Tulisan ini saya tulis hanya sebagai selingan, bukan sesuatu yang aku pikirkan terlalu serius, hanya sesuatu yang ringan dan sederhana.
Akhir-akhir ini, ada beberapa tulisan yang beredar di internet yang cukup memancing perhatian saya, mengenai editor vs penulis. Banyak sekali isinya, baik yang editor merendahkan penulis, begitu juga sebaliknya. Karena saya tidak mau repot, saya hanya akan menulis intinya. Intinya adalah editor banyak yang mengeluh karena penulis selalu mengirimkan tulisan yang tidak memperhatikan tata cara penulisan kepada editor dan penerbit.
Ketika muncul permintaan untuk memperbaiki tulisan dengan memperhatikan tata cara penulisan, penulis akan mengatakan "yang penting isinya bagus kan". Menurut saya, editor tidak akan bisa menyatakan isi suatu tulisan bagus kalau naskahnya ditulis TANPA memperhatikan tata cara penulisan. Jangankan menyatakan isinya bagus, mau baca saja sudah susah karena tidak mengerti maksud tulisannya.
Di tulisan ini, saya akan menganalogikan buku sebagai manusia, agar pembaca, terutama penulis, menyadari betapa pentingnya tata cara penulisan.
Pada tulisan ini, saya membagi unsur buku menjadi dua unsur utama, unsur isi dan unsur tata cara penulisan. Isi bisa mencakup plot atau pokok pembahasan buku. Tata cara penulisan bisa mencakup susunan kalimat, gaya penyampaian, gaya bahasa, pemilihan kata, dan lain sebagainya.
Di tulisan ini, isi buku akan saya analogikan sebagai kepribadian, dan tata cara penulisan sebagai penampilan. Para pembaca, baik editor dan penulis, pasti setuju kalau kepribadian seseorang adalah sesuatu yang sangat penting. Tidak jarang kita mendengarkan quote "inner beauty lebih penting dari outer beauty". Saya juga setuju kalau kepribadian, inner beauty, memang penting, tapi itu tidak serta merta mengeliminasi outer beauty begitu saja. Menurut saya, kepribadian dan penampilan sama-sama penting.
Kenapa saya berpendapat kepribadian dan penampilan sama-sama penting. Jujur saja, ketika anda bertemu seseorang untuk pertama kalinya, anda pasti akan menilai orang tersebut dari penampilannya. Apakah dia mengenakan sepatu atau sandal, apakah dia bertato atau tidak, bahasanya sopan atau tidak, dan lainnya. Contoh, pasti banyak dari pembaca yang berpikir kalau saya adalah otaku atau suka jejepangan karena profile picture yang dipasang dari anime, dan kalian tidak salah.
Kita tidak akan bisa menilai kepribadian sebelum mengenal orang tersebut lebih dekat. Namun, apakah kita akan mencoba untuk mengenal orang tersebut lebih dekat kalau impresi pertama kita tidak sesuai yang kita inginkan? Sebagian akan menjawab ya, sebagian lagi akan menjawab tidak. Kalau saya? Saya akan mendekatinya kalau memang tuntutan pekerjaan. Kalau dijodohkan? Jangan harap.
Dari paragraf di atas, akan beberapa yang berpendapat "jadi kalau orang itu gak stylish, kamu gak mau kenal lebih dekat?". Yah, saya hanya menulis tidak sesuai yang kita inginkan, tapi pasti ada beberapa yang mengartikannya dengan stylish. Intinya, kita tidak akan mencoba untuk mengenal seseorang lebih dekat kalau penampilannya tidak sesuai yang kita inginkan, minimal layak lah.
Karena buku saya analogikan dengan manusia, maka saya akan menambahkan analogi lain, yaitu penulis sebagai orang tuanya dan editor atau penerbit sebagai perusahaan yang mencari kerja. Jadi, penulis mengirimkan naskah ke editor atau bahkan penerbit sama bisa dianalogikan seperti orang tua mengirimkan anaknya untuk wawancara kerja di suatu perusahaan.
Kalau penulis memberikan naskahnya yang baru selesai ditulis dan belum diperbaiki tata cara penulisannya, maka sama saja seperti orang tua mengirimkan anaknya untuk wawancara kerja tanpa memperhatikan penampilannya. Ketika sang anak datang ke perusahaan untuk wawancara dengan penampilan acak-acakan, anggap menggunakan sandal, celana pendek, dan kaos oblong, maka perusahaan pun akan langsung menolaknya.
Meskipun orang tua ngotot kalau kepribadian anaknya adalah yang terbaik dan cocok untuk perusahaan, tapi perusahaan tidak akan bisa melihat itu sebelum mengenal sang anak lebih baik. Satu-satunya cara perusahaan mengerti kepribadian sang anak adalah sesuatu yang dibutuhkan perusahaan adalah dengan memperkerjakan sang anak, yang tidak akan terjadi karena perusahaan sudah menolaknya ketika melihatnya datang dengan penampilan acak-acakan.
Ketika penulis mengirim naskah yang baru selesai, penulis sama seperti orang tua ini. Naskah yang tidak memperhatikan tata cara penulisan sama dengan sang anak yang berpenampilan acak-acakan. Editor dan penerbit akan melakukan hal yang sama dengan perusahaan, menolaknya.
Oleh karena itu, wahai para penulis, sebelum kalian mengirimkan naskah kalian, anak kalian, buah hati kalian, perhatikan penampilannya. Berikan pakaian yang layak, menggunakan sepatu kantor, atau bahkan kalau perlu bawa ke salon. Dengan penulis memperbaiki naskah sesuai dengan tata cara penulisan, penulis telah memberikan karyanya dengan penampilan yang maksimal. Setelah itu, tinggal editor dan penerbit sebagai perusahaan yang akan menentukan apakah naskah tersebut, buah hati penulis, cocok dengan mereka.
Setelah selesai membaca tulisan ini, pasti ada yang tidak setuju dengan tulisan saya. Saya tidak menyalahkan anda, perbedaan pendapat itu adalah hal yang lumrah.
Sekian kata. Salam
YOU ARE READING
Jika Buku adalah Manusia
No FicciónSebuah tulisan yang menganalogikan buku sebagai manusia