Pagi yang cerah di Jogja. Alika berdiri dari dalam rumah didepan pintu kayu menghadap keluar sambil memegangi cangkir bercorak hijau putih. Asap dan aroma teh seakan bercengkrama dengan aroma pedesaan dan suara gemericik air mancur yang ada di sudut kanan pekarangan rumah milik Intan.
"Kamu udah bangun lik?" Suara Intan membuat Alika menoleh kearah perempuan yang mengenakan daster berwarna hijau muda.
"Iya, pagi ini berasa damai banget 'ntan." Alika tersenyum lalu menghirup nafas panjang. Semua pikiran negatifnya terasa hilang bersamaan dengan ia menghembuskan nafas.
"Semenjak aku pindah ke Jogja, aku berasa awet muda 'Lik. Disini tuh kalo pagi hawanya masih enak banget. Biasanya suamiku ngajak aku jalan-jalan keliling sambil ngeliat sawah dibelakang. Kalo malem jalan-jalan ke kota, rame, banyak orang pacaran." Intan menahan tawanya.
"Dijakarta juga banyak orang pacaran kali." Alika tak mau kalah.
"Disini beda 'Lik, mereka pacarannya bukan kaya kids zaman now, mereka cuma jalan bareng, naik motor bareng, makan angkringan bareng. Walaupun kita jalan sendirian pas ngeliat mereka kita berasa ga sendirian 'Lik." Cerita Intan sambil menyeduh tehnya dari balik meja kayu yang ada ditengah ruangan.
"Jadi, lo ketemu suami lo gemana? ketemu di angkringan?" Alika duduk dibalik meja kayu sambil mengupas ubi rebus yang asapnya masih mengepul.
"Dia seniorku waktu aku kuliah 'Lik. Ga kaya aku yang dari Jakarta merantau kesini, dia asli Jogja." Mata Intan terlihat berbinar ketika menceritakan tentang Anto.
"Cinlok gitu di UGM?" ke-kepo-an Alika mulai muncul.
"Ya gitu deh." Intan tersipu "Dia anak panjat tebing. Nah, waktu aku ospek aku sempet tertarik sama dia karena badannya bagus eh gataunya pas dia semester akhir dia ngedeketin aku terus sampe sekarang deh." Alika bercerita panjang lebar, sesekali senyumnya tergurat dari bibirnya.
Alika terseyum seakan terbawa oleh cerita cinta yang keluar dari bibir Intan.
"Kamu gemana lik? Ada rencana ngelepas masa lajang taun ini?" Intan balik bertanya membuat senyum Alika menghilang.
"Masih jauh kayanya 'ntan." Jawab Alika lalu melahap ubi yang daritadi ia kupas.
*
Setelah siangnya Alika dan Intan berkeliling pasar Beringharjo untuk membeli beberapa bahan makanan dan sayuran, malam ini Alika, Intan dan Anto sedang menikmati kopi di Kedai Kopi Semesta. Kedai kopi yang terletak di kotabaru ini dipenuhi dengan anak-anak muda Jogja yang berkumpul untuk makan atau sibuk dengan ponsel dan laptop mereka. Kata Anto, kedai kopi disini bisa ramai sampai jam 3 pagi.
"ada temenku yang bisa nemenin kamu keliling Jogja." Ucap Anto sembari menyeruput kopi hitam yang baru saja diantar oleh pelayan.
"aku bisa sendiri kok." Sahut Alika cepat seakan tidak ingin merepotkan Anto dan Intan.
"tenang Lik, orangnya asik kok. Dia juga udah deket sama kita, udah kaya saudara kok." Suara Intan yang kalem berusaha untuk meyakinkan Alika.
"itu dia dateng." Anto melambaikan tangannya ke lelaki yang berjalan menuju meja mereka. Perawakan yang tinggi dengan kulit sawo matang dan senyum santun khas orang Jogja terpampang jelas dihadapan Alika.
"Ini Alika, Alika kenalin ini Aji." Aji tersenyum mengulurkan tangannya bersamaan dengan Alika yang meraih tangan Aji lalu mereka saling berjabat tangan.
"Tunggu, kayanya gue pernah ketemu dia deh." Alika mengangkat sebelah alisnya sambil menatap wajah lelaki berkaca mata ini. "Bandara kan? Waktu itu gue nabrak lo" Alika teringat kejadian kemarin malam saat pertama kali sampai di Jogja.
"ahh, bandara." Aji tersenyum sambil sesekali mengangguk membenarkan sambil tersenyum.
"Besok tolong temenin Alika jalan-jalan ya Ji, Aku Sama Intan harus ke Temanggung jengukin keponakanku yang baru lahir." Anto menepuk pundak Aji yang duduk disebelahnya. Aji mengangguk lagi lagi dengan senyum tipisnya.
"Gue bisa keliling sendiri kok." Sahut Alika cepat, wataknya yang tidak ingin merepotkan orang lain tiba-tiba muncul.
"Gapapa, Aji udah kita anggap keluarga sendiri kok. Dia udah lama di Jogja, jadi dia tau sampe ke pojokannya Jogja." Intan menenangkan Alika.
Aji tipe lelaki pendiam, sepanjang malam di kedai kopi dia hanya menjelaskan sedikit hal. Dia juga hanya membagikan senyumnya sesekali. Alika menghitung hanya 4 kali Aji tersenyum. Saat Alika bercerita tentang keriuhan kantornya dan ketika Alika menyinggung soal status Aji saat ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu Jogja
General FictionKetika seorang wanita karir bernama Alika jatuh cinta dengan sebuah kota bernama Jogja dan isi-isinya.