Kematian menurutku akhir dari segalanya, jika kematian itu datang ke padaku, aku akan menyambutnya dengan hangat karena saat itulah akhir dari tugas-tugas yang mengekangku.
Mimpi yang sama kembali ku alami, tetapi kali ini hanyalah sebuah suara, tidak ada wajah samar seperti sebelumnya. aku pun membuka mata dan terlihat rembulan, ya.. aku tertidur hingga malam. tanpa memikirkan mimpi itu, aku bergegas pergi untuk menghindari malam yang mencekam seperti ini.
Aku berlari pelan untuk tidak tersandung sesuatu, karena desa pada malam hari itu hanya ada beberapa sinar dari lampu jalan, itu pun tidak begitu menerangi jalan. Semakin ku mendekati pemukiman, semakin sunyi suasana disekitar ku, hanya suara pijakan kaki yang menemani kesunyian ini, tapi bukan hanya suara pijakan kaki ku, ku rasa suara pijakan satu orang tidak seramai ini.
"sia-siapa saja, tolo..ng" terdengar seseorang berteriak tepat pada persimpangan ku berada, namun saat ku hampiri asal suara tersebut, aku mengurung kan niat untuk menolongnya dan mengintip dari celah tiang listrik dan dinding. Seseorang menusuk mulut gadis tersebut saat sedang terbuka, mengiris dan memotong lidah gadis yang meminta pertolongan tersebut hingga gadis itu terkapar tak bernyawa. lelaki itu bertopeng musang, dan ia berada tepat pada pijaran lampu jalan, karena itu aku bisa melihatnya secara menyeluruh namun aku tidak bisa memastikan siapa gadis yang dibunuhnya.
Aku menjadikan kematiannya sebagai tontonan yang menegangkan, karena tidak ada pilihan selain menjadikannya tontonan sampai mereka menghilang saatku mengusap mata karena keringat. Ku lanjutkan perjalanan menuju rumah, tetapi langkah ini ku percepat karena aku tidak ingin kejadian gadis tersebut mengenaiku juga. Suara pijakan lebih dari satu orang terus terdengar, layaknya mengejar pencuri pada malam hari. Aku yang ketakutan, semakin menambah kecepatan berlariku hingga sebuah pintu yang ku tinggali terlihat olehku. Ku tabrak pintu tersebut, menimbulkan suara keras tetapi para tetangga sepertinya tidak peduli atau memang mereka takut untuk melihat keluar jendela. Disambut dengan tatapan amarah kakek, aku sudah menduganya sejak bangun ditengah bukit itu.
***
"Apa kau tidak memakai make up? mata mu terlihat seperti panda yang kelaparan" ucap Osama meledek ku seraya mencontoh gerakan panda yang dia maksud.
Malam itu waktu tidur ku berkurang karena mendengarkan ceramah dari kakek, dan hadiah dari itu adalah mata panda yang Osama sebut ini. "terserahh kau,sialan" ucap ku kesal karena pagi-pagi seperti ini dengan ruangan kelas yang berisikan siswa lain kenapa harus aku yang terus diledek atau dijahili lelaki sialan ini. Aku meninggalkan kelas bermaksud membolos pada pelajaran pertama, namun obrolan sekumpulan gadis pada lorong kelas menyita perhatianku.
"akhirnya, Naomi dan kawan-kawan sudah ditiadakan" kata gadis berambut pendek dengan nada bicara puas akan hal itu.
"Si Reynard itu sudah menghabisi mereka, jadi kita hanya perlu merahasiakannya saja." ucap temannya disertai anggukan yang lain.
Sepertinya bukan hanya orang tua yang demam bergosip, tetapi anak seumuranku sudah mempelajari ilmu-ilmu bergosip itu sejak remaja. Aku mendekatinya dan mengatakan "sebelum kalian merahasiakannya, aku sudah mengetahui. dan kalian harus tau, yang kalian bicarakan belum tentu menjadi kebenaran." ketika ku berada disamping gadis berambut pendek itu.
Mereka menatapku, terus menatapku, sampai salah satu dari mereka mengajak untuk pergi dari hadapanku. "ada apa? apa mereka takut melihat mata panda mu?" kata Osama terkekeh.
"Diam. ku ingin bertanya." kata ku dengan nada sedikit membentaknya, "ku ingin tahu, siapa pemilik kursi di belakang ku?" lanjutku menunjuk kursi berdebu dan penuh coretan tersebut dari luar kelas, tepatnya depan pintu kelas kami. Osama terdiam, matanya mengarah pada langit-langit lorong kelas dan menghembuskan nafas berat.
YOU ARE READING
SECRET
Mystery / ThrillerKematian adalah hal terindah untukku, tapi tidak dengan mereka. Seberapa banyak ku berbuat baik, seberapa ku berbuat buruk. Neraka ataupun surga tidak akan menerima ku.