Aku berjalan keluar dari pusat perbelanjaan itu dengan langkah berat. Tanganku mendekap erat kantong berisi belanjaan di dadaku. Isinya sirup mapel pesanan Ren adik kembarku dan hadiah Natal yang terlambat─sangat, sangat, terlambat juga untuknya. Kupikir aku sudah terlalu tua untuk hadiah Natal dan omong kosong soal Santa Claus tapi hell, Ren tetap memberikanku sebuah hoodie dengan lambang Iron Man enam hari yang lalu. Tidak lucu kan, kalau aku tidak membalasnya dengan apapun saat tahun baru? Jadi aku memberinya sweater berwarna merah, untuk membuatnya terlihat sedikit mencolok. Yah, bukan salahku kalau setiap kali orang melihat kami berjalan berdua, mereka tidak melihatnya. Aku memang punya pesona ala superhero dan daya tarik luar biasa, terima kasih Tuhan.
Setelah keluar, aku menekan tombol lift ke bawah dengan tidak sabar. Sekarang sudah jam 9 lewat 50 menit malam hari (source: jam tangan Hello kitty. Jangan bertanya, ini hadiah dari kotak sereal. Kau kan tidak bisa mengharapkan jam Rolex berhiaskan Swarovski keluar dari kotak Cheeri-O).
Perjalanan dari sini ke apartemen tempat kami berdua tinggal setidaknya satu setengah jam, dan sebisa mungkin aku ingin sampai sebelum tengah malam. Ini adalah New York. Siapapun ingin segera menonton bola raksasa di Times Square itu dijatuhkan secara live di TV. Aku menggoyangkan kakiku dengan tidak sabar. Seseorang harus membuat lift bergerak dengan kecepatan cahaya. Lift kaca ini betul-betul menyebalkan.
Aku mempertimbangkan untuk terjun dari kaca jendela mall sebelum akhirnya pintu lift itu terbuka. Aku menengadahkan tangan ke atas dengan penuh syukur sebelum masuk ke dalam. Aku mendapati seorang pria yang terlihat lebih tua dariku sudah ada disana terlebih dahulu. Aku masuk ke dalam, mataku tidak beralih dari pria yang berada di depanku.
Pria itu terlihat... unik.
Bukan unik semacam itu! Bagaimanapun kau melihatnya, aku itu straight! —Mungkin, Maksudku, superhero macam apa yang gay? Memangnya kalian di luar sana akan menduga setiap pemuda berumur 19 tahun yang mengamati pria yang lebih tua darinya di dalam lift dengan wajah serius seorang homo? Damn!
Ehm, maksudku, pria itu terlihat sedikit mencolok. Rambutnya berwarna pirang pucat dan terlihat sedikit berantakan. Kulitnya putih pucat, nyaris seperti orang sakit. Pria ini jelas-jelas tidak pernah pergi ke pantai dalam waktu lama. Mata birunya yang sangat kontras dengan kulitnya terpaku pada kaca tembus pandang lift yang menampilkan pemandangan di luar mall ini. Sebisa mungkin aku tidak tersenyum melihat alisnya yang abstrak. Kedua alis yang nyaris tertutup poninya itu terlihat seperti ulat bulu yang tersesat dari sarangnya. Ia melipat tangannya di depan dada, menutupi lambang Union Jack ala vintage yang berada di jaket hitam yang ia resliting penuh. Ia memasangkan jaket itu dengan celana jins yang berwarna pudar, yang membuatnya sebenarnya terlihat satu dua tahun lebih muda. Tatapannya benar-benar kosong dan ia nyaris tidak bergerak. Orang yang masuk bisa-bisa mengiranya manekin. Satu-satunya tanda kehidupan yang ditunjukkannya adalah uap yang mengembun di kaca setiap kali ia menghembuskan napas. Aku menekan tombol 'G' pada lift, dan menyadari bahwa tidak satupun dari tombol itu menyala. Aku mengerutkan kening. Pria ini sebenarnya mau kemana?
Aku berusaha menatap ke arah yang sama dengan tatapannya, mencari apa yang sebenarnya ditatapnya. Setelah setidaknya satu menit mencari, aku menyerah. Nihil, aku tidak menemukan apapun. Ketika aku berbalik, kusadari pria itu sekarang menatapku.
"Apa?" Ia hanya menggeleng kecil seraya kembali menatap ke apapun-yang-dari-tadi-ditatapnya.
"Tidak, tidak apa-apa," gumamnya pelan.
Aku menangkap logat Inggris kental dalam kata-katanya. Mungkin dia turis? Tapi turis macam apa yang masuk ke dalam salah satu department store terbesar di New York tanpa membeli apapun? Aku pura-pura mengalihkan pandangan ke lampu parameter lift yang menunjukkan bahwa kami sedang turun. 12... 11... 10... 9... 8...
KAMU SEDANG MEMBACA
Feuerblume (New Year eve tragedy)
Fanfiction[ TWOSHOOT - HUNHAN ] Luhan jarang bermimpi buruk. dia juga tidak merasakan firasat apapun ketika menaiki lift di salah satu gedung. sampai dia bertemu dengan seseorang yang membuat malam tahun barunya berubah. *** Inspired song Fire Flower by Len K...