Epilogue: Vivid

1.7K 217 60
                                    

Pria itu terkagum-kagum saat melihat kapal kelabu besar mendekati dermaga. Ia sedang membayangkan apabila dirinya naik ke atasnya, mengarungi selat di depan mereka.

"Choi Seungcheol, maaf. Aku harus menutup matamu lagi," ujar sosok yang berada di sebelahnya, yang menghantarnya berdiri di tempat ini.

Sebelumnya kedua matanya juga ditutup selama perjalanan  ke dermaga. Ia tidak tahu di belahan dunia mana ia berada sekarang.

"Tidak apa. Lakukan saja," balasnya pasrah.

Sudah merupakan sebuah kerhormatan ia bisa sampai di tempat rahasia ini.

Sekali lagi Seungcheol membiarkan kain panjang melingkar di kepalanya, menghitamkan pandangannya seiring langkahnya dituntun hingga sampai di dalam kapal.

Perlahan tapi pasti, ia merasa pijakannya bergerak dan sepertinya itu menjauhi dermaga.

Selama perjalanan Jihoon tidak mengatakan apapun. Ia hanya diam saja seakan tidak berada di sebelahnya.

Seungcheol pertama kali bertemu dengan Jihoon di sebuah klub langganannya.

Dulunya itu sarang narkotika, tapi pemerintah merombaknya dan membangunnya kembali. Tak lupa mengganti pengelolanya juga.

Ia sangat bersyukur tempat itu tidak ditutup. Bukan berarti ia juga pengguna narkotika.

Tidak.

Seungcheol bersih.

Ia hanya ke sana untuk minum saja.

Dan Lee Jihoon, sosok yang mengajaknya sampai ke sini, selalu berada di sana.

Ia tidak memesan minum ataupun mengikuti euforia musik di malam hari.

Ia hanya duduk diam di sebuah kursi bar.

Kecuali kalau bartendernya sudah menawarinya minuman karena jengah akan keberadaannya, baru ia akan memesan minuman.

Itu pun hanya dengan kadar alkohol yang sangat rendah.

Bukan selera Seungcheol. Ia selalu minum yang kadarnya lebih tinggi dari itu.

Ia hanya tidak menyangka ketertarikannya pada Jihoon bisa sampai ke jenjang ini.

Padahal waktu itu ia hanya terlalu mabuk untuk angkat kaki dan saat terbangun ia tidak perlu membayar tagihannya lagi.

Jihoon sudah melunasinya.

Waktu itu Seungcheol sedang patah hati berat.

Dibayari minuman adalah sebuah pelipur lara tersendiri, jadi ia berniat untuk mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

Grep!

Tiba-tiba lengannya digenggam lagi.

"Jihoon?" panggil Seungcheol.

"Ya, ini aku," balas Jihoon perlahan menuntunnya keluar dari kapal.

Tapi Jihoon tak kunjung membuka penutup matanya. Mereka berjalan sedikit agak jauh— mungkin.

Seungcheol tidak bisa melihatnya, ia sibuk mempercayai Jihoon, meyakinkan dirinya sendiri bahwa Jihoon tidak akan mendorongnya ke laut.

Tiba-tiba mereka berhenti, masih entah di mana karena Seungcheol tidak tahu menahu.

Perlahan ikatan kain di belakang kepalanya terlepas.

Seungcheol bisa melihat di mana mereka berada sekarang.

Sebuah bukit dengan banyak nisan yang terhampar di sana.

Sebuah makam?

"Kalau kau bertanya kenapa aku kadang tidak terlihat di klub. Maka ini jawabanku," jelas Jihoon.

[√] 1 out of 10 | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang