1 - Kejutan

81 5 1
                                    

"Mas, aku mau konsep resepsinya kayak nikahannya Laras sama Niko ya. Simpel gitu kan, terus model gaunnya juga aku gak mau yang ribet. Pokoknya kita buat yang sesimpel dan sesantai mungkin tapi tetep tampak elegan gitu mas. Tamu undangnnya gak usah banyak - banyak. Kita buat privat party aja. Cukup keluarga dekat sama sahabat."

Tanpa Indira sadari dua pasang mata di depannya sedang mengamati gerak - geriknya, yang sibuk berselancar di dunia maya. Kedua tangan mereka yang bertautan dibawah meja seolah sang pria tengah menenangkan sang waninta. Seperti ada yang ingin disampaikan oleh pria itu. Namun, urung ketika melihat antusias Indira ketika membicarakan konsep pernikahan mereka yang akan dilaksanakan 3 bulan lagi.

"Eh mas, liat deh ini lucu ya model undangnnya? Warna pink sama silver. Ih aku banget deh.. Aku mau yang ini ya."

Ervan hanya tersenyum getir ketika melihat model undangan yang diperlihatkan oleh Indira. Ada perasaan bersalah yang terus membuncah dalam dadanya. Ia ingin segera mengakhiri ini semua. Namun, ia juga tak tega jika harus melihat raut bahagia Indira berubah menjadi raut kesedihan, atau bahkan kebencian.

"Dira.. " Tangan ervan mengelus tangan Indira, mencoba mengalihkan fokusnya pada ponsel pintar itu.

"Kenapa mas?"

"Dira ada yang ingin mas sampaikan. Kamu simpan dulu ponsel kamu."

"Oke." Dira patuh. Kini matanya ia fokuskan pada Ervan, calon suaminya.

"Dira.. Mas.. "

"Aku hamil, Dir." Belum selesai Ervan menyampaikan maksudnya. Suara disebelahnya sudah menyahut terlebih dulu.

"Hamil? Jangan bercanda Santi!"

"Santi hamil anak mas."

"Lelucon macam apa ini mas? Santi? Ulang tahunku masih dua bulan lagi."

Indira tak percaya. Lebih tepatnya tak ingin mempercayai omong kosong ini. Adakah lelucon lain yang lebih gila dari ini? Santi sahabatnya hamil oleh pacarnya. Bahkan Indira dan Ervan sudah berpacaran 5 tahun lamanya. Dan tiga bulan lagi akan melangsungkan pernikahan. Adakah lelucon yang lebih gila?

"Dira, mas serius. Santi hamil anak mas. Usia kandungannya sudah 3 minggu. Maaf, mas gak bermaksud menyakitimu. Tapi mas rasa, demi kebaikan kita semua kita batalkan rencana pernikahan kita, Dira. Mas akan bertanggung jawab pada Santi."

Di luar panas. Langitpun cerah, tak mendung sama sekali. Tapi kenapa petir itu menyambar tepat di hati Dira. Air matanya terus mengalir membasahi pipi mulus Dira. Ia tergugu ditempatnya mendengar setiap perkataan Ervan.

"Dira.. " sekali lagi Ervan mengelus lengan Dira. Namun kali ini Dira menepisnya. Ia tak sudi tangannya harus bersentuhan dengan tangan Ervan.

"Cukup mas! Dira gak mau dengar apapun lagi dari mulutmu itu mas. Mas sudah menyakiti Dira. Dira benci sama mas!"

"Dan, kamu Santi! Kamu puas buat aku hancur? Salahku apa? Kita sahabat bukan setahun dua tahun. Kita sudah bersahabat jauh sebelum aku kenal mas Ervan. Kamu sudah aku anggap seperti saudaraku. Tapi apa balasan kamu? Jangan harap setelah ini kamu masih ku anggap sahabat, Santi."

Dira bangkit dari tempatnya ia berlari denga air mata yang terus membasahi pipinya.

Tak ia hiraukan teriakan Ervan maupun Santi yang memanggil namanya. Tak ia hiraukan tatapan ingin tahu dari orang - orang yang ia lewati. Yang Dira inginkan adalah segera sampai di rumahnya. Mengadu pada sang bunda. Yang Dira inginkan ialah menghilangkan rasa sesak yang terus menghimpit dadanya.

Tepat satu bulan dari kejadian batalnya pernikahan Dira dan Ervan, benda persegi panjang dibalut dengan warna pink dan silver sesuai impian Dira kala itu tergeletak manis di meja ruang tamu. Ia memungut benda tersebut. Membuka perlahan, siapa gerangan pemilik benda cantik tersebut. Dira sempat menahan napas ketika membaca dua nama yang tertera pada lembar pertama, Ervan Andhika dengan Santi Alika. Ada sesuatu yang menghantam dadanya ketika bukan nama dirinya yang bersanding denga Ervan melainkan nama sahabatnya, mantan sahabatnya.

Kepalan tangan Dira terus memukul - mukul dadanya, ingin menghilangkan sesak yang terus merambat. Namun nihil, rasa itu kian bertambah. Tubuhnya luruh kelantai, wajahnya bersimbah air mata. Sakit itu, entah sampai kapan akan bersemanyam dalam dada. Harus dengan cara apa ia menyembuhkannya? Bahkan dokter profesional sekalipun terbaik di dunia, tak bisa menghilangkan rasa sesak, sakit, kecewa yang diderita oleh Indira.

*****
Terimakasih buat yang mau baca 🙏😊
Ditunggu kritik saran dan masukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perawan Tua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang