PELAYARAN KE MAN NORRAH

21 2 1
                                    

PELAYARAN KE MAN NORRAH

Bandar pelabuhan Kophen mulai ramai. Angin musim telah berhembus ke Barat. Saat yang tepat untuk melakukan pelayaran. Terlihat seorang lelaki berdiri menatap laut lepas di tepi pelabuhan. Asap tembakau terbakar mengepul dari pipanya. Sejenak, lalu dia membalik badan, berjalan menuju bar terdekat. Di sana dia memesan segelas bir. Rambutnya panjang sepunggung. Tatapannya tajam. Dia yakin akan sesuatu.

Di sudut bar itu duduk pula seorang lelaki lain. Dia asyik memangku seorang perempuan sembari meracau. Mungkin dia setengah mabuk. Lelaki muda itu tidak mempedulikan sekitarnya. Kiranya dia tengah tenggelam di dalam kenikmatan. Lelaki berambut panjang tadi menoleh ke arah lelaki muda yang tengah mencumbui perempuan di pangkuannya tersebut. Lelaki berambut panjang itu segera berjalan mantap ke arah lelaki muda itu. Sesampainya di sana, dia menarik lengan perempuan yang tengah dipangku lelaki muda itu, dan menyuruhnya pergi.

"Hei... itu perempuanku!" kata lelaki muda.

"Kau akan mendapatkan yang sepertinya di bandar berikutnya," kata lelaki gondrong tersebut.

"Aih... Kepar..." pemuda itu tak melanjutkan kata-katanya ketika melihat siapa yang berbicara, "Kapten... Kapten Singasurana... maaf, aku sedang bersenang-senang... ."

"Saatnya sudah tiba."

"Perburuan?"

"Kolektor itu akan membayar mahal jika kita bisa mendapatkannya. Dan, inilah saatnya."

"Kita akan ke mana?"

"Aku sendiri belum tahu. Yang jelas, kita ke Barat. Kita akan ke Pulau Nango Land, menemui seorang teman di sana. Lekas, kita siapkan kapal!"

"Aye... aye... Kapten," pemuda itu berdiri sempoyongan, masih pusing kepalanya.

"Hei, Wanaratna, jangan lupa kaukabari Wanaraseta. Tanpanya, kita bisa jadi sasaran empuk di tengah samudera. Bilang padanya, siapkan mesiu, meriam, dan senapan. Sedangkan kau, siapkan logistik. Raditewage akan menempuh petualangan baru. Dia harus prima."

"Aye... aye... Kapten... ."

Setelah hari beranjak malam, mereka bertiga mengangkat sauh, berlayar ke Barat. Petualangan mereka pun dimulai.

Angin musim membawa kapal yang dinamai Raditewage itu menuju ke Pulau Nango Land. Pada pulau itu terdapat pula sebuah bandar pelabuhan. Pulau ini biasanya menjadi tempat singgah para pelaut dan pedagang. Raditewage segera bersandar pada bandar pelabuhan di sana. Ternyata sudah menunggu dalam balutan kain merah, seorang lelaki dengan pipa mengepul di mulutnya.

"Jakakelana..." sapa Singasurana.

"Singasurana... lama tak bersua," jawab lelaki berkain merah yang disebut Jakakelana tersebut.

"Kausudah menerima pesanku rupanya."

"Ya, saat ini adalah musim yang tepat untuk berburu. Berapa kita akan dibayar?

"Seratus dua puluh peti emas untuk satu ekornya! 70 - 30 ya?"

"50 - 50!"

"Aih... keparat tengik... . Aku harus memberi makan dua mulut yang lain dan merawat Raditewage! 60 - 40!"

"Hahahaha... . Kau terlalu baik hati sebagai pelaut. Baiklah, 60 - 40!"

"Jadi, ke mana kita akan berburu?"

"Aku dengar kini para Zyren membangun sarang di Barat, di karang besar Man Norrah."

"Tapi, tidak mungkin kita ke sana. Kapalku bisa karam! Adakah alternatif lain?"

"Ada. Kita ke Barat Daya," kata Jakakelana sembari membuka peta.

"Baiklah, kita berlayar ke Barat Daya."

PELAYARAN KE MAN NORRAHWhere stories live. Discover now