"What? Dosen?" tanya Raka tak percaya. "Seriously, man? Itu tidak cocok untukmu."
Lucas hanya mengangkat bahu acuh, sementara Dave tergelak.
"Ini tidak seperti dirimu, kawan," ucap Raka. "Apa yang membuatmu secara tiba-tiba ingin menjadi seorang dosen?"
Entahlah. Lucas bahkan tidak tau kenapa. Ia hanya merasa semua yang ia lakukan selama ini tidak membuatnya puas. Ia merasa kosong didalam hatinya. Sebuah kekosongan yang ia sendiri tidak tau kapan itu tercipta.
"Aku hanya ingin mencari suasana baru," jawab Lucas malas.
"Dengan menjadi seorang dosen?" tanya Dave geli. "Aku setuju dengan Raka, not suitable for you."
"Kau meragukan kemampuan mengajar ku?" tanya Lucas kesal.
Dave menggeleng. "Bukan itu maksudku," jawab nya santai. "Aku sama sekali tidak pernah meragukan kemampuan mu. Hanya saja, meragukan kemampuan sangat berbeda dengan tidak cocok."
"Bagiku terdengar sama," gerutu Lucas pelan.
"Kau yakin ingin menjadi seorang dosen, Luc?" tanya Raka menatap sahabatnya itu.
Lucas mengalihkan pandangan ke arah jendela. Menatap orang yang berlalu lalang dengan tatapan kosong. "Selama ini aku hanya bekerja dan mengumpulkan uang. Tapi aku merasa kosong. Aku menginginkan sesuatu yang membuatku tarpacu untuk mendapatkannya."
"Jawabanmu cukup rumit, kawan, sela Dave terkekeh. "Kau tau, dengan menjadi seorang dosen, kau tidak akan bisa sebebas sekarang. kau harus menjaga wibawa mu di hadapan mahasiswa mu. Kau tidak ingin mahasiswa mu tau sifat buruk mu bukan?"
"Sifat ku tidak buruk," ucap Lucas geli.
"Ya ya ya. Sifatmu tidak buruk," jawab Raka santai. Mengambil sebatang rokok lalu membakarnya, menghisapnya perlahan. "Kau hanya punya kebiasaan mabuk-mabukan dan berakhir dengan one night stand."
Lucas mendengus mendengar sindiran Raka, sementara Dave tergelak melihat Lucas yang tidak membantah sedikitpun.
"Sepertinya aku ketinggalan banyak," sela seorang laki-laki berpostur tinggi. Ia mengenakan jaket dan celana panjang yang sobek di bagian lutut. Jauh berbeda dengan pakaian formal yang dikenakan tiga orang didepannya. Dengan santai ia duduk disebelah Dave. "Jadi apa yang kalian tertawakan saat aku pertama kali sampai di sini."
"Kau dari mana saja, Josh," tanya raka. Melirik jam tangannya. "Dan kau terlambat selama satu jam."
Josh melambaikan tangannya memanggil pelayan. "Ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan."
"Dan aku yakin urusan itu pasti tentang wanita," sela Dave menggoda Josh.
Pelayan laki-laki datang menanyakan pesanan Josh, mencatatnya sebentar lalu dengan sopan melangkah pergi. "Lupakan urusanku, dan mulailah menjelaskan."
"Lucas ingin menjadi seorang dosen," jawab Raka santai membuat Josh menatap Lucas yang duduk dihadapannya dengan tatapan tak percaya.
"Seriously, Luc?" tanya Josh mengulum senyum. "Apa disini hanya aku yang merasa itu tidak cocok untuknya?" tanya Josh menatap Dave yang berada disampingnya dan Raka yang duduk dihadapannya bersama Lucas.
Lucas mendengus lalu menyesap kopinya yang tinggal setengah. "Untuk yang kesekian kalinya. Aku hanya ingin mencari suasana baru," jawab Lucas malas. "Dan berhentilah bersikap menyebalkan."
Ketiga nya sontak tertawa, mengabaikan tatapan menegur dari pengunjung lain. Tawa mereka terhenti saat pesanan Josh datang.
"Kau tau, Luc. Saat seseorang ingin mencari suasana baru itu berarti orang itu ingin melupakan sesuatu," ucap Josh santai sambil mengambil sebatang rokok lalu membakarnya.
Benarkah? Tapi Lucas sedang tidak melupakan sesuatu. Ia hanya ingin sesuatu yang berbeda. Kenapa saat seseorang ingin mencari suasana baru selalu dikaitkan dengan melupakan sesuatu? Teori dari mana itu?
"Apa kau ingin melupakan seorang wanita?" tanya Dave semangat. Sedetik kemudian semangatnya menghilang diganti dengan seringaian menyebalkan. "Ah ya! Aku lupa kalau kau tidak memiliki seorang wanita untuk kau lupakan."
Lucas mendengus mendengar sindiran Dave sementara Raka dan Josh tergelak keras.
"Aku bukannya tidak memiliki wanita," ucap Lucas keras. "Aku hanya tidak tertarik untuk menjalin hubungan dengan wanita. Kau tau, mereka mahkluk egois dan menyebalkan."
Seketika Lucas mendapat tatapan tajam dari tiga orang gadis di meja sebelahnya. Dua diantaranya mengenakan seragam sekolah dan yang satunya tidak.
Raka memutar bola matanya lalu memberikan senyuman maut, yang biasanya cukup ampuh. "Tolong maafkan perkataan sahabat ku ini. Ia hanya merasa frustasi dengan mahkluk seperti kalian."
Seorang gadis dengan tampang imut menatap Lucas dengan tatapan menghina. Ia satu-satunya yang tidak mengenakan seragam. "Kalau dia tidak tertarik menjalin hubungan dengan wanita, kenapa tidak menjalin hubungan dengan sesama jenis saja," ucapnya santai lalu mengajak temannya pergi membuat Raka, Josh dan Dave tertawa keras mengabaikan tatapan tajam dari pengunjung lain yang merasa terusik dengan keributan yang mereka timbulkan.
Lucas menatap kepergian gadis itu dengan tatapan tersinggung. Bagaimana tidak, secara tidak langsung gadis itu mengatakan bahwa ia menyukai sesama jenis. Apa-apaan itu. Ia masih tertarik dengan wanita. Hanya saja ia tidak ingin terikat dengan mereka.
Lucas mengalihkan pandangan nya menatap ketiga temannya yang masih tertawa. "See! Mereka memang menyebalkan."
"Ayolah, kawan. Jangan tersinggung," sela Raka yang masih tertawa. "Mereka hanya gadis, yang tidak suka saat kau mengatakan mereka mahkluk yang egosi dan menyebalkan."
Lucas mendengus lalu menyesap kopinya hingga habis. "Dasar gadis labil. Aku berharap tidak pernah berurusan dengan gadis labil seperti mereka."
"Hati-hati dengan ucapanmu, bung," ujar Dave yang berhenti tertawa lalu menatap Lucas serius. "Kau tau, perkataan itu doa. Jika kau mengharapkan sesuatu yang tidak pernah kau inginkan, maka bisa jadi sesuatu yang tidak kau inginkan itu yang akan kau dapatkan."
***"Berhentilah menggerutu sepanjang jalan, Kak. Kau membuat orang lain menganggap mu seperti orang gila," tegur Yuna geli melihat sepanjang jalan Kakaknya itu menggerutu.
"Dasar lelaki tua menyebalkan," gerutu Freya sambil menghentak kan kakinya persis seperti anak kecil.
Yuna tersenyum. Mengerti dengan sifat kakaknya yang seperti ini.
"Mereka tidak tua, Kak," sela Sheila terkekeh. "Mereka muda dan tentunya tampan."
"Jangan tertipu penampilan luar seseorang, Sheil. Wajah tampan tidak mencerminkan bahwa kepribadian mereka baik," sela Freya malas. "Kau sudah melihat contohnya barusan Dan apa katanya tadi? 'wanita adalah makhluk yang egois dan menyebalkan'. Apa mereka tidak bercermin, kalau mereka yang menyebalkan."
Yuna menggelengkan kepala nya mendengar omelan sang Kakak. "Berarti Kakak mengakui kalau mereka tampan?" tanya nya geli.
Freya langsung memasang wajah ingin muntah. "Aku gila jika aku mengakui mereka itu tampan."
Sheila tergelak keras membuat beberapa orang yang lewat menatap aneh kearah mereka. "Jangan terlalu membenci mereka kak."
"Aku tidak membenci mereka, Sheil. Aku hanya membenci sifat mereka."
Yuna memutar bola matanya. "Itu sama saja, Kak."
"Apa kau pernah mendengar tentang ini, Kak? 'jangan pernah membenci seseorang jika kau tidak ingin berakhir tragis dengan mencintai nya," ucap Sheila tersenyum.
"Amit-amit," jawab Freya bergidik. "Aku benar-benar gila jika sampai mencintai salah satu dari pria tua menyebalkan itu."
Yah, Freya dan Lucas boleh saja meminta hal semacam itu. Tapi mereka tidak tau, bahwa panah jahil cupid sepertinya di tembakkan kearah mereka. 😁
***Semoga kalian suka dengan cerita yang absurd ini. Maafkan segala jenis typo yang bertebaran. 😁 see you next time.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE#1 ✔️
RomanceLucas Geonandes (27). Seorang dosen disebuah fakultas ternama. Usianya yang masih muda disertai wajah tampan dan sikap ramah menjadikan ia incaran gadis-gadis dikampus. Hanya satu gadis yang tidak tertarik akan semua pesona yang ia miliki. Seorang g...