Chapter 4

15 1 1
                                    

Sial, sore ini hujan. Oh tidak, aku tak boleh berkata sial pada hujan karena aku tahu bahwa itu dari Tuhan. Aku duduk di halte depan sekolah sembari menunggu hujan reda. Aku enggan untuk pulang, aku bakal kedinginan nanti. Aku mengambil kue pemberian Kintan dari dalam tasku. Kemampuan memasaknya sudah tidak diragukan lagi. Sahabatku yang satu itu, tangannya sangat telaten menggepuk adonan. Bahkan, ketika ada lomba memasak saat perayaan Hari Kartini kelas kami mendapat juara, ya itu semua karena juru masaknya adalah Kintan. Aku juga menyetel lagu yang sangat aku sukai, I want to hold your hand-nya The Beatles. 

"Lagi denger musik?" tanyanya. Aku kaget. 

Tangan itu menyambar headset di telingaku, dan menaruhnya di telinganya.

"Suka The Beatles?" tanyanya lagi, tanpa memberikanku kesempatan untuk menjawab pertanyaannya sebelumnya.

"Iya." Jawabku. Aku langsung mencabut headsetku dan mematikan musiknya.

"Kenapa dicabut?"

"Iya, ini baterainya mau habis kayaknya." Ucapku berbohong. Ya masak iya sih, aku pakai headset berdua barengan sama cowok. Mungkin sebagian orang berfikir, hujan-hujan gini dengerin musik satu headset sama someone itu so sweet, tapi bagiku tidak. Ya meskipun aku gak pernah pacaran, aku gak pernah berharap seperti itu, apalagi dengan Karen. Apa pandangan orang nanti? Ngurusin pandangan orang? emang sih banyak yang bilang gak usah ngurusin pandangan orang itu gak penting, tapi terkadang pandangan orang itu penting, dan aku adalah gadis yang tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi nilai kesopanan. Jadi menurut aku, tindakan Karen tersebut kurang sopan.

"Aku bawa payung. Mau aku anter pulang?"

"Nggak usah. Terima kasih."

"Ini masih deras loh. Mau nunggu sampai terang?"

Aku tak menjawabnya. Tiba-tiba Kak Rendra datang.

"Eh Mel, kamu gak pulang?"

"Iya kak. Masih nunggu hujan reda." Jawabku antusias.

Lalu Kak Rendra turun membawa jas hujan. Ia memasangkan jas hujan pada tubuhku. Entah aku merasakan sikapnya yang sangat mengayomi dan dewasa, dan jelas saja aku gugup dan meleleh.

"Nah sudah terpasang jas hujannya. Itu teman kamu Mel?"

"Hai, aku Rendra."

"Karen."

Kak Rendra dan Karen berkenalan. Entah saat itu aku menangkap wajah Karen melas. Karen membuatku merasa tak enak. Pasalnya, aku menolak bantuannya dan menerima bantuan Kak Rendra, padahal yang lebih dulu membantu adalah Karen. Ah... tapi kasihan juga Karen.

"Ayo Mel?" Kak Rendra menantiku di motornya. Aku pun berjalan ke arahnya dan duduk di belakangnya.

"Hati-hati ya?" Ucap Karen.

"Iya Terima kasih."

Lelaki payung itu akhirnya pulang dengan payungnya, sedangkan aku dibonceng lelaki yang sudah lama aku sukai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PamelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang