Sasuke berjalan melewati ruang tamu mewah yang dicat berwarna krem dan diisi dengan barang-barang antik. Diruang tamu itu ada sofa panjang berwarna ungu tua, yang diduduki oleh seorang wanita anggun berambut hitam panjang sepunggung. Wajah cantiknya sedikit memiliki kemiripan dengan Sasuke, dia adalah Mikoto. Dress hijau mudanya terlihat rapi meskipun ditumpuk dengan benang-benang rajutan.
“Dimana ayahmu, Sasuke?” Tanya Mikoto ditengah rajutannya setelah sedikit melirik kearah Sasuke yang masih memakai seragam lengkap. Langkah Sasuke terhenti sebentar, menunjukkan sikap hormat kepada Ibunya. “Aku tidak pulang bersamanya,” Ibunya mengangguk paham.
“Ibu dengar kamu mendapat nilai sempurna, bagaimana dengan Naruto?” tanyanya lagi. Kali ini Mikoto mengabaikan rajutan berwarna oranye cerahnya dan menatap anaknya dengan serius. Sasuke berusaha untuk tidak melakukan kontak mata dengan ibunya, dia tidak ingin ibunya melihat sorot kesedihan dari kedua belah matanya.
“Ibu, bolehkah aku pergi kesekolah yang sama dengan Naruto?” hanya dengan mendengar pertanyaan Sasuke dia sudah bisa tahu jawaban dari pertanyaan yang diajukannya sebelumnya. Dengan sedikit terpaksa Mikoto tersenyum tenang. Mikoto bisa mendengar sirat kepedihan dari suara anak bungsunya.
“Masuklah kekamarmu, Sasuke. Bukankah Itachi akan pulang kerumah hari ini? cepat telepon Naruto.”
Ibunya mengalihkan pembicaraan. Tanpa basa basi apapun Sasuke langsung meninggalkan ruang tamu itu dan masuk kekamarnya. Sorot mata Sasuke kian menyedih saat melihat pigura-pigura yang digantung didinding kamarnya. Pigura-pigura yang berisi foto-fotonya dengan Naruto. matanya terpaku melihat satu pigura yang diletakkan dimeja disamping tempat tidurnya. Fotonya dan Naruto saat kelulusan SD. Naruto tersenyum lebar disitu dan dirinya hanya tersenyum simpul.
Sasuke merebahkan dirinya dikasurnya yang besar. Matanya kini menatap foto tanpa pigura yang tertempel tepat diatas kepalanya. Di foto itu dia dan Naruto saling membelakangi dan wajah mereka berdua menunjukkan kekesalan. Meskipun begitu, keakraban mereka berdua masih terlihat jelas.
Saat itu Naruto marah karena Sasuke tidak mau memakan kue ulang tahun buatan Naruto. padahal Sasuke sudah berjanji bahwa dia akan menerima apapun yang diberi Naruto untuk ulang tahunnya. Tapi Sasuke bersikeras tidak mau memakannya karena dia memang tidak suka makanan manis. Lalu Naruto tidak mau berbicara dengannya selama empat hari. Sejak saat itu Sasuke tidak pernah mengingkari janjinya pada Naruto.
Sasuke tersenyum pahit, “Lalu, bagaimana dengan sekarang?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Janjinya pada Naruto, “Aku akan melindungimu. Selalu.”
Matanya menerawang kehari dimana dia mengucapkan kata-kata itu.
Flashback
Suara sirine polisi berbunyi nyaring disepanjang jalan menuju sebuah sekolah dasar. Cahaya merah dari mobil polisi itu memberikan sedikit penerangan dimalam yang sangat gelap. Lampu dan sirine masih menyala ketika mobil sudah diparkir tepat didepan sekolah yang terbilang sangat bagus di Konoha. Para polisi segera keluar dari mobil dengan membawa senter dan beberapa orang yang juga berseragam polisi memegang pistol untuk berjaga.
Selang beberapa menit, mobil lainnya juga terparkir disana. Namun kali ini bukan mobil milik Negara. Melainkan sebuah mobil sedan biasa. Seorang pria keluar dari sana, pria itu bertubuh sangat tinggi, rambut hitam sebahunya terlihat mengkilap karena tersapu oleh cahaya merah milik mobil polisi. Dia bergerak medekati jendela belakang, berniat berbicara dengan orang yang duduk dikursi belakang.
“Kau mau ikut mencari, Sasuke?” tanyanya pada anak laki-laki yang masih duduk dengan badan bergetar. Mendengar suara yang cukup tegas dari pria yang lebih tua, dia pun mengangguk mantap. Akhirnya dia keluar dari mobil sedan itu. Tingginya hanya sampai sepaha si pria yang lebih tua.
Uchiha Fugaku–Si pria yang lebih tua– menutup pintu mobil dengan keras begitu juga dengan Sasuke. Masing-masing dari mereka membawa senter.
“Maaf, seharusnya aku menunggunya.” Kata Sasuke penuh penyesalan.
Sudah jelas mereka sedang mencari seseorang.
Namikaze Naruto.
Anak kecil yang tidak lebih tinggi dari Sasuke itu menghilang setelah menyelesaikan hukumannya karena datang terlambat dipagi harinya. Pagi itu adalah pertama kalinya Sasuke dan Naruto tidak datang kesekolah bersama. Begitu juga saat pulang sekolah, Sasuke harus pulang lebih awal karena dia akan mengikuti olimpiade science. Meninggalkan Naruto yang diberi detensi.
Saat itu Sasuke tenang-tenang saja karena Naruto hanya tersenyum dan berkata, “Pulang saja, nanti aku pulang bersama paman Iru.”
Tapi dia salah. Seandainya saja Sasuke tidak mengikuti olimpiade itu. seandainya saja dia tidak pulang lebih awal dan menunggu Naruto sampai selesai dihukum.
“Sasuke? Apa yang kau pikirkan?” Sasuke tersentak mendengar pertanyaan ayahnya. Dia melamun. Dia tidak mencari Naruto sepenuhnya, dia tidak tau apa yang harus dilakukan. Dia hanya berjalan dibelakang Fugaku. Sasuke juga ikut berlari kecil ketika Fugaku berlari mendekati seorang petugas polisi yang berkata,
“Kami sudah mencari kesemua tempat.” Fugaku mengela napas panjang. Si petugas polisi sedikit menunduk untuk mensejajarkan badannya dengan tinggi badan Sasuke.
“Sasuke, apakah ada suatu tempat rahasia yang biasa kalian kunjungi bersama?” tanyanya pelan, berusaha untuk tidak menakuti Sasuke.
Sepasang mata obsidiannya membola, mengingat suatu tempat dimana ia selalu menghabiskan waktunya dengan Naruto jika mereka berdua membolos.
Labirin tua dihalaman belakang sekolah yang sudah ditutup.
Tanpa mengatakan apapun Sasuke berlari berbalik arah menuju gerbang utama. Dia terus berlari kearah barat laut. Kaki-kaki kecilnya berhenti tepat didepan kawat yang menjulang tinggi diatasnya. Dengan hati-hati dia meraba-raba kawat dibagian bawah.
“Ketemu!” pekiknya sedikit senang lalu menyusup disela-sela kawat yang terbuka.
“Sasuke!” dibelakangnya para petugas dan ayahnya mengikuti Sasuke, namun terhenti karena lubang kawat itu terlalu kecil untuk orang dewasa.
Kegelapan menyertainya saat berlari dihalaman sekolah yang tak dirawat itu. Sasuke sudah sangat jarang kesini karena dia harus belajar. Tapi beberapa minggu tidak ketempat ini tidak akan membuatnya lupa dimana tempat labirin tua itu.
Sasuke berlari sekuat tenaga saat suara isak tangis memasuki gendang telinganya. Sasuke menunduk ketika akan memasuki labirin beratap yang setinggi dua kaki. Dia meneruskan masuk lebih dalam dengan merangkak. Jika dia berbelok kekanan, dia akan menemukan jalan buntu, dan anak laki-laki berambut pirang yang sedang menangis tersedu-sedu.
“Naruto!” Sasuke merangkul Naruto. Membiarkan sahabatnya itu menangis dipelukannya. Samar-samar dia mendengar ayahnya meneriakkan nama mereka berdua. Dengan lembut Sasuke mengelus surai pirang didepannya. “Aku berjanji,”
“Aku akan melindungimu. Selalu.”
End of Flashback
Perlahan Sasuke menutup matanya, “Kalau aku tidak menepati janji yang satu itu,” lirihnya miris.
Sasuke mengutuk kepintaran yang dimilikinya. Hal itu bukanlah sebuah anugerah, melainkan bencana. Bencana yang selalu ingin memisahkannya dari orang yang disukainya.
‘Mungkin dia tidak akan pernah mau bicara denganku lagi.’
‘Kami-sama, aku takut.’
Dan Sasuke, hilang dalam pemikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Started from The Graduation Day
FanfictionSasuke sudah mulai mencoba menerima kenyataan bahwa dia tetap akan pergi kesekolah yang berlainan dengan orang yang disukainya, Naruto. Seorang wanita cantik datang bersama Itachi dari Paris. Itachi mengenalkannya sebagai 'kekasih'nya. Tanpa diketah...