Tequila

184 5 5
                                    

Gerungan motor menembus kesungian malam yang dingin. Aku dan Dev sama-sama mengendarai motor dengan kecepatan rata-rata 70km/jam menuju salah satu tempat lounge di pusat kota. Sesampainya di sana Dev memesan dua shots Martel Gordon Blue dan sebotol bir dengan ambisi ingin mabuk karena sedang patah hati, sementara aku hanya sebotol bir yang kurasa cukup karena aku ingin pulang dengan selamat sampai tujuan.

Musik di tempat ini tidak terlalu keras tapi juga tidak pelan, temponya pun tidak terlalu cepat tapi juga tidak terlalu lambat. Ababil mungkin dibacanya. Sesuai sekali dengan bocah yang bernama Dev yang duduk di depanku saat ini. Hanya karena patah hati iya bersedia mabuk-mabukan sebagai bentuk selebrasinya.

"Jo, pokoknya aku pengen mabuk malam ini." katanya dengan nada frustasi kepadaku.

"Silakan, tapi pikirkan dulu bagaimana kamu pulang." jawabku.
Dia terdiam sesaat, "Bagaimana nanti saja."

Aku pun diam. Firasat tidak enak. Mungkin malam ini aku akan direpotkan dengan tingkah mabuk seorang biji cabe yang mungkin akan sangat menyulitkan.

Minuman datang. Guratan sedang terlukis jelas di wajah Dev.

"Bagaimana aku bisa mabuk dengan dua shots Martel dan sebotol Bir?" tanyanya bingung.

"Kamu tipe orang yang gampang mabuk kah?"

"Lumayan." jawabnya singkat.

"Minumlah dengan tempo cepat, pasti cepat naiknya." jawabku. Jawaban badoh ku ini yang memulai penderitaanku malam ini.

Tanpa pikir panjang Dev menenggak dua shots Martel sekaligus.

"Sudah cukup dulu. Birnya nanti." sergahku. Takut terjadi sesuatu yang aku tidak inginkan tapi dia inginkan.

Dia menurutiku sebentar. Lalu kemudian minum bir dengan tempo cukup.

Aku? Mengamatinya sambil meminum bir seteguk dan seteguk.

"Kok aku belum mabuk sih, Jo?"

"Belum. Sebentar lagi."

Tanpa disadari kawan-kawan Dev sudah tiba. Pemilik tempat yang menjual kopi tadi. Kami memang sempat janjian saat pulang tadi. Mereka duduk bersama kami. Ada satu laki-laki dan satu perempuan. Yang laki-laki namanya Dre dan yang perempuan namanya Grace. Kami membaur satu sama lain dan saling berbincang.

Dev mulai aneh, dia mulai merancau dan tampak bahagia sendiri.
"Aku mulai pusing, mungkin aku sudah mabuk!"

Kami tertawa bersamaan. Mulai tertarik mengerjai dia.

"Dia minum apa tadi,Jo?" tanya Grace.

"Dua shots Martel. Dan minum bir. Masih ada itu birnya. Lebih baik kalau dia mau tambah larang saja."

"Iya, bisa-bisa dia bikin malu." kata Grace setuju.

Dev mulai merancau lagi. Tak jelas apa yang dia bicarakan. Tapi sedikit dia bicarakan mantannya yang juga wanita itu berprofesi sebagai seorang dokter. Dan, Dev ingin order Martel lagi. Kami larang, menyarankan minum bir saja. Dev mulai marah-marah. Akhirnya kami biarkan. Dua shots Martel Gordon Blue lagi yang dia pesan. Kami? diam saja mulai berantisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah minumannya datang Dev langsung menenggaknya sampai habis seperti orang kehausan.

Dev mulai merancau lagi. Bercerita dia tentang dirinya sendiri yang memang belum terlalu kami ketahui.
"Jadi ya aku sama Putri itu memang baru sebentar jadiannya, tapi dia itu hot banget di ranjang. Dan dia selingkuh!"
Aku terdiam.
Grace juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Love You, Brengsek!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang