Satu

13.2K 650 31
                                    


Dari sekian banyak bentuk boneka yang ada, Ana tak menyangka Wira akan memilih seekor ulat dengan tubuh warna-warni yang menjuntai panjang saat ia memeluknya saat ini. Meskipun pilihan laki-laki itu juga tidak salah karena ia memberikanya dalam wujud boneka, jika hewan yang dimaksud masih hidup, tentu saja semua orang akan merasa geli ataupun jijik.

Ada senyum merekah hingga menarik sudut bibir naik keatas saat dibacanya kembali catatan yang mengiringi hadiah tersebut.

Butuh usaha keras dan kesabaran untuk membuatnya menjadi seekor kupu-kupu indah, pada akhirnya. Begitu pula dirimu, bukankah butuh banyak pelajaran hingga membuatmu sampai pada tahap ini? Selamat untuk ujian hari ini. -Wira -

"Ma....." panggil Ana sedikit berteriak pada Mama nya yang tengah membereskan tumpukan koran di meja teras.

"Tadi yang nganter ini siapa?" lanjutnya. Dan Rima tak kalah berteriak menjawabnya karena memang jarak antara keduanya agak jauh.

"Wira sendiri tadi datang kemari" Jawab Rima dan Ana tidak bertanya kembali.
Jika benar Wira sendiri yang memberikan hadiah ini, berarti Mama nya sudah melihat dan bertemu langsung dengan Wira, pikir Ana.

Dengan langkah seribu Ana berlari menghampiri Mama nya yang masih berkutat dengan koran-koran yang berserakan karena ulah Hendra yang tiap pagi akan sibuk dengan berita bola dan Rima baru sempat membereskanya saat ini.

"Ma, tadi Mama ketemu Wira ngapain saja?" Ana duduk di kursi sambil membantu Mama nya memberesi tumpukan koran.

"Cuma ngobrol sebentar sambil ngasihkan hadiah tadi buat kamu." Jawab Rima kemudian memandang wajah anaknya yang terlihat masam.

"Kenapa memangnya?"

"Curang! Mama udah ketemu langsung sama dia, lah aku harus maksa dia dulu biar mau diajak ketemuan" Rima tersenyum mendengar penuturan anaknya. Rima tahu Wira sengaja tidak ingin bertemu dahulu dengan anaknya.

"Eh Ma, bukanya Wira bilang lagi kuliah di Surabaya ya, kok udah sampai sini aja" Ana merasa bingung juga setelah beberapa saat ia mengingat sesuatu.

"Bukanya dia ada janji ketemu sama kamu lusa, makanya dia pulang cepet" jawab Rima mencoba tenang padahal ia merasa khawatir juga dengan jawaban yang akan diberikan barusan. Ana hanya tahu jika Wira tengah berada di Surabaya sedang menempuh pendidikanya, lain hal dengan Rima yang mengetahui bahwa selama ini Wira tengah sibuk menyiapkan tesis dan selama ini juga tinggal di kota yang sama, hanya sekali dua kali saja akan terbang ke kampusnya guna keperluan tesisnya.

"Oh" Ana hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Kemudian ia beranjak dari kursi untuk segera naik menuju kamarnya, melupakan makanan yang ia inginkan sedari tadi.

***************************
Malam ini pukul tujuh di salah satu cafe, kedua insan akan bertemu. Ana tengah bercerita pada Dini tentang kegugupanya menjelang bertemu dengan Wira. Dini yang berada di seberang sana terkikik geli karena sahabatnya sangat aneh, bertemu seorang lelaki saja terasa akan menemui penguji beberapa hari lalu. Dengan saran Dini, akhirnya Ana mulai tenang kembali. Diliriknya jam di dinding kamarnya yang masih menunjukan pukul sembilan pagi, artinya pertemuan masih sepuluh jam lagi.

Ana menimang kembali salah satu saran dari Dini untuk berdandan sedikit berbeda. Berbeda dalam hal jika biasanya sehari-hari dia hanya memakai kaos, kemeja dipadukan dengan celana jeans panjang, kali ini sebaiknya memakai dress atau rok selutut agar terkesan sedikit girly, menurut Dini.

Bukan ia tidak sanggup mengubah penampilan ataupun memenuhi kantong belanjaan dengan baju mahal nan elegan, namun semua itu bukan gayanya sama sekali. Bukankah semua hal tidak harus dilihat dari sisi luar? Jika bertemu dengan Wira, ia lebih ingin mengenalkan dirinya sebagai Ana yang seperti semua orang melihatnya sehari-hari daripada seorang Ana yang mencoba memangkas gaya nyamanya untuk memberikan kesan 'cantik' menurut Dini dihadapan laki-laki itu.

Sebuah PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang