Bab 1

34 1 0
                                    

Ada dua alasan kenapa aku pergi ke sekolah. Pertama, karena teman-temanku, dan kedua karena uang. Dan sejujurnya, alasan terakhir itu lebih mendominasi.

Coba, bayangin aja, hidupku jauh dari kedua orang tuaku, meskipun kami berasal dari keluarga yang berada, tapi rumah kami terletak di kawasan minim penduduk yang menyebabkan sekolah di sana hanya dihuni oleh segelintir anak. Lagi pula, sekolahnya agak nggak mutu.

Bukannya aku mau sok borju yah, tapi kan.. sebagai remaja SMA yang sedang puber-pubernya, aku kan juga ingin merasakan bangku sekolah yang indah. Meski harus tanpa pacar, setidaknya ada teman-teman yang mau menghabiskan waktu denganku. Karena hal itulah aku memutuskan untuk sekolah di kota sebelah yang jaraknya kurang lebih dua belas kilometer dari rumahku. Aku terpaksa ngekos, dan karena hal itu jugalah aku selalu merasa kesepian. Meski aku lebih suka mbolos daripada ikut pelajaran, tapi tidak suka jika harus bolos sendirian.

Tahu tidak, rata-rata teman SMA-ku adalah laki-laki. Mereka bandel banget, dan aku suka temenan sama mereka. Mereka jugalah yang sering bolos bareng sama aku. Sementara itu, teman perempuanku dapat dihitung dengan isapan jari, aku memiliki dua teman cewek yang akrab denganku, namanya adalah Rosa dan Winda. Satu-satunya alasan aku mau berteman dengan mereka, meskipun mereka tertarik sama cowok, tapi gaya pacaran mereka nggak menye-menye kaya cewek kebanyakan. Mereka juga jarang banget ngomongin cowok, lebih seringnya ngegosip ria ngomongin anak-anak drama queen atau hal-hal yang lagi viral. Dan aku nyaman banget sama mereka. Kalau semisal mereka ada masalah sama cowok, mereka nggak akan ambil pusing, kalo nggak didiemin, langsung aja diputusin.

Kayak Rosa sama Satria misalnya. Mereka udah pacaran lama banget, sering berantem, dan hampir tiap saat putus nyambung. Kalau lagi ada masalah, terkadang Rosa memilih diam, membiarkan Satria yang sikapnya kaya bayi untuk misuh-misuh. Kadang karena sikap Rosa yang seperti inilah yang membuat Satria jengkel dan memutuskan untuk putus. Dan Rosa fine-fine aja tuh, malah ujung-ujungnya, Satria yang balik lagi ke Rosa, tanpa sepatah kata minta maaf tiba-tiba mereka udah balikan lagi, ketawa bareng seakan nggak ada hal apapun yang terjadi.

Sementara Winda, meski dia cantik dan gayanya tomboy, tapi aslinya dia cewek banget. Urusan cowok, Winda juga nggak ambil pusing, dia emang suka mantengin cowok-cowok cakep, tapi sekalinya cowok itu ngesok atau sebagainya, langsung deh dia ilfeel, diantara kami bertiga, Winda adalah yang terlalu peka sama perasaannya, tapi meskipun begitu, sebagai cewek yang ngakunya tomboy, dia lebih memilih untuk bersikap cuek ketimbang baper.

Intinya, mereka berdua adalah teman yang asik dan nyenengin abis. Mereka satu-satunya teman yang mengerti aku dari dalam maupun dari luar. Dan mereka juga tempat aku curhat habis-habisan. Walaupun teman cowokku banyak, tapi tetap saja aku membutuhkan figur teman perempuan.

Dan itulah alasan aku pergi ke sekolah.

Sementara alasanku yang kedua adalah karena uang.  Karena hidup di kos-kosan lah aku jadi sulit mengatur keuangan ku. Orang tuaku selalu mengirimiku uang tiap akhir Minggu, tapi terkadang, sebelum akhir Minggu datang uangku malah sudah habis duluan. Aku sering banget nggak punya uang karena sibuk beli barang-barang favoritku-yang sebenarnya nggak guna juga-kayak stik es krim atau karung tinju. Kadang aku malah sok-sokan nraktir teman-temanku. Oke, kayaknya aku emang sok borju deh.

Hal itulah yang membuatku bokek dan sering ngutang di sana-sini. Dan demi memenuhi rencana "Perut Kenyang" aku telah menyusun cara bagaimana cara mengatasinya, yaitu  berteman dengan orang-orang tajir di sekolah. Untung aku tak memiliki masalah sosial sehingga dengan mudah berbaur. Salah satu contoh target yang berhasil masuk ke rencanaku adalah Satria pacarnya Rosa. Di jam istirahat pertama, Winda memiliki kesibukan untuk melakukan cod di sana-sini demi gerai olshopnya sehingga Rosa memintaku untuk menemaninya apel. Rosa tau kesibukan ku dengan teman-teman cowokku, makanya, dengan iming-iming ditraktir Satria, yah.. terpaksa aku mau deh. Lagian lumayan, meskipun harus jadi obat nyamuk, yang penting perutku kenyang.

BadAssTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang