d u a t i g a

1.1K 186 47
                                    

Jarak bukanlah menjadi penghalang antara dua orang yang saling mencintai,

justru dengan terciptanya jarak, akan semakin menguatkan cinta keduanya.

***

Di tengah keramaian jalan raya Jakarta pagi hari, Cindy mengemudikan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Hanya satu yang ada di benak Cindy; ia ingin segera sampai ke tempat kost Bangbang. Secepatnya ia ingin memastikan apakah Kevin benar-benar telah pergi. 

Rapalan doa tak hentinya ia uraikan dalam hati. Berharap bahwa Kevin bermaksud bercanda dengan mengirim surat itu. Berharap bahwa ini hanyalah akal-akalan Kevin untuk mengerjainya. Jika Kevin benar-benar pergi, tanpa berpamitan kepadanya, Cindy tak tahu harus menjalani harinya seperti apa tanpa Kevin di sisinya. 

Harapan supaya dapat bertemu dengan Kevin di tempat kost Bangbang ternyata sia-sia. Sebab sesampainya di sana, gadis itu langsung disambut semua anak Bangbang dan GFS yang telah berkumpul.

Raut masing-masing anak menyiratkan rasa empati terhadap Cindy. Mereka juga tak bisa berbuat apa-apa karena Kevin sendiri yang menyuruh mereka agar merahasiakan kepergiannya.

Diremasnya kuat surat dari Kevin hingga menjadi gumpalan kertas tak berbentuk. Sama seperti hatinya yang patah menjadi serpihan-serpihan kecil. "Jadi... Kevin udah pergi?" gumam Cindy dengan suara seraknya. 

Diperhatikannya masing-masing wajah semua temannya yang menunduk. Anak Bangbang maupun GFS bungkam. Secara tak langsung membenarkan pertanyaan Cindy. "Kevin pergi tanpa pamit sama gue?" ekspresi Cindy setengah menangis kini. 

Satu-satunya yang berani mendekati Cindy adalah Yerina. Dengan segala upaya yang dia punya, Yerina mencoba menenangkan Cindy yang mulai hilang akal. Di saat seperti ini, emosi Cindy sulit sekali dikendalikan.

"Gue sama yang lain juga baru tau. Sebelumnya Kevin nggak pernah cerita apa-apa." Yerina meletakkan tangan di sebelah bahu Cindy. 

Cindy tertawa tanpa suara. "Dan pas lo udah tau, kenapa lo nggak langsung kasih tau gue?" tuding Cindy seraya memicingkan mata.

"Eh Cin, lo nggak bisa nyalahin cewek gue dong! Kevinnya aja yang tai, nyuruh kita buat nutup mulut." sela Alvin seraya melangkah maju. Lantas Yerina menahan Alvin dengan mengelus-elus dada cowok itu.

Cindy memijat pelipisnya yang mulai terasa pening. "Gue nggak nyalahin Yerina. Gue juga nggak nyalahin kalian semua. Gue cuma... Cuma..." setetes cairan bening berhasil lolos dari sudut netra Cindy. Melihat itu Kirana tidak tinggal diam. 

Kirana yang tadinya berdiri di sisi Rio pun beringsut mendekati Cindy. Dibujuknya Cindy untuk ikut bersamanya. Berjalan meninggalkan ruang tamu, Kirana membawa Cindy ke kamar yang dulu sempat ditempati Rio namun sekarang telah berganti pemilik--menjadi kamar milik Kevin dan Alvin.

Tak ada yang melarang tindakan Kirana. Karena semuanya tahu, Cindy butuh seseorang sebagai sandaran. Dan Kirana bagaikan telah menjadi seorang kakak bagi Cindy. 

Ketika Cindy dan Kirana sudah tidak terlihat, Yerina mencubit keras lengan Alvin lalu memukul pundak kekasihnya itu. "Kamu tuh jangan memperkeruh keadaan, Vin! Biang kerok banget sih!"

"Aw, sakit, yang! Iya iya maaf. Aku nggak akan gitu lagi!" ringis Alvin seraya mengusap bekas cubitan Yerina.

Yerina memasang tampang jutek khasnya. "Bilangnya nggak akan diulangin lagi tapi kamu selalu aja melakukan hal yang sama!"

SIDE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang