Zwei (2)

35 13 14
                                    


Matahari mulai menampakan dirinya, menyapa setiap manusia yang sudah siap melakukan aktivitasnya dipagi hari dan diiringi dengan suara ayam berkokok serta kicauan-kicauan burung-burung yang mulai bersahut-sahutan. "ARAAA," teriak seorang cewek sambil menggedor-gedor pintu kamar berwarna merah meda yang dimana terdapat tulisan 'Aurora Anjani' disertai gambar-gambar artis korea favoritnya disekitaranya, "AURORA! BANGUNNN, UDAH JAM 6 LEWAT!"

"Astaga ini anak susah banget dibanguninnya," perempuan itu masih menggedor-gedor pintu namun kini lebih keras, "AURORA BANGUN! INI HARI PERTAMA MASUK KELAS KAN. MASA UDAH MAU TELAT AJA," ucap perempuan itu dengan lebih keras. "De, bangun doong. Kasihan mama dari tadi teriak-teriak," Akbar akhirnya ikut turun tangan membantu mamanya membangunkan adiknya yang sedari tadi belum bangun juga. Mendengar suara yang sangat berisik dari luar kamarnya pun membuat perlahan cewek itu membuka matanya dengan masih setengah sadar ia pun melihat ke arah jam dinding yang di dalamnya terdapat gambar artis korea yang merupakan karakter idola favoritnya . Kemudian ia langsung loncat membangunkan dirinya karena kaget melihat waktu sudah menunjukan pukul enam lewat lima menit.

"ASTAGAAAA, KOK ARA GA DIBANGUNIN SIHHH," teriaknya sambil membuka pintu kamar, "NDASMU GA DIBANGUNIN. INI DARITADI UDAH RIBUT-RIBUT EMANG KAMU SANGKA NGAPAIN? DEMO?" Aurora pun menghiraukan ucapan abangnya dan langsung lari menuju kamar mandi.

15 menit sudah terlewatkan, Aurora sekarang nampak sudah siap untuk berangkat kesekolah. Ia pun berpamitan dengan kedua orang tuanya, kemudian berjalan menuju sekolah menggunakan sepeda kesayangannya yang berwarna pink. Meskipun sudah ditawari tumpangan oleh abangnya, namun ia tetap menolak karena anak itu lebih suka kendaraan yang tidak menyebab asap dan polusi yang sudah menyelimuti kotanya itu dan juga menaiki sepeda lebih menyehatkan menurutnya. Anak itu memang sangat peduli lingkungan dan kesehatannya sendiri.

---

"Astaga, astaga, astagaaa. Semoga ga telat pliss," ucap Aurora yang kini sudah sampai parkiran sekolahnya sambil melihat jarum jam yang sudah menunjukan angka 06.35, ya meskipun jarak sekolah dengan rumahnya terbilang dekat namun tetap saja karena ia naik sepeda perjalanan pun jadi lebih lama walaupun ia tadi sudah mengayuh sepedanya dengan cepat. Kini ia setengah berlari menuju kelasnya karena takut telat -walaupun sudah terhitung telat dari waktu seharusnya- dihari pertamanya masuk kelas setelah menjalani acara ospek yang cukup melelahkan.

Akhirnya Aurora sampai didepan pintu berwarna biru coklat dan terdapat tulisan X IBB 10. Ia mengingat sebentar perkataan karyawan TU kemarin yang menyebutkan kelas dimana ia seharusnya berada. Setelah yakin, ia mulai mengetuk dan memegang gagang pintu untuk membuka pintu namun belum sempat pintu terbuka ia dikagetkan oleh suara berat dari arah belakangnya, "Ekhem," ia langsung menoleh ke sumber suara yang mengagetkannya, "Kamu murid kelas sini?" lanjutnya. Perempuan itu mengangguk, "Iya pak," sambil tersenyum tipis menutupi ketegangannya.

"Kok baru dateng jam segini?" tanyanya kembali

"Kesiangan pak, maaf hehe," jawabnya sambil tertawa malu

"Yasudah, karena memang ini hari pertama jadi saya wajarkan."

"Ayo masuk," ajaknya sambil membukakan pintu untuk perempuan itu.

Aurora masuk ke dalam kelas dan diiringi dengan pria tua berbadan tinggi namun buncit yang membukakan pintunya tadi. Kelas pun semakin terasa hening, selain kedatangan seorang guru, juga karena memang mereka baru kenal satu sama lain, jadi memang belum terlalu berisik seperti kelas sebelas ataupun kelas dua belas. Perempuan yang baru saja masuk itu buru-buru menuju kursi kosong didepannya. Namun sebelum ia beranjak terdengar teguran dari bapak tua yang masuk berbarengan dengannya, "Eh eh, mau kemana kamu? Sini dulu. Temani bapak didepan, hehe," ucapnya dengan aksen jawanya yang masih kental dan senyum ala-ala guru genit yang biasa menggoda para muridnya. Perempuan itu langsung terdiam ditempatnya semula

Heart ShakerWhere stories live. Discover now