7 sudah gitu pinter semua nggak ada yang bego. Semuanya sukses dalam pendidikan bahkan ada yang dimalaysia. Anak pertamanya sering kali travelling. Begitu kata beliau. Setiap jam pelajaran fisika, beliau lebih suka bercerita perihal keluarganya yang harmonis,bahagia dan tentunya tentang kekayaan yang dimiliki. Bahagia bukan? Bikin ngiri aja ni guru satu.

Setelah jam pelajaran selesai, sambil menunggu guru berikutnya datang aku dan Gea membicarakan hal-hal yang akan dilakukan ketika lulus nanti. Yah 3 bulan lagi UN akan segera berlangsung dan itu membuat anak sepertiku yang memiliki kemampuan otak pas-pasan jadi stres. "Ge, lu soib gua bukan?" Kataku lirih. "Iyalah bego, ngapa juga lu nanya gituan?" Jawab Gea. "Lu mah ngatain gua bego mulu pantesan gua bego. Lu si ah. Ganti napa. Doain gua yang baek-baek bukan yang jelek-jelek. Katanya soib" kataku manyun. "Iye dah mamih cantik yang baik hati" kata Gea sambil senyum-senyum menggoda gitu. "Hahaha.. gilak lu. Najong banget si pake senyum-senyum gitu. Geli gua" kataku sambil mengibaskan tangan. "Udeh ah. Gua panggil lu mamih aja soalnya lu tu aneh. Masih bocah, badan tipis, udah gitu pendek tapi otak upgrade nya cepet banget. Alias otak lu tua. Maju banget mikirnya" kata Gea panjang lebar, aku bengong seketika. "Lu ngomong apa kobok-kobok cepet amat. Hahaha" kataku sambil tertawa jahat. "Jadi gimana? Gua panggil lu mamih aja oke?" Tanya Gea. "Serah lu aja lah. Niat lu jg baek. Aamiin aja dah" kataku seadanya. "Lu mo ngomong apaan?" Tanya Gea lagi. "Gini, gua bingung nih abis ini gua mo gimana. Kuliah apa kerja ya. Tapi gua pengen kuliah banget. Dari kelas 10 kalau ditanya pengen kuliah apa nggak, gua pasti jawab kuliah kan tanpa ragu sedikitpun" jawabku panjang lebar. "Gua saranin lu kuliah aja. Nah kalau gua, nggak dulu lah. Gua lanjut kerja dulu aja. Enak gini kali, ngelesin anak-anak SD sampai SMA. Kerjanya santai duitnya banyak hahahaha" kata Gea.

Beberapa menit kemudian guru bahasa mandarin sudah masuk keruangan dan kami mendengarkan dengan khitmat. Sesekali aku menjawab pertanyaan beliau dan mengikuti setiap kalimat yang beliau katakan. Jujur saja, bahasa mandarin adalah bahasa yang menarik dan unik. Aku dan teman sekelasku Dina, sudah mengikuti ekstrakurikuler bahasa mandarin dari kelas 10 dan sudah mengikuti lomba beberapa kali hingga tingkat provinsi walaupun harus gagal tapi menjadi pengalaman yang luar biasa untukku. Tentunya mendapat kawan baru. Aku mengikuti pelajaran dengan baik setiap harinya. Berharap bisa segera enyah dari sekolah ini. Banyak yang bilang masa-masa SMA itu masa yang indah. Tapi hingga detik ini bagiku biasa saja. Hahaha.

-------------------------------------------
Assalamu'alaikum teman-teman jangan lupa vote dan comment dibawah. Kasih saran juga boleh. Ceritanya akan sedikit berubah ya. Supaya lebih dramatis tapi tetap pada inti kok. Semoga berkenan ya dengan kisahku 🙏. Ini ngetik di ponsel loh sampe seribu lebih kata. Lumayan capek 😂. Tapi buat kalian semua yang penasaran dulu aku bagaimana ya nggak masalah deh. 💕Terimakasih 😇

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

J E J A K (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang