(2)Dua

61 3 0
                                    

Di tubuh ku sudah terpakai seragam sekolah lengkap dengan atribut yang rapi,rambut hitam panjang ku sudah terikat kuat,dan kaki ku juga sudah terbalut kaus kaki putih.

Aku sudah siap.

Sebelum aku melangkah keluar dari kamar,aku menyempatkan diri menoleh ke cermin,melihat setiap inci wajah ku lalu menahan tangis.

"Liodi,apa kamu tidak ingin sekolah,ini sudah jam tujuh kurang lima menit" tante ferlin berteriak,suaranya memang dari dapur,tetapi telinga ku ini tajam sehingga suara itu tetap terdengar dan membuat ku tersentak.

Aku cepat-cepat mengambil tas sekolah dan terburu-buru menuruni setiap anak tangga.

Hampir saja aku lupa bahwa aku tetaplah tidak boleh meninggalkan kenyataan.

"Tante,aku berangkat" teriak ku sambil memakai sepatu.

"Tunggu liodi,tante sudah membuatkan mu sarapan,karena tante tau kamu akan telat jadi sudah tante taruh di tempat makan" tante ferlin berlari dari dapur kearah ku,lalu memasuki kotak makan yang telah disiapkannya ke dalam tas ku.

"Terimakasih banyak tante."

"Dan jika boleh tolong belikan semua ini saat pulang sekolah nanti,tante tidak bisa membeli sendiri karena hari ini tante akan kembali lembur kerja" tante ferlin memberi selembar note kecil berisi semua kebutuhan rumah kepada ku.

"Tentu."

Tante ferlin itu hebat,dialah yang bertahun-tahun mengurus dan mengembangkan perusahaan besar yang ditinggalkan keluarga ku.

Sungguh aku selalu kagum dengannya.

Aku tersenyum lebar sambil menyalami tangan mulus tante ferlin, aku juga melambaikan tangan sebelum berlari memasuki mobil.

"Paman tonan ayo kita berangkat" ucap ku begitu ceria.

Ohh iya paman tonan itu adalah supir keluarga ku,kami sangat akrab,karena kami sudah bersama bertahun-tahun.

"Ayo kita berangkat."

***
Tenggorokan ku seperti tersendat,aku telah sampai tepat di depan gerbang sekolah,dari dalam mobil aku bisa melihat ada beberapa murid yang sedang dihukum berlari mengelilingi lapangan.

"Nak liodi kenapa tidak turun,kita sudah sampai."

"Ohh iya,terima kasih paman" aku mengukir senyum di bibir.

Tangan mungil ku sudah membuka pintu mobil,tubuh ku juga beranjak perlahan untuk keluar dari mobil.

"Aku takut" batin ku,menutup kembali pintu mobil.

Menghela nafas panjang,Aku pun melambaikan tangan ke arah paman tonan,berlari menjauh dari mobil menuju lapangan dibelakang gerbang.

Semakin lama senyum ku pudar saat melihat mereka yang sedang berlari memperhatikan diriku dengan sinis.

"Aku bisa,jalankan saja seperti hari biasanya,tak perlu takut" batin ku, menguatkan diri ku sendiri.

Untunglah aku merasa siap menutupi segalanya,tembok kokoh dihati ku kini telah sedikit kuat mengahadapi semua yang akan terjadi hari ini.

Dengan kembali mengukir senyum di bibir,aku melangkahkan kaki perlahan menuju guru bk yang sedang menghukum mereka.

"Assalamualaikum ibu hani" aku kembali berucap ceria.

"Waalaikumsalam liodi,kamu kenapa terlambat lagi?" tanya ibu hani tegas.

"Maafkan aku bu,tadi pagi aku kesiangan lagi,hmm..sepertinya dua puluh putaran seperti kemarin..."

"Ibu bingung,kamu itu sedang dihukum tapi tetap saja tersenyum."

"Senyum itu ibadah bu" jawab ku singkat.

Lalu tanpa disuruh aku cepat-cepat menaruh tas dibawah pohon rindang dan ikut berlari mengikuti mereka yang sedang dihukum.

Aku baru berlari sepuluh putaran, namun rasanya lambung ku sudah terasa sakit,bahkan pasokan udara terus saja ku hirup rakus.

"Anak-anak,ibu harus ke kantor sebentar,ingat!tidak boleh ada yang kabur" ibu hani pergi tergesa-gesa, sepertinya sedang sangat terburu-buru.

Mereka semua yang sedang dihukum terlihat kegirangan,mereka berhenti berlari saat ibu hana tak kelihatan batang hidungnya lagi.

Tetapi aku tidak,aku tetap melanjutkan hukuman ku.

Sakit.

Sungguh lambung ku kini semakin sakit.

"Liat tuh perempuan,dia sok lemah banget sihh,sok mau naatin peraturan lagi" sulis perempuan pentolan sekolah yang di sukai banyak kaum adam,dia sungguh santai membicarakan ku tanpa peduli bahwa aku mendengar ucapannya.

"Najis,mau caper kali dia,padahal mah temen-temen gue gak ada yang mau sama dia" celetuk lion yang juga memang pentolan sekolah yang disukai kaum hawa,dia sedikit menaiki intonasi ucapannya.

"Yaa iyalah,para cowo mana mungkin mau sama dia,sok cantik padahal dia lebih cocok nikah sama kambing dari pada manusia" fira menambahi ucapan lion,sehingga para teman-temannya menertawakan ku.

"Lihat aja tuh mukanya,sok lugu,udah persis kaya pembantu rumah gue" sulis mengukir senyum licik dibibirnya.

Para teman-teman sulis bersaut sautan melontarkan ribuan kata-kata buruk untuk ku,ada yang bilang aku tak pantas dilahirkan,aku tak pantas hidup,dan masih banyak lagi.

Langkah ku semakin pelan sampai akhirnya berhenti,aku terdiam sejenak untuk kembali mengambil nafas panjang,lalu kembali berlari seakan-akan tuli.

Aku harus tetap sabar.

Tanpa ku sadari lagi-lagi butiran bening dari ujung mata ku terjun bebas membasahi pipi.

Sungguh,sekokoh apapun hati ku,aku tetaplah tidak kuat.

Lemah,dasar lemah,aku benci diriku sendiri.

Aku berbalik badan dengan cepat supaya  posisi ku membelakangi mereka semua dan tangis ku pun pecah.

Fira mendengar isak tangis ku yang semakin besar,dia berteriak mengatakan aku sedang menangis, sehingga mereka tergelak.

Lama-lama tangis ku semakin deras sehingga bersaut-sautan dengan gelak tawa mereka,tubuh ku bergetar hebat,lambung ku benar-benar sakit sampai aku merasa sulit bernafas.

Sampai akhirnya tubuh ku jatuh begitu saja dan semuanya berubah menjadi gelap.

🥀🥀🥀🥀🥀

Part kedua🙂

Maaf ceritanya di revisi terus sama saya,ini revisi terakhir,jika menurut ku cerita ini masih saja tidak pantas untuk dibaca,maka akan saya hapus cerita ini🙂...

Kalian gak vote atau coment juga gak papa,kalian udah baca cerita saya aja,saya udah benar-benar senang.

Thank you..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang