(15) Putus

97 15 5
                                    

Semua siswa-siswi berteriak histeris sedangkan Alya hanya bisa diam terpatung karna pemenangnya adalah Amar. Ya Amar. Yang berarti pacarnya itu memenangkan pertandingan basket ini.

Banyak murid yang berteriak tidak jelas. Ada yang setuju Amar yang menang ada juga yang marah karna Amar menang. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa Amar curang. Pertandingan sejak tadi berlangsung secara adil, tidak ada yang curang ataupun cidera.

Alya bingung harus berekspresi bagaimana. Harusnya ia senang, tapi ada yang menjanggal dalam hatinya. Entah perasaan bagaimana yang ia rasakan sekarang.

Arya dengan teman satu timnya hanya diam terpaku melihat Amar dengan temannya heboh tidak karuan.

"Ar lo kenapa bisa kalah sih?" Ucap Dika dengan kesal pada Arya.

"Sejak kapan lo kalah kalau main basket?" Timpal Ikhsan.

Arya tidak marah seperti teman-temannya. Karna kekalahan ini sebenarnya terjadi karna ia mengalah pada Amar. Ia tau Alya baru saja berpacaran dengan Amar dan Arya tidak mau menjadi perusak antara mereka. Dan sekarang tidak ada pilihan lain selain ia harus menjauh dari Alya, dan itu tidak mudah.

***

Dikamar Alya hanya sendiri. Tidak tahu mau melakukan hal apa dan yang dia bisa lakukan hanya berbaring melihat langit-langit kamar.

Kring.. kring..
Ponsel Alya berbunyi memecahkan keheningan selama ia berada di kamar.

Dengan sigap Alya mengambil benda pipih itu dan berharap ada informasi penting yang bisa menghilangkan kebosanan ia sejak tadi.

Ternyata itu Dini. Yang pastinya ia memberi informasi yang tidak penting hal itu membuatnya semakin jenuh akan kebosanan itu. Dengan malasnya Alya mengangkat telepon daritadi yang berdering terlalu lama.

"Halo kenapa? Nanya pr? Gue belom belajar nanti aja." Tembak Alya dengan cepat.

"Ih apaan sih lo. Gue nelepon lo karna ada yang penting tau."

"Emang kenapa? Amar pacar lo itu jalan sama cewek lain."

"Lo ga usah becanda, gue lagi ga mood untuk becandaan kayak gitu."

"Siapa yang lagi becanda coba. Gue serius tau, mesra banget sumpah lo harus kesini."

Mendengar ucapan Dini, Alya langsung duduk dan ekspresinya mulai serius dan mendengarkan perkataan Dini dengan jelas.

"Mungkin kakak nya kali." Alya mencoba berpikir positif dan tidak gegabah.

"Kakak darimana coba, orang mereka pakai sayang-sayangan."

"Lo dimana? Gue nyusul."

"Cafe biasa kita nongkrong."

Alya mematikan teleponnya lalu bergegas keluar dari kamarnya dan mengambil sepeda motornya yang ada di samping rumahnya.

Tak perlu memakan waktu yang lama Alya sudah sampai di depan Cafe yang Dini maksud itu. Alya masuk dengan langkah cepat dan mencari keberadaan Dini. Bukannya menemukan Dini, ia malah berjumpa dengan Amar dan seorang cewek yang memang cantik yang sepertinya wajahnya tidak asing bagi Alya.

Dara? Tanya batin Alya.

Dengan tergesa-gesa Alya menghampiri mereka berdua.
"Mar."

Amar sentak terkejut melihat keberadaan Alya sekarang. Amar hanya bisa membisu dengan melihat ke arah Alya yang tengah berdiri di dekatnya sekarang.

"Hmm Alya kan?" Dengan tidak ada rasa bersalah cewek itu langsung berbicara padanya.

"Lo masih ingat sama gue waktu SMP kan? Oh ya kenalin pacar gue Amar."

My Best Boy FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang