Prolog

50 2 0
                                    


Tap.. tap.. tap..

Aku berlari menyusuri koridor sepi sekolahku dengan buru-buru. Sial, gara-gara taruhan konyol tadi sekarang perutku jadi korban dari kejahatan berencana Satria. Bayangkan, mana mungkin aku mau memakan bakso di kantin dengan sepuluh sendok sambal kalau bukan karena duit lima puluh ribu. Emang sih kesannya terlalu minus banget, tapi kan.. aku juga terpaksa ngelakuin itu karena duitku lagi tipis banget. Tapi nggak apa, awas aja, nanti pasti Satria akan kubalas.
Aku segera melangkah masuk ke dalam toilet kosong dan segera mengunci pintu. Tak perlu kuceritakan apa yang kulakukan setelah itu, sekarang pikirkan saja bagaimana cara membalas Satria atas tindak kriminal membawa untung ini, setidaknya aku harus melakukan hal yang sama. Menantang tapi berbayar. Paling-paling aku bisa memberikan iming-iming foto masa kecil Rosa secara gratis pada Satria.

Aku menatap arlojiku setelahnya. Pelajaran Bu Puji masih ada sekitar setengah jam lagi, mungkin tidak ada salahnya kalau aku duduk selama setengah jam di dalam toilet ini sambi scrolling di sosmed. Yah, hitung-hitung dari pada ngedengerin ceramahnya Bu Puji yang bikin tuli akut, masih mendingkan scrolling di sosmed. Nggak guna juga sih kalo jadi stalker atau ngepoin sosmednya orang lain, apalagi aku sering banget ngedenger temen-temen cewek aku ngomongin Chanyeol, Taeyang, dan sejenisnya. Awalnya aku penasaran mereka itu siapa, soalnya temen-temenku bilang mereka itu ganteng banget, tapi kan ya selera orang beda-beda, menurutku cowok-cowok Korea itu sama sekali nggak menarik perhatianku.

Tap.. tap.. tap..

Suara derap langkah kaki dan tawa membuatku mematung di tempatku. Aku menatap layar ponselku yang sedang menunjukan kuis terkini sembari memasang pendengaran tajam-tajam. Aku tidak tahu siapa yang baru saja masuk ke dalam toilet, namun dapat kupastikan bahwa mereka terdiri dari tiga orang.
Ah nggak penting, lebih baik aku melanjutkan kuisku. Pikiranku fokus pada soal-soal yang ada di hadapanku, ini cuma kuis receh untuk menentukan kepribadian apa yang aku punya. Meskipun aku sudah mencobanya tiga belas kali (dan hasilnya selalu sama) tapi tetap saja aku ingin tahu, siapa tahu aku mengalami perubahan. Sialnya dari percobaanku yang ke empat belas kali ini, hasilnya lagi-lagi sama, KOLERIS.

Ah, itu juga tidak penting. Setelah yakin bahwa kepribadianku benar-benar Koleris-aku menjawab soal dengan sejujur-jujurnya-aku memutuskan untuk mengunduh lagu-lagu terbaru milik Eminem, bukan rahasia umum lagi kalau aku adalah penikmat musik beraliran hiphop tersebut. Aku baru saja akan memainkan lagu idolaku itu secara online dengan volume super lirih ketika mendadak suara cekikikan cewek-cewek di luar itu menggangguku. Niat awalnya aku tidak mau peduli, namun ketika tanpa sengaja kudengar satu nama yang kukenal, aku langsung sigap.
“... punya Satria”
“Iya yah, dulu kan gue sama dia satu SMP”
“sayang banget ya dia bisa pacaran sama Rosa”
“Kenapa sih? Kan Rosa cantik”
“Eh, lo bela gue apa Rosa sih?”
“Ya elo lah,”
“Trus lo maunya apa? Mau nunggu Satria putus sama Rosa? Kelamaan”
“Trus gue harus gimana dong? Masa gue harus nikung Rosa sih?”
“Nikung pala lo peyang! Rosa kan temen SMP lo, lo mau dicap jadi Pelakor?”
“Ya enggak sih, ah kalo cuma Rosa sih gue berani, Rosa, didorong pake jempol aja paling jatoh”
Oke, yang terakhir itu benar-benar menarik perhatianku. Aku berjongkok ke bawah untuk melihat sepatu cewek-cewek itu, tiga pasang sepatu yang anehnya kembaran. Warnanya merah muda dengan aksen garis-garis putih, oke, kalo diliat dari sepatunya aja pasti mereka semua itu tipe cewek-cewek manja yang  menye-menye, aku baru saja akan berdiri lagi ketika mendadak kudengar namaku disebut-sebut.
“Lagian lo mau dijotos sama Endita kalo nikung Rosa?”
“Endita yang mana?”
“Ih, masa lo nggak tau Endita sih? Yang sukanya ngintilin Rosa sama Satria kalo lagi apel”
Sialan. Aku dibilang ngintilin Rosa sama Satria.
“Maksud elo Endita yang itu?”ralat nggak tau siapa, aku berdiri di balik pintu, menguping dengan agak geram.
“Iya.. yang ngesok banget itu loh”
“Ah, kalo Endita sih gue nggak takut,”
“Dia pernah berantem sama cowok loh pas SMP”
Berantem sama cowok loh pas SMP? Pas SMP? Pas SMP?
Aku terdiam. Apakah cewek ini teman satu sekolahku dulu? Dengan perasaan kepo akhirnya aku memanjat naik ke atas kloset untuk melihat siapa gerangan cewek menye-menye yang sudah menyeret-nyeret namaku itu. Aku mengintip, dan benar saja, salah satu dari mereka adalah teman SMPku, Dani. Oh, jadi mereka yang udah ngegosip nggak jelas gitu di dalem toilet yang bau ini?
“Emang bener?”tanya cewek yang ditengah. Mereka sedang mencoba sebuah produk bedak dan lipstik. Kalau tidak salah yang berada di tengah adalah Niken.
“Lo nggak tau sih ya pas SMP dia gimana? Gengnya cowok semua”tutur Dani,
“Ih, centil ya brarti”sahut yang satunya lagi. Ealah, aku dibilang centil katanya. Gue sumpahin lipstiknya nyoret sampe kuping.
“Enggak tau juga sih, dulu kalo gue ke kantin pasti ngeliat dia sama gengnya lagi ngumpul sama geng cowok, ngesok banget”
“Iya yah, pas SMP mah sok jagoan, giliran SMA jadi jongosnya Rosa sama Satria”
Mereka bertiga tertawa. Brengsek. Aku dibilang jongos lagi. Dani, Niken, sama yang satunya lagi, sini aku gibeng kepalanya.. aku melompat turun dari kloset, berniat untuk melabrak mereka, namun sepertinya mereka semua kaget dengan suara lompatanku (suara ini didukung oleh sepatu bootku yang berbobot kurang lebih 3 kg) sehingga mereka bertiga teriak dan buru-buru lari.
Aku membuka pintu kamar mandi, dan ponselku terjatuh ke ubin.
Cih. Baru denger suara sepatu aja langsung ngibrit kaya ngeliat setan, gimana kalo entar gue gibengin satu persatu?
Anjay. Sambil memungut ponselku, aku menggerutu tidak jelas. Sialan. Aku pasti akan membalas mereka yang berani mengatakan diriku adalah jongos.

BadAssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang