Theo berjalan. Menelusuri sepanjang lorong saat masuk ke dalam rumah. Raut sendu pria itu yang terlihat jelas benar-benar berbanding terbalik dengan raut wajahnya bersama Derish yang terekam dan masih terpajang dalam beberapa bingkai yang ada di sepanjang dinding.
Tidak ada lagi tawa bahagia dan sentuhan hangat di antara kedua orang itu. Yang tersisa hanyalah rasa tidak nyaman dan keinginan untuk saling menjauh satu sama lain.
.
.
"Jangan masuk. Taruh saja koper itu di sana. Aku tidak ingin sekamar denganmu." Derish memerintah tajam saat Theo ingin mengikuti wanita itu masuk ke dalam kamar.
"Baiklah. Kamu boleh memiliki kamar kita. Biar aku tidur di kamar tamu."
Theo melepaskan pegangan tangan pada koper. Membiarkan Derish mengambilnya, lalu tidak lagi berterimakasih, wanita itu langsung membanting pintu tepat di depan wajah suaminya.
.
.
"Apa yang kamu lakukan di sini?!"
"Memasak. Apa lagi yang bisa kulakukan di dapur selain membuat makanan."
Derish acuh. Theo kembali berulah untuk mendapat perhatian wanita itu.
"Kamu mau apa?" tanya pria itu lembut yang hanya diacuhkan istrinya.
Sementara Derish terdiam, Theo terus memperhatikan gerak wanita itu yang sekarang sudah berjalan menuju counter dan meraih satu gelas untuk digunakannya minum.
"Ibu dan Ayah akan datang hari ini."
"Bukan urusanku. Lagi pula, ini rumahmu. Mereka bebas untuk datang."
"Mereka datang untuk menemuimu!" Theo setengah berteriak saat Derish telah kembali melangkah, menjauh, dan masuk ke dalam kamar dengan masih membanting pintu setiap saatnya. Membuat pria itu cemas. Terus berdoa dalam hati, agar istrinya tersebut mau menemui kedua orangtuanya.
.
.
Derish hanya menutup rapat mulutnya. Tidak tahu harus berlaku seperti apa di depan kedua mertuanya.
"Apa kamu masih marah pada ibu?"
Marah? Aku lebih seperti kecewa padanya.
"...."
"Maafkan ibu, Derish. Ibu dan Ayah sama sekali tidak bermaksud untuk menipumu."
Tetapi kalian ikut bekerjasama dengan pria brengsek itu. Sama saja bukan bahwa sejak awal kalian ingin ikut balas dendam padaku?!
"...."
"Katakanlah sesuatu, Derish. Ibu sedang benar-benar ingin bicara padamu," sela Theo di tengah diam istrinya. Saat itu, nada suaranya yang memohon terdengar seperti perintah di telinga Derish. Membuat sumbu amarah wanita itu kembali terbakar.
"Aku pergi. Sebenarnya, aku sama sekali tidak ingin berada di sini. Pria itu. Ia hanya selalu memerintah egois dan mengatur hidupku. Sementara kalian. Pada akhirnya kalian hanya peduli pada pria egois itu." Derish berdiri. Bangun dan siap meninggalkan ruangan.
"Mau kemana kamu?!" Theo setengah berteriak. Sudah menahan satu tangan wanita itu.
"Berhenti memerintahku! Sekali lagi kutekankan bahwa aku bukan istrimu! Aku di sini karena ingin membuatmu menderita, brengsek!" Derish mencemooh. Kata-kata yang tidak biasa diucapkan itu keluar lancar dari bibirnya. Ia muak. Tidak lagi ingin menerima perintah dari siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Story
Romance[Romance - 19+] Follow dulu, baru dibaca. Wanita itu berkata: Aku ini hanyalah pemeran pengganti. Dari awal hingga cerita selesai, aku bahkan tidak memiliki peranku sendiri. Seperti gelap dan terang. Pada akhirnya, aku hanya menjadi bayangnya. Jadi...