Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela kamarku tanpa sengaja membuatku terbangun. Kulihat jam yang menempel di dinding kamarku, pukul tujuh pagi. Kurasa aku bangun terlalu awal.
Aku merapikan tempat tidurku dan melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap karena aku ada kelas nanti siang. Aku sudah benar-benar siap dalam empat puluh lima menit.
Aku menuruni setiap anak tangga. Sepi. Tumben sekali, biasanya ibu sudah bangun jam segini. Aku melangkahkan kakiku ke dapur. Sesampainya disana, aku mengambil sebuah cangkir, membuka pintu lemari es dan menuangkan susu ke cangkir tersebut.
"Selamat pagi." Suara tersebut sontak mengagetkanku.
Aku menoleh ke belakang dan mendapati Kyuhyun tengah berdiri di sana dengan pakaian rumahnya. Dapat kupastikan jika ia baru saja bangun tidur.
"Ah iya pa-pagi appa," jawabku agak terbata.
Kyuhyun hanya tersenyum simpul menjawabku. Kemudian ia keluar rumah dan kembali lagi dengan sebuah koran di tangan kanannya. Pria itu duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.
"Tolong buatkan kopi," ujar Kyuhyun tanpa memalingkan wajahnya dari koran yang ia baca.
"Eomma belum bangun?"
"Belum. Sepertinya ia kelelahan, aku tidak tega membangunkannya"
Aku mengangguk ngerti, walaupun aku tidak yakin jika Kyuhyun melihatku. Mungkin saja alasan ibu belum bangun hingga saat ini karena semalam mereka telah melalui malam yang panas. Entahlah, aku tidak mau memikirkannya.
Beberapa saat kemudian aku kembali dengan secangkir kopi dan menaruhnya tepat di hadapan Kyuhyun.
"Terima kasih," ucap pria itu sambil menyesap kopinya perlahan. "Kopi buatanmu jauh lebih enak dibanding ibumu."
Hah? Yang benar saja! Sekarang pria itu mulai membandingkanku dengan ibuku. Walaupun jika ia bilang aku lebih baik, aku tidak suka, kami jelas jauh berbeda. Jika tau begini, seharusnya tadi aku lanjutkan saja rencanaku untuk menambahkan garam di kopinya. Kalau bisa garam kehidupan.
"Terima kasih," jawabku seadanya.
Aku mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai di atasnya. "Aku juga," ujar Kyuhyun.
Aku mengernyitkan dahiku. "Apa?" tanyaku.
Kyuhyun melipat korannya lalu memandangku. "Aku mau roti juga," jelasnya.
"Baiklah." Aku menjawab sambil menyodorkan roti yang belum sempat aku makan kepadanya.
"Kelas jam berapa?" tanya Kyuhyun padaku yang masih sibuk mengoleskan selai.
"Sebelas."
"Aku akan mengantarmu."
"Tidak usah. Kau bisa saja terlambat," aku membantah.
"Jadwalku ke kantor setelah makan siang."
"Terserah."
Aku memilih tidak ambil pusing dan berlalu meninggalkan Kyuhyun yang ada di ruang makan. Pagi ini sungguh aneh. Aku bangun terlalu pagi. Dialog terpanjangku dengan Kyuhyun semenjak ia menikah dengan ibuku juga terjadi pagi ini. Oh ya, aku juga seperti berperan layaknya seorang istri yang sedang mengurus suaminya.
***
"Hyemi."
Aku mengalihkan pandanganku dari layar televisi. Ibu. Wanita itu kini tengah menuruni tangga dan berjalan menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incessant
FanfictionJangan menjanjikanku setangkai edelweiss jika yang kini ada di tanganku hanyalah setangkai mawar penuh duri. *** Sebuah bangku usang pada musim gugur menjadi saksi cinta seorang gadis belia bernama Jung Hyemi...