Dia itu Neesha

73 5 22
                                    

Gadis yang menatap langit kota Jakarta itu membuang rokoknya. Lalu menggantinya dengan yang baru. Pusing, stress, berat, lelah, kesal, marah, itu yang ia rasakan saat ini. Tak menghiraukan bel pulang yang sudah berbunyi sedari tadi.

"Cha?"

Ia menoleh, mendapati teman sekelasnya yang membawa tasnya. Dengan senyum ramah ia berkata, "ayo pulang,"

Gadis itu duduk di samping Neesha karna tak ada pergerakan dari lawan bicaranya. "Elo kenapa?"

Dibalas gelengan oleh Neesha

"Cha, mau sampe kapan elo tertutup gini? Elo bisa cerita ke gua. Gua bisa jaga rahasia elo. Elo percaya kan?"

Neesha menatap gadis itu, "pulang? Gua kan ga ada rumah, Rul,"

"Mmm mau nginep?" Tawar Nurul

"Tumben, bukannya elo ga pernah bawa temen ke rumah elo?"

"Ya untuk elo, gua ga akan gitu. Ayo, udah maghrib,"

.

.

.

.

.

.

.

.

.
Neesha mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia sudah menduga bahwa rumah saudari tak sedarahnya ini sederhana. Tidak seperti rumahnya yang mewah dan megah. Namun ia lebih suka rumah Nurul.

"Deeeek! Ayo makan dulu! Ajak temennya atuh!" Seruan Ibu Nurul terdengar nyaring

Wajah Nurul memerah malu, ia sudah 17 tahun tapi tetap dipanggil adek oleh orang tuanya.

"Ayo" ajaknya pada Neesha

Neesha menatap makanan di hadapannya. Ia berbisik pada Nurul, sambil menunjuk makanan itu dengan samar.

"Yang itu namanya apa?"

"Tumis kangkung"

"Yang itu?"

"Telor dadar"

"Yang itu?"

"Ikan asin, mau?"

"Emang enak? Seenak perkodel?"

"Ini ikan bukan kentang,"

"Oh beda ya? Yodah sedikit aja,"

Mereka memakan makanan sederhana itu dengan tenang. Tapi sesekali Nurul menceletuk,

"Mah, kenapa ini di sebut tumis? Tumis itu sepupuan sama kumis ya?"

"Mah, ini ikan asin namanya apa? Jamal? Jambal?"

"Elah si mamah, waro abdi atuh, meuni diignore kieu,"

"Makan eh!" Seruan Kakak Nurul membuat Nurul menutup mulutnya dan makan.

Neesha tersenyum kecil melihat saudarinya itu bersikap berbeda ketika di rumah. Setelah selesai makan, Nurul mengajak Neesha untuk belajar bersama.

Tetapi Neesha hanya memainkan ponselnya. Mengabaikan Nurul yang bergumam saat ia mengerjakan soal.

"ECHA ANJER MANEH NAONKEUN HAPE URANG!"

"Ha?"

"Maksud gua. Elu ngapain hape gua?"

"Yaelah cuma ngeblock cowo cowo doang,"

"Et anjer... jahat"

"Dih? Situ udah ada yang punya juga,"

"Ya Allah cuma buat temen chat doang,"

"Dih, yodah gua bilangin ke cowo elo,"

"Dih aduan:("

"Bodo,"

***

Neesha menatap papan tulis itu tanpa minat. Berbeda dengan Nurul yang minat. Saudarinya itu emang suka dengan penjelasan tata surya. Ia ingin menjadi astronot atau peneliti, tapi ia lebih memilih untuk menjadi dokter kejiwaan.

Halah, persetan. Yang ada pasiennya dijejelin Kpop sama Nurul. Dan pastinya Neesha ditabok oleh Nurul ketika Neesha mengucapkan itu.

Pernah sekali, Neesha menanyakan mimpi Nurul, "Gua mimpi... nikah sama Jeon Jungkook personel BTS. Terus punya anak 3. Terus kita menjalani hari tua di Busan. Behhh surga ya?"

Kalau aja Neesha ga inget kalau Nurul itu saudari tak sedarahnya, mungkin Neesha sudah mendorongnya dari atap sekolah.

Tapi, Neesha tak bisa menjawab ketika ia ditanya mimpi dia apa.

Namun, sekarang. Mimpinya hanya satu, "Bahagia"

NeeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang