v. orang itu

2.2K 508 102
                                    

Dapat dipastikan bahwa dia sudah berpijak pada titik yang sama dengan Son Seungwan. Dari belakang kemudi, dia menemukan keberadaan gadis itu. Tak terlalu sulit untuk mencarinya. Hanya dengan ponsel yang aktif dan terhubung pada internet saja, dia dapat melacak kemana gadis itu pergi. Dia pun segera menutup laptopnya dan keluar dari mobil. Berjalan dengan langkah pasti dan rahang mengatup rapat. Dingin di pergantian musim salju ke semi seketika memeluk permukaan kulit dan membuat bulu roma berdiri.

Di seberang jalan, dia melihat gadis itu sedang mengantri untuk masuk ke dalam kelab. Dia pun ikut menyusul, berbaris paling belakang. Helaan napas berat tertiup begitu saja saat dia menyaksikan bagaimana Son Seungwan berbincang dengan teman-temannya. Tertawa bersama di antara lautan manusia yang berdansa.

Dia semakin frustasi kala melihat gadis itu menerima segelas minuman dari temannya yang berambut coklat kopi. Percayalah, dia tahu obat-obatan jenis apa yang dilarutkan ke dalam minuman itu. Dan dia tak ingin gadis itu sampai lupa diri karena efeknya. Dengan pakaian ketat yang memamerkan lekuk indah tubuhnya. Parasnya yang memukau meski tak terpoles riasan tebal. Hanya dengan sebuah senyuman saja, dia yakin, semua pria yang memandangnya akan terpukau.

Membayangkan Son Seungwan-nya jatuh ke tangan lelaki lain membuatnya geram. Dia tak akan rela membiarkan gadis itu menjadi santapan orang lain. Meskipun hanya melalui pandangan saja. Tidak akan! Maka, dengan gelap mata, tanpa peduli dengan prinsipnya untuk mengawasi dan memuja Son Seungwan dari jauh saja pun teringkari. Sekali lagi, dia hadir di hadapan gadis itu. Dia melepas jaket kulitnya dan menyampirkannya di bahu mulus Son Seungwan. Menutupi hampir sebagian tubuh gadis itu supaya tak ada seorang pun yang menikmati keindahannya.

Agar tak dicurigai, dia berdiri di belakang Seungwan. Bergerak mengikuti irama seolah-olah dirinya sedang berdansa dengan sang gadis. Samar-samar, dari ratusan jenis bau yang mengisi lantai dansa, dia dapat mencium aroma floral dari punggung Son Seungwan. Semakin terendus, semakin rakuslah dia. Diam-diam, dia melarikan ujung hidungnya ke perpotongan leher gadis itu, lalu berhenti di telinga dan berbisik, "Ayo, kau harus pulang."

Son Seungwan yang merasakan sensasi menggelitik dan intim itu pun terkikik. Ah, dia terlalu hanyut dalam alunan musik hingga lupa bagaimana cara menyikapi lelaki kurang ajar.

"Bagaimana kalau aku menolaknya?"

"Aku tidak menyukai apa yang sedang kau lakukan, Son Seungwan."

"Sepertinya aku bermimpi," bisik Seungwan saat menempelkan pipinya ke pipi pria itu. Sengaja bernapas di telinganya. "Kau sangat tampan, Tuan."

Tanpa diduga, sebuah tangan menyelusup ke pinggang Seungwan kemudian mendorong tubuh gadis itu untuk menghapus sisa jarak yang ada. Hentakan itu membuat api dalam tubuhnya menyala semakin besar. Perlahan, Seungwan merasa dirinya meleleh saat pria itu kembali berbisik dengan suara rendahnya.

"Bersyukurlah, malam ini aku bersedia membatalkan seluruh rencanaku karena kau akan terus berteriak di bawah kendaliku."

"Bagaimana kalau aku tetap menolaknya?" tanya Seungwan menggoda sembari membalikkan tubuhnya. Terhuyung, dia menabrak dada pria itu.

Dia terkekeh sinis. Mendorong tubuh Seungwan agar semakin menempel dapanya. Terutama pada bagian intim mereka.

"Maka kau akan menyesalinya."

Gadis itu tercenung sesaat setelah melihat senyuman yang mengembang di wajah pria itu. Dia bergumam, "Kau..."

Kedua alis pria itu terangkat, menunggu penyelesaian kalimat yang akan diucapkan Seungwan. Tangannya beralih dari pinggang hingga ke bokong gadis itu. Memberikan remasan nakal di sana. Tak lupa dengan hidung yang mulai mendekat ke perpotongan lehernya dan berespirasi di titik sebelumnya. Perlakuan itu membuat gerakan dansa Seungwan melambat dan semua teramat sensual.

ANYWHERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang