P.4//Saviour

122 16 3
                                    

"Yang Mulia, kita sudah sampai. Silahkan bertemu dengan kepercayaan Raja," ia mempersilahkanku berjalan terus di dalam ruangan senjata-tepatnya pedang- yang luas ini.

"Komohon, jangan tinggalkan aku!" Desisku padanya. Aku merutuki diriku sendiri karena menjadi pengecut.

Rose hanya tersenyum simpul sembari melangkahkan kakinya menuju bagian dalam istana.

'And now, it's just you and the stranger left' batinku berbicara.

Orang asing didepanku mengembalikan badannya menghadapku. Yatuhan, ia sangat anggun.

"Selamat datang, Yang Mulia." Sambutnya dan memberi sambutan ala kerajaan zaman dulu.

Aku tak tahu bagaimana menjawabnya. Aku tak bisa melakukan gerakan kaki dan tangan secara anggun sepertinya. Pun, aku hanya tersenyum dan menundukkan kepalaku sementara.

"Panggil aku Elisa saja. Aku benci berbicara dengan formal kepada wanita seusia," aku mengangguk mengerti.

"Baiklah Elisa, mengapa pelayanmu membawaku kesini?" Kalimat pertamaku kepadanya.

"Jangan terlalu terburu-buru. Aku akan menjelaskan kepadamu tentang tempat ini dahulu." ia mendahuluiku berjalan dengan lambat.

"Cool," tanganku bergerak mengambil sepasang pedang berganggang emas dengan ukiran M yang berdebu. "Maaf, aku tak bermaksud" Aku meletakkan kembali sepasang pedang menawan itu.

Ekspresi Elisa berubah menjadi sedikit sedih. Aku tak tahu mengapa.

"Tak apa, seleramu bagus." Ia berucap dengan singkat sembari membersihkan ganggang pedang tadi. "Cobalah!"

"Kau serius?" Mataku berbinar-binar melihat pedang dilapisi emas yang dipegang nya.

Ia megangguk. Tanganku mengambil alih pedang itu dari tangan halusnya. Aku meniru gaya pemain pedang handal.

Aku meliat nya mengusap pelupuk matanya kemudian menunduk. Pasti ada yang salah mennyangkut pedang ini.

"Ruangan ini akan menjadi tujuan utamamu disini. Pilihlah sepasang pedang untuk menemanimu berlatih!" Aku menautkan alisku. Kemudian pandanganku tertuju pada pedang ini. "Kumohon, jangan yang itu." Elisa melarangku.

Aku mengambil sepasang pedang lainnya yang sama sekali tidak menarik. Hanya dilapisi perunggu tanpa ukiran. Elisa mengangguk dan mengambil pedang yang kupilih.

"Ikuti aku!" Pun aku hanya bisa menuruti perintahnya.

Kami berjalan mengitari istana yang megah ini. karpet merah melapisi setiap lantai ruangan. Dan dinding bercat senada dengan karpet yang ada. Penjaga istana berada disetiap meternya.

Elisa berhenti didepan pintu Mahoni berwarna coklat. Ia mendorong pintu itu perlahan sehingga menghasilkan bunyi yang membuatku ngilu.

Aku mengikutinya masuk kedalam kamar yang luas. Aku melihat ia berhenti didepan lelaki berwajah Pakistan-Inggris terbaring dan menutup matanya diatas kasur.

"Ia tunanganku. Ia sudah tertidur selama berbulan-bulan. Aku tak tahu penyebabnya, terakhir kali aku melihatnya meminum air dari cangkir itu." Aku mengikuti arah ibu jarinya.

Aku mendekati cangkir berlapis perak kemudian mengambilnya. Kemudian, mencium baunya. Memutari ujung wadahnya dengan ibu jariku.

"Racun," Elisa menatapku tak percaya. "kau lihat? warna peraknya berubah menjadi kecoklatan sehingga jika kau tidak memperhatikan dengan baik, kau akan berasumsi cangkir ini berlapis emas." ungkapku panjang lebar.

Elisa tak berkomentar melainkan mengambil cangkir itu dengan perlahan dari tanganku dan menghirup baunya "bau ramuannya belum hilang" Elisa bertanggapan.

Aku mendekati pria yang menjadi korban ramuan itu. Warna kulit wajahnya lebih coklat dari tangannya. Tentu saja ramuan ini sangat berbahaya. Ramuan ini merubah warna, dan warna itu bekerja dibagian dalam tubuhnya.

"Kumohon, bantu aku." Elisa memohon.

"Aku tak tahu bagaimana."

"Sebenarnya aku sdah menduga jika ia diracuni. Oleh karena itu aku menyuruhnu mengambil sepasang pedang untuk berlatih. Kau akan mencari obatnya dan siapa pelakunya." Jika ia sudah tahu mengapa ia bilang ia tak tahu mengapa?.

"Apa yang harus kulakukan esok?" Tanyaku. Aku siap membantunya. Wanita ini rapuh tanpa tunangannya-yang tak kuketahui namanya- didepanku.

"Berlatih dengan pelatih pendang Zayn," Zayn namanya. "Kuingin kau membantuku dengan tulus karena ketulusan akan membantu segalanya. Ia permata bagiku. Aku tak mempunyai siapapun lagi didunia ini."

Pantas saja.

"Aku akan memimpin kerajaan selama kau pergi." Sambung Elisa. "Beristirahatlah, besok kau sudah mulai berlatih pedang dan berkuda! You're our saviour." Nada ucapan Elisa di kalimat terkahir yang sukses membuatku bergidik ngeri.

Aku berjalan keluar kamar Zayn dan mengitari istana mencari tempat beristirahat sampai kutemukan Rose di depan sebuah kamar yang katanya itu kamarku.

Kamarku tak sebesar kamar Zayn namun tetap tertata rapih dan bersih. Tentu saja, aku hanya penyelamat disini. Namun, terbesit dibenakku tentang kabar Liam serta Niall disana.

Dan apakah aku akan selamat?

-----------------------

Makasih ya yang udah mau baca sama ngevote :). Makasih juga buat yang udah masukkin cerita ini ke listnya tapi ga ngevote aha.

5 votes for the next chapter!

I Am Not// Z.MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang