Pagi - pagi Gathan sudah terusik dengan cekcok Ayah dan Ibunya. Ia menutup telinganya rapat - rapat menggunakan bantalnya, tetapi tetap saja suara ricuh itu masih terdengar membuat Gathan mengerutkan dahinya keras.
Tapi semua itu berhenti ketika Ravanya ㅡsahabat kecil Gathanㅡ memasuki kamarnya secara tiba - tiba melalui balkon. Ini hal yang wajar, mengingat mereka sudah hampir seumur hidup bertetangga, apalagi jarak rumah Ravanya dan rumah Gathan yang bisa dibilang 'kepeleset nyampe' itu memudahkan keduanya saling berkomunikasi baik terbuka maupun tidak
"udahlah Gath, ngapain sih pusing banget? Mandi sana, lo gak sekolah?" kata Ravanya sambil duduk di pinggir kasur Gathan
"kalo kaya gini caranya gue gak butuh alarm ya Van, ada alarm alami ini mah"
"halah, biasanya juga kalo gue belum masuk kamar lo, lo mah belum bangun pasti" kata Vanya menjitak kepala Gathan
Gathan meraih handuknya yang berada di depan pintu kamar mandi lalu masuk ke dalam kamar mandi, tak lama ada suara percikan air, menandakan kalau Gathan sedang mandi
Ravanya membersihkan kasur Gathan, dia tidak suka sekali melihat hal yang berantakkan. Maklum, Kakaknya, Farhan, adalah seseorang yang amat sangat bersih
Vanya bahkan menyiapkan seragam sekolah Gathan, ini juga wajar mengingat Gathan adalah sosok ceroboh yang seringkali bertanya "kemeja gue kemana ya Van?" padahal kan itu kamar dia sendiri, malah Vanya yang lebih tau seluk beluknya
Tidak lama, Gathan keluar dengan handuk yang melekat di bagian bawah serta atasan kaus hitam. Gathan mengacak rambutnya yang basah
"kebiasaan banget sih! Kena muka gue tau!" oceh Vanya
Gathan hanya tertawa gemas
"gini dong Van tiap hari, kan berasa punya babu" ledeknya
"sialan" umpat Vanya
"lo bisa berangkat sama Gathan aja gak? Pala gue pusing bener ini" kata Bagas lengkap dengan gesture tangan memijat pelipis
Padahal saat solat shubuh tadi ia terlihat baik - baik saja, tapi ya penyakit siapa yang tau kapan akan datang?
Sama seperti cinta, entah kapan datang atau perginya tidak ada satupun dari kita yang mengetahuinya
"yehh alesan, bilang aja mau ngehindarin sosio" jawab Vanya ketus sambil menutup pintu kamar Kakaknya itu
Ia kebawah, mencari Kakaknya yang satu lagi, kebetulan Kakak tertuanya itu murah hati
"Mas Farhaaannnnn, anterin Vanya ke sekolah ya?" tanya Vanya dengan nada sok imut, berharap Farhan luluh
"gak bisa Van, Mas mau ketemu client dulu. Emang Bagas kemana?" tanya Farhan sambil menyeruput kopi susu hangatnya
"katanya sih sakit, paling ngehindarin guru killer doang dia mah" kata Vanya sambil mencomot sarapan milik Kakaknya
"yaudah Vanya berangkat bareng Gathan deh. Pamit Mas, assalamualaikum" kata Vanya sambil meraih tasnya yang berada di atas sofa lalu keluar, menuju rumah Gathan
Ravanya Putri Karisma, anak bungsu dari keluarga Karisma yang yatim piatu. Ia bersama kedua Kakaknya harus ditinggal kedua orang tuanya saat kecelakaan pada masa lampau.
Makanya Vanya seringkali menasehati Gathan saat ia membuat orang tuanya kesal "Gath, hargai dulu nyokap bokap lo selagi mereka masih ada"
Berkat otak cerdas seorang Farhan lah keluarga Karisma masih bisa berkecukupan seperti sekarang
Lulusan Australia dengan sepenuhnya ditanggung beasiswa, sekarang menjadi CEO sebuah perusahaan ternama membuat Farhan otomatis menjadi kepala keluarga
Melihat mobil Audi R8 milik Gathan masih terparkir di garasi mobil rumah Gathan, segera Vanya mengeluarkan ponselnya
Vanya
Gue di depan gece lo keluar, mau nebeng nih
YOU ARE READING
Dear, Gathan
General FictionPhoto from : HAI0923 Di tiap perubahan pasti ada satu hal yang tidak berubah. Seperti bagaimana langit yang berubah dari senja menuju malam.