Part 1

83 11 0
                                    

Ali berlari terbirit-birit saat tau kalau hari ini dia terlambat lagi. Gara-gara bergadang semalaman demi rasa solidaritasnya terhadap Rezky yang terserang diare membuatnya baru bisa tertidur jam 3 dini hari. Ali malam itu layaknya seorang emak yang merawat anak laki-lakinya yang mencret karena jajan sembarangan. Rezky yang berulang kali keluar masuk toilet membuatnya otomatis sulit untuk tidur. Dengan sisa-sisa rasa sayang terhadap teman Ali dengan telaten membuatkan oralit. Tak cukup sampai disitu, Alipun rela malam-malam memanjat pohon jambu biji depan kost untuk memetik beberapa lembar daunnya yang akan dijadikan obat diare.

Setidaknya itulah ilmu yang ia dapat dari emak semasa di kampung.
"Lo resek banget sih Li, datang-datang nyrobot kopi gue." ucap Nela bersungut kesal, melihat Ali datang-datang langsung menyeruput kopi panas miliknya yang belum sempat ia sentuh.

"Aduhhhh...mbak Nel, tolong ngertiin aku dong aku tadi gak sempat sarapan. Apa lagi ngopi ganteng." ucap Ali tanpa rasa bersalah.

"Bodo amat gue aja gak ada yang ngertiin,lo malah minta di ngertiin."

Alih-alih meminta maaf atau merasa bersalah Ali malah tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang putih.
"Lo mau ngebohongin gue ya Li?" tanya Nela penuh selidik. Matanya memicing mengamati wajah Ali.

Ali yang diamati sedemekian, mendadak gugup, jujur ia takut jika kekesalan Nela akan beraikbat fatal pada kemulusan wajahnya. Ali sempat bergidik ngeri saat membayangkan kuku-kuku tajam Nela mengoyak kulit mulusnya.
"Eng...eng.gak bohong kok mbak." ucap Ali gugup. Posisi Ali mepet dengan sandaran kursi saat Nela mencondongkan tubuhnya.
"Lo bohong bilang gak sempat sarapan. GIGI LO NYELIP BIJI CABE DODOL LO BOHONGIN GUE YA."

Ali berjengkit kaget mendengar teriakan Nela. Tubuhnya sampai harus meringkuk seperti bayi disudut kubikelnya. Untung saja bosnya belum datang, kalau sudah bisa dapat SP dia gara-gara ribut. Ali sedikit demi sedikit menggeser tubuhnya menghindari Nela yang sudah mulai keluar taring. Setelah dirasa memungkinkan Ali terbirit menuju toilet untuk mengkecekan penampilannya, mengabaikan pandangan orang-orang yang melihat nya geli.

Setelah beberapa menit di toilet akhirnya Ali memutuskan kembali ke kubikelnya dengan gagah nan rupawan dan pastinya yakin tak ada lagi biji cabe yang nyempil di giginya.
Disepanjang lorong yang dilewatinya Ali menebar senyum penuh umpan. Hampir bisa dipastikan akan banyak anak gadis orang akan terjerat sebelum tau keabsurdan tingkah pemuda ini.
"Hai mas Ali...." sapa Rena yang hanya ditanggapi Ali dengan anggukan. Kali ini ia harus mempertahankan citra cool dikalangan para gadis yang diluar divisinya. Ali hanya akan bertingkaj norak jika dikandang namun jika diluar,mode seperti inilah yang ia perlihatkan.

Ali menghentikan langkahnya ketika kepala divisinya sedang brifing bersama rekan-rekannya. Dengan mengendap-endap ia berhasil menyusup, lalu ikut mendengar arahan pak Rahmat. Tak ada hal penting yang harus dibahas hanya saja ada dua orang makhluk yang berpotensi membuat mata para pria mendadak liar. Ya, dua orang anak magang yang masih kinyis-kinyis di mata Ali dan hampir saja liurnya menetes.
"Perkenalkan nama saya Asyifa dan ini teman saya Rayana. Kami akan magang disini selama 3 bulan. Jadi mohon bantuannya kakak-kakak semua." ucap gadi berkucir ekor kuda. Di sebelahnya berdiri temannya yang bernama Rayana yang memiliki rambut pendek sebahu.

Setelah pak Rahmat pergi semua kembali pada kubikel masing-masing kecuali Ali yang masih diam mematung. Matanya tak lepas dari Sifa yang mulai membuat catatan-catatan kecil bersama Nela.
"Iler lo netes noh....kayak gak pernah lihat cewek aja lo." ujar Putra sambil menyenggol bahunya.

"Aku baru kali ini terpesona mas." bisik Ali kemudian duduk di kubikelnya.

Putra berdecak kemudian menggeser duduknya sedikit merapat ke arah Ali.
"Lo kayaknya bukan tipe dia deh Li."
"Jangan gitu dong mas, mentang-mentang dah laku ini." balas Ali sewot.

Putra tertawa berhasil menghancurkan mood Ali yang percaya dirinya sundul langit.

"Stttt...."
Putra menyenggol bahu Ali lalu mengkode dengan dagunya ke arah Sifa.
"Kalau lo mampu dapetin perhatian dia, gue bakal traktir lo makan siang sebulan penuh. Tempat sesuai keinginan lo."

Mata Ali berbinar. Bayangan makan gratis sebulan penuh menari-nari diotaknya. Berbagai rencana langsung berputar diotaknya.

Lumayan ni, uang jatah makan siang bisa buat beli hape baru.

"Deal banget kakanda. Titahmu adalah keharusan bagi hamba." ucap Ali dengan gaya tokoh-tokoh kolosal.

"Bacot lo....pantesan gak ada cewek yang mau ama lo. Soalnya selera tontonan lo aja kayak nenek gue. Sinetron Mak Lampir kan."

"Tenang mas, bentar lagi tontonan gue jadi Dilan yang katanya rindu itu berat. Emang berapa ton manggul rindu ya mas." jawab Ali tak mau kalah.

"Dasar sedeng lo."

Putra menggeser duduknya menjauh. Mulai fokus mengerjakan pekerjaannya. Beda lagi dengan Ali, disaat yang lain fokus dia malah celingukan yang berakhir pada temu pandang dengan Sifa. Hanya senyum tipis yang Sifa suguhkan sebelum beranjak menuju mesin foto copy.

"Stttt...sttt...mbak." panggil Ali pada Nela.
Sadar dirinya dipanggil, Nela bukan malah menoleh tapi berusaha fokus kerja dan pura-pura gak dengar.
"Stttt...mbak." panggil Ali lagi.
Sadar jika dirinya tak diacuhkan akhirnya Ali memilih menggeser kursinya ke arah Nela yang dengan lincah mengetikkan sesuatu.

"Mbak jaran goyang."
Nela terperanjat mendengar panggilan itu. Ali ini orangnya usil kebangetan sampai-sampai judul lagu ia sematkan untuk memanggilnya hanya gara-gara namanya mirip dengan penyanyinya.
"Lo kalau nanya gak penting gua cakar juga muka lo Li."

Ali bergidik ngeri saat mendengar ancaman Nela. Dengan cengiran lebarnya ia mulai ambil ancang-ancang dengan kaki kanan yang sudah membuat kuda-kuda. Jaga-jaga jika Nela benar mencakarnya ia segera menjejakkwn kaki kanannya dan menggeser kursinya menjauh.
"Si dedek cipa tadi udah punya pacar pa belum?"

Dan benar saja Nela bereaksi galak sehingga membuat Ali dengan gesitnya menghindar. Untung nasib baik berada di pihaknya.

***
Sifa baru hendak ke pantry setelah waktunya jam makan siang. Dengan menunggu Raya ia duduk di kursi pantry yang terlihat sepi. Namun itu semua tak berlangsung lama saat seseorang dengan tampang cool melewati pantry. Baru juga dibilang cool eh taunya malah mundur lagi dan ngelongokin kepala ke pintu pantry yang terbuka. Siapa lagi kalau bukan Ali.
"Ehmm..ehmm.. Neng Cipa nungguin siapa?" kata Ali memulai pembicaraan.

"Ehhh bang Ali, ini nungguin Raya."

Ali memgangguk-anggukkan kepalanya persis seperti tokoh cepot di pewayangan.
"Nggak makan siang neng?" tanya Ali berjalan mendekat.
"Ini mau makan siang bang, eh tuh Raya..." pekik Sifa girang.
"Duluan ya bang."

Baru saja Ali akan mendudukkan pantatnya di bangku dekat Sifa ternyata yang didekati udah ngacir saja. Jadi posisi pantat yang hampir menyentuh kursi ia tarik kembali dan  lagi-lagi kembali pada mode cool yang membuat makhluk berpayudara meliriknya.

Nasib memang, disaat banyak gadis di kantor mendamba seorang Ridwan Ali, eh malah Sifa yang akan diberi hatinya dengan sukarela oleh Ali malah melengos begitu saja. Tapi bukan Ali namanya kalau menyerah. Bayang-bayang ditraktir makan sebulan penuh kembali memacu semangatnya untuk mendekati gadis bernama Asyifa itu.

My Stupid LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang