Satu

1.2K 80 57
                                    

Mati gue! Mata gue tertuju pada satu titik. Disana ada dia. Hiiih Menyeramkan! Sangat! Rasanya mata gue silau melihat kulit putihnya dari kejauhan sini. Dia sedang asyik mendengar musik earphone berwarna putihnya, gue tebak pasti itu earphone dari merk Iphone.

Matanya terpejam. Menandakan kalau dia sedang menikmati alunan lagu yang tengah di dengarnya. Gue memperhatikan sepenjuru kelas. Hanya tinggal satu kursi yang tersisa, dan itu tepat di samping dia! Oh tidak. Ini bencana, kenapa gue harus bangun telat di hari pertama semester satu kali ini!

Tunggu dulu, ada satu lagi kursi kosong. Gue mendekat ke arah Giya teman dekatku.

"Giya, di samping lu kosong kan?" tanya gue sesudah di dekat kursi Giya. Btw Giya ini cewek ya! Cewek mesum.

Dia beralih menatap gue dari layar hpnya. Giya seperti nya sedikit terkejut. Hmm, agak aneh.

"Ehh, Luki. Sorry ya, di samping gue udah ada penunggunya." kata Giya dengan wajah sok innocentnya. Sok merasa bersalah gitu.

"Siapa?"

"Rendi. Hehehehe." Giya tertawa layaknya nenek lampir yang kecentilan. Gue gak heran sih, Giya sejak kelas sepuluh suka sama Rendi. Tapi pas baru kelas 12 dia mencoba PDKT. Goblok memang.

"Tuker tempat duduk, mau?" tawar gue.

"Gak mau lah. Ini saat - saat yang paling gue tunggu - tunggu tau gak? Udah dari pas kita libur panjang tau gak gue maksa Rendi biar kita sebangku. Lu tau gak?" tolak Giya Sarkatis.

"Gak tau. Udahlah kita tukeran. Takut gue sama dia. Dia aneh." gue menunjuk ke arah Allan. Si manusia yang Cold, weird, creepy and Arrogant.

Giya melihat mengikuti kemana arah telunjuk gue. Seketika dia kejang - kejang kayak orang ayan.

"Gak mau gue!" Tolak Giya mentah - mentah.

"Ih, lu jahat banget! Waktu kelas 11 pernah aku sebangku sama Allan. Lu tau? Dia sombong banget. Dingin, serem. Mati kaku kalau duduk sama dia lagi aku." jelas gue meminta belas kasihan dari Giya.

"Gak." kata Giya tega.

"Kuylah." gue harus paksa nih cewek mesum! Gue menarik - narik lengan kanan Giya kuat - kuat.

"Tetep gak mau! Lepasin ah." Giya melepaskan tarikan tangan gue lalu kembali fokus sibuk memainkan hp pintarnya. Hmm, terpaksa harus menggunakan cara kasar. Giya sendiri yang memintanya bukan?

"Ya, mau gue bocorin rahasia lu sama emak lu? Biar hp lu disita." tubuh Giya langsung menegang. Rasain!

"Kalau lu sering nonton aktor di Film JAV?" goda gue dengan senyum jahat. Hahaha. Memang ancaman Luki Andriwa si manusia paling tampan ini sangat mengitimidasi.

"Ih jangan dong. Jahat banget lu."

"Makanya, mau gak tukeran?" tawar gue lagi.

"Iya deh. Lu itu jahat! Tau gak?!" Giya segera berdiri dari kursinya dengan meneteng tas kesayangannya dia berjalan ke kusir di dekat Allan. Terlihat sekali kalau raut wajah Giya terlihat sedih dan juga ketakutan. Giya segera mendudukan bokongnya di kursi sebelah Allan.

Gue yang sudah merasa lega langsung saja duduk di kursi bekas Giya. Haah~ nyamannya. Gue segera meletak tas gue di lantai bawah kursi. Gue mengambil Hp di saku baju seragam sekolah. Upacara pasti masih lama. Ini kan hari pertama masuk. Lebih baik membuka sosmed. Melihat berita apa saja yang sedang terjadi di seluruh dunia.

Lagi asyik menscroll home instagram. Terasa di samping gue ada orang yang duduk. Rendi pasti baru dateng. Dia pasti heran kenapa gue yang ada di sini. Bukannya si Giya. Udah lebih dari 10 menit deh rasanya, kok gak ada reaksi keheranannya ya Dari Rendi? Gue keluar dari Ig dan menghentikan aplikasi tersebut.

Gue menoleh ke arah samping kiri gue. Dan tiba - tiba tubuh gue rasanya kejang - kejang, keringat sebiji jagung terbentuk di muka gue. Suasana kelas terasa begitu berbeda. Rasanya El-Nino menyerang kelas gue secara tiba - tiba. Rasanya baju seragam yang tengah gue kenakan basah akan keringat.

Allan Sandreas. Iya tau. Namanya bukan nama umun orang indo. Dia itu blasteran. Gak tau dari mana ortunya berasal. Pokonya yang gue tau bapaknya Allan itu bule. Emaknya asli indo. Muka nya ganteng. Kulitnya putih, matanya biru kayak orang barat gitu. Rambut nya hitam. Hidung terlalu mancung. Badannya jangkung. Bahkan banyak cewek yang suka sama Allan. Cuman ya gitu, dia menyeramkan.

"Kenapa, lo? Takut sama gue?" tuhkan! Dia bisa baca pikiran orang!

"Gak, biasa aja." jawab gue berusaha tidak terbata - bata.

"Terus, kenapa ekspresi muka lo kayak gak seneng kalau gue duduk disini?" tanya Allan.

"Enggak, seneng malahan." kata gue dengan senyum lebar yang di paksakan. Mata birunya meneliti muka gue.

"Baguslah." lalu dia memakaikan eraphone nya kembali. Dan, seperti biasanya Allan kembali dingin dan masa bodo. Terkadang gue berpikir kalau Allan itu punya kepribadian ganda. Kayak di film -film horror. Atau gak di Vampir? Kayak film twilght. Soalnya fisiknya dan kelakuannya mendukung banget. Waktu kelas 11 kemaren Allan pernah sesekali mengendus - endus leher belakang gue sewaktu lagi asyik nulis. Itulah kenapa gue takut sama Allan. Kelakuannya aneh.

Padahal gue sangat berharap dikelas 12 ini tidak sebangku dengan orang aneh ini lagi.

Namun kenyataan tak seindah ekspetasi. Kenapa dia rela pindah di dekat gue? Tunggu! Atau Allan sudah ketagihan dengan aroma darah suci gue? Siapa tau dia memang Vampir? Hiih besok - besok entar ke sekolah bawa bawang putih. Biar si Allan jauh jauh dari gue.

.

.

.

.

.
.

Always In The Near You (Boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang