Sekolah Langit

8 1 0
                                    



Awan hitam yang menghiasi langit, gemuruh petir yang kian bersahutan, semilir angin yang kian berhembus, serta menyalurkan hawa dingin. Nampaknya hujan masih setia membasahi muka bumi.

"Tess..tes..." penyebabnya adalah hujan, di beberapa sudut dalam rumah terdapat tetesan air. Diakali menadangi dengan wadah, tepat di bawahnya agar airnya tidak meluber ke semua tempat. Rumah ini memang sudah sepatutnya dikatakan tidak layak, namun bagi mereka—rumah ini adalah tonggak awal mereka meraih semua impian mereka. Beberapa cat tembok yang mulai mengelupas, dinding yang mulai menghitam menyebarkan bau lembab yang sangat kentara tercium, beberapa kaca jendela yang sudah pecah, serta suara denyitan pintu yang memilukan ketika akan dibuka.

Kegiatan yang sejak tadi mereka lakukan sempat mereka hentikan lantaran suara Asma kalah dengan derasnya hujan.

Asmara menemukan rumah ini setahun yang lalu dan ia juga bertemu dengan Bu Ika salah satu pelopor Sekolah Langit. Ya, Bu Ika mendeklarasikan rumah ini sebagai sekolah. Bu Ika merasa prihatin dengan kondisi anak-anak di sekitar rumahnya yang tak mampu bersekolah. Maka beliau menjadikan rumah kecil itu sebagai sekolah—yang sebenarnya jauh dari kata layak namun dapat berguna—begitu kata beliau. Asmara merasa kagum dengan sosok Bu Ika, maka dari itu ia memutuskan untuk bergabung menjadi seorang relawan di Sekolah Langit. Namun, kebersamaan Asmara dan Bu Ika tidaklah lama, Bu Ika meninggal dunia karena sakit komplikasinya. Asmara merasa terpuruk, namun ketika mengingat ada amanah yang harus ia laksanakan, Asmara kini bangkit untuk kembali mengajar anak-anak di Sekolah Langit.

Anak didik Asma selalu mendapatkan pendidikan yang layak meski dengan kondisi terbatas. Hari ini mereka belajar mengenai pengetahuan alam. Asma sudah menyiapkan secara khusus bahan-bahan yang akan dipakai pada saat praktik nanti. Ketika Asma baru mengeluarkan bungkusan biji kacang hijau, anak-anak sudah berteriak antusias untuk segera mempraktikkannya setelah kemarin Asma menjelaskan teorinya secara singkat. Akhirnya Asma membagi secara rata alat dan bahan yang akan digunakan pada masing-masing anak. Ketika anak didiknya mulai mempraktikan, Asma mengambil momen itu, tak sedetik pun Asma ingin melewatkan momen itu.

Pelajaran hari ini telah usai. "Alhamdulillah selesai pelajaran kita hari ini. Ayo pimpin doa," ucap Asma. "Aku aja yang pimpin!" seru Daffa. "Ihh aku kak!" seru Reza tak kalah kencang. "Usstt.. jangan berantem. Mari kita lihat jadwal, hari ini yang pimpin doa siapa ya?" selidik Asma. "Tuh, hari ini yang pimpin doa Arka." Tunjuk Asma pada sebuah papan. "Yahh kakak mah!". "Bukankah kita sudah sepakat waktu itu Daffa sayang," Tanya Asma retorik. "Ehmm yaudah deh," ucap Daffa menyerah. "Oke baik, Arka silakan pimpin doa," perintah Asma. Mereka menunduk dan mulai khusyuk membaca doa.

Tepat hari ini pada tanggal 28 Oktober, mereka telah siap untuk mengadakan upacara di dalam ruang kelas mereka yang sangat sederhana. Tidak ada lapangan untuk mereka melaksanakan upacara yang terbilang sederhana pula. Tiang bendera yang sengaja mereka pajang di sudut ruang kelas kini tangan-tangan mereka yang mulai membentuk siku 90 derajat dengan diiringi musik kebangsaan Indonesia. Mereka memulai upacara mereka dengan khidmat dan Asma sebagai pemimpinnya. Asma terharu menyaksikan pemandangan anak didiknya mengikuti upacara ini.

"Hiduplah Indonesia raya!" mereka mengakhiri lagunya. "Terima kasih anak-anak, dengan kalian mengikuti upacara ini kalian merasakan bagaimana mengisi waktu kalian yang nantinya sebagai seorang pemuda. Ehmm.. adakah yang hapal sumpah pemuda?" tantang Asma. Suasana hening. "Aku kak," tiba-tiba saja Silvy mengangkat tangannya. Asma tersenyum. "Oke, bagaimana kalau kita lafalkan bersama?" tawar Asma. "SIAP kakak!," seru mereka bersamaan. Silvy—anak didiknya mulai melafalkan sumpah pemuda.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 02, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sekolah LangitWhere stories live. Discover now