Sakura duduk diam sambil merapatkan kaki seraya meneguk ludah. Jantungnya berdebar keras ketika ibu mertuanya menjemputnya dan mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu dengannya.
Tatapan lelaki paruh baya dihadapan Sakura terasa seolah ingin menelanjangi dirinya dan mengoyakkan kulitnya untuk melihat bagian terdalam dari dirinya. Lelaki itu menatapnya dengan begitu tajam hingga ia akan mati jika saja tatapan dapat membunuh seseorang.
Sakura menatap sekeliling dan berharap dapat menemukan keberadaan orang lain di dalam ruangan selain dirinya dan sang ayah mertua. Bahkan setidaknya masih lebih baik jika ada Sasuke yang menemaninya di dalam ruangan ini. Sayangnya sang ibu mertua hanya mengajak dirinya untuk menemui lelaki yang kini berada dihadapannya.
"Apa kau sudah tahu kondisi suamimu sebelum menikah?"
Sakura segera menatap lekat-lekat kearah sang ayah mertua. Mendadak otaknya seolah tak mampu mencerna kalimat sederhana dari lelaki itu. Ia terdiam agak lama sebelum menggelengkan kepala.
"Aku bahkan baru mengetahui kondisinya beberapa jam sebelum kami menikah."
Fugaku menganggukan kepala. Ia sudah menduga jika sang istri begitu berhasrat menikahkan Sasuke hingga 'menipu' calon menantunya. Dan ia merasa bertanggung jawab pada Sakura yang menjadi korban penipuan istrinya.
"Bagaimana perasaanmu?"
Sakura terkejut dengan pertanyaan Fugaku. Rasanya pertanyaan lelaki itu agak aneh jika ditanyakan oleh seorang mertua pada menantunya.
Tentu saja Sakura merasa marah, kesal dan malu karena tertipu. Ia bahkan terpaksa menggunakan seluruh jatah cuti tahun kemarin yang sebetulnya ingin ia gunakan untuk liburan hanya agar ia bisa terbebas dari keharusan bertemu teman-teman sekantornya selama seminggu kedepan.
Sakura terdiam sejenak. Ia merasa munafik jika harus berbohong, namun ia juga merasa tidak etis jika ia harus mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Maka ia memutuskan untuk mengatakannya secara implisit.
"Sebetulnya saya terkejut. Ternyata lelaki yang menjadi suami saya benar-benar diluar dugaan."
Fugaku menatap Sakura lekat-lekat. Ia menyadari jika tatapan wanita itu tampak nanar dan seolah mati-matian berusaha menyembunyikan kemarahan yang ia rasakan.
"Hn. Kalau begitu kau bisa bercerai bulan depan. Akan kuberikan uang kompenssi untukmu."
Iris emerald Sakura terbelalak lebar. Apakah sang ayah mertua begitu tak menyukainya hingga menyuruhnya langsung bercerai?
Seolah mengerti kekhawatiran Sakura, Fugaku segera berkata, "Itu untuk kebaikanmu sendiri. Seharusnya kau bersama dengan lelaki normal yang jauh lebih baik ketimbang suamimu. Aku memberimu kompensasi sebagai bagian dari permintaan maafku atas tindakan istriku."
"Tidak perlu. Kami memang sudah berjanji akan bercerai dua bulan lagi."
Fugaku agak terkejut. Tumben sekali bocah brengsek itu tidak bersikap egois dan memilih untuk melepaskan istrinya. Fugaku masih ingat ketika ia harus memukul dan membentak Sasuke dengan kalimat-kalimat terkasar yang pernah ia ucapkan dalam hidupnya karena bocah itu begitu menempel dengan Itachi hingga menganggu keseharian putra sulung yang ia persiapkan untuk menjadi pewaris perusahaan.
Tampaknya tindakan pendisiplinan yang dilakukan Fugaku berhasil sehingga Sasuke kini tak berani lagi bersikap egois.
Fugaku segera mengeluarkan buku cek yang ia bawa dibalik jasnya dan segera menuliskan nominal, memberi cap sebagai pengganti tanda tangan dan menyerahkannya pada Sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying A Disability Man
Fanfiction(Highest Rank #99 in Fanfiction - 10/5/2018) Sakura yang menginginkan kehidupan mapan dan stabil dijodohkan oleh ibunya dengan putra dari keluarga konglomerat yang ternyata memiliki disabilitas. Ia yang baru bertemu dan mengetahui kondisi sang calon...