prioritas 2 🌙

126 16 5
                                    

"Ketemu itu berarti berjodoh. Tapi kalo berpisah. Mungkin sedang diuji."
-WR


Kemarin benar-benar diluar dugaan, Nada pingsan dengan darah yang mengucur dibagian hidungnya. Namun, semua dapat teratasi oleh penanganan dokter.

Ayah yang tengah di kantor pun segera menyusuri kami setelah mendapat telepon dari bunda. Ayah sangat panik terlihat sekali dari raut wajahnya.

Walaupun kondisi Nada sudah membaik, Namun Nada belum bisa sadarkan diri. Dokter memberitahu kami bahwa kondisinya sekarang karena pengaruh obat.

Aku pun menenangkan ibu yang terus banjir dengan airmata. Aku sangat tahu sekali apa yang benaknya khawatirkan. Semua bersumber dari Nada, Ya Tuhan terlalu baikkah Nada? Hingga datang ujian ini.

"Bun, jangan nangis. Jadi sedih nih." Aku berusaha menguatkan bunda.

"Hiks, kasihan dia, sangat lemah."

"Dia kuat kok, bun. Jangan khawatir."

Ceklek. Suara pintu terbuka menunjukkan sosok ayah yang sangat kacau namun berusaha tegar yang terlihat dari senyum tegarnya.

"Bun, kamu makan dulu yah. Nih ayah bawain bubur." Ucap Ayah.

"Nanti saja." Kata bunda dengan mengalihkan pandangannya menju Nada. Terlihat sekali kecemasan yang ada pada dirinya.

"Bun, ayo makan. Cepetan, kalo bunda sakit. Siapa yang nyakitin aku." Masih sempet-sempetnya ayah ngegombal. Ya gapapa sih justru sikap humoris Ayahlah yang kami butuhkan saat ini.

"Nah bener tuh bun, Cepet makan yang banyak, biar bisa sakitin Ayah. Haha." Tawaku cukup lepas memecah kekhawatiran yang ada pada benak kita semua.

"Hayati tersakiti." Timbal ayah sambil memegang dadanya menguatkan acting-nya.

"Ayah jangan lucu-lucu nanti bopak gak laku." Lawakku.

Sewaktu itu pun tawa kami mulai muncul menghilangkan sedikit kecemasan.

Drtt!!Drtt!! Suara handphoneku pun bergetar menunjukkan ada panggilan masuk. Aku pun segera mengangkatnya, walaupun bingung karena tidak ada nama yang tertera disana.

"Selamat siang." Ucapnya dari handphoneku.

"Ya, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, bisa bicara dengan mbak Arsyila Shirly."

"Ya saya sendiri." Ucapku.

"Saya perwakilan dari Prof. Barly, saya ingin mengabarkan kepada anda bahwa anda bisa bertemu dengannya 2 hari lagi di yogyakarta. Karena kami sudah mengatur jadwalnya, dan tinggal menunggu konfirmasi dari anda."

"Oh, ya saya bisa. Insya Allah saya bisa."

"Terimakasih atas kerja samanya, sampai jumpa dipertemuan kita nanti."

"Ya, sama-sama." Aku segera mematikan sambungannya.

Dari kemarin aku memang menunggu telepon ini. Tadi adalah perwakilan dari om barly, dia itu salah satu teman ayah. Namun, dia sangatlah sibuk sampai tadi saja aku hanya bisa berbicara dengan perwakilannya.

[WIND's 1] Sebatas IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang