02

41 7 0
                                    

Sore yang terik. Gani tepar di atas lapangan basket, matanya menyipit merasakan sinar matahari. Baru 15 menit latihan basketnya berlangsung, tapi tanpa es teh pak Gun rasanya begitu menyiksa Gani. Rasanya seperti musim kemarau melanda tenggorokannya. Kering.

Gani megap-megap butuh air. Biasanya Elona akan duduk di salah satu bangku di tribun. Menyemangatinya diam-diam. Walaupun dia tidak mengatakannya tapi Gani tahu gadis itu punya rasa peduli yang lebih kepada dirinya.

Tapi gadis itu tidak disana. Tribun kosong. Terlalu sore untuk melihat klub basket latihan. Lagipula banyak sekali kegiatan di hari Senin, jadi Elona tidak pernah melihatnya di hari super keramat ini.

Padahal Elona adalah perpaduan lengkap segarnya es teh dan nikmatnya bakso pak guna yang dikemas secara cantik dalam bentuk seorang gadis.

Maaf. Tapi gani memang tidak romantis. Alih-alih membandingkan Elona dengan bulan atau bintang, Gani lebih suka membandingkan gadis itu dengan es teh dan bakso yang jelas-jelas lebih Gani cintai. Begitu juga elona.

Gani tersentak saat lengannya ditendang-tendang. Hampir saja memaki pelaku utamanya, tapi makianya yang jika dikumandangkan akan berbunyi seperti "woyy ini tangan orang. Bukan bola. Main tendang aja lu, sepak aja sekalian biar gol!" Dia telan kembali.

Gani menelan liurnya dengan susah payah. Kalau meneguk segelas es teh pak gun tak sampai, maka liurnya pun jadi. Begitu pepatah baru Gani.

"Berdiri lu!"

Seperti marinir yang mendengar perintah dari letnan, Gani sontak berdiri, mensejajarkan tubuhnya dengan cowok yang lebih tinggi di hadapannya.

Henri Raka Fajar, mantan kapten basket. Kating. Kulitnya lebih legam dari Gani, dengan kumis tipis, potongan undercut apik, alis yang menukik tebal menghiasi matanya yang selalu kelihatan disipitkan, entah menantang Gani atau mengejeknya.

Yang jelas Gani selalu tersinggung setiap berhadapan dengan Katingnya ini. Bukan karena Henri pernah naksir Elona, tidak. Gani bahkan hampir tidak peduli, toh Elona sudah pasti menolak nya. Tapi alasan yang selalu membuatnya ingin mencolok-colok mata Henri adalah ekspresi yang selalu dia buat saat berhadapan dengan Gani.

Mata yang disipitkan itu seolah berkata 'heh, bukan cuma elo yang bisa lihat sambil merem'. Dan itu menyinggung Gani sekali.

"Kapten kok loyo, gini aja udah tepar lu," Ujarnya sambil membenarkan posisi lengan yang dia lipat. "Heran gue, kenapa dulu pak Tanto bisa ngerekrut elu."

Itu sudah pasti karena pak Tanto melihat permainan basket Gani saat sparing dengan Henri.

Bahkan orang awam pun tahu kalau Gani pantas menggantikannya. Dia itu seperti generasi terbaru yang sudah di upgrade dan menjadi lebih baik setiap saat. Lebih lincah, lebih gesit, cekatan, lebih banyak mencetak gol, lebih tampan dan yang paling penting lebih bisa menarik halayak umum untuk menonton permainan basket mereka.

"Heran juga gue kenapa dari dulu pak Tanto enggak ngeluarin elo dari basket."

Setelah Gani menjawabnya mereka hanya diam. Saling menyalurkan kebencian lewat tatapan mata yang ambigu sampai suara peluit yang di tiup pak Tanto membuat mereka saling mengalihkan pandangan dengan decihan.

"Break 15 menit!" Ujar pak Tanto.

Gani berjalan mendahului dan dengan sengaja menyenggol bahu Henri. Tapi karena kating itu lebih tinggi jadi Gani hanya menyenggol lengannya dan tidak membuat Henri bergeming sama sekali. Justru membuat cowok itu menarik satu sudut bibirnya dan lagi-lagi Gani harus berusaha keras untuk tidak menjejalkan bola basket ke mulut Katingnya yang itu.

Mari berpura-pura saja kalau hal itu tidak pernah terjadi.

Gani berjalan dengan mantab ke arah tribun penonton kali ini. Padahal dia ingin sekali berbaring di lapangan, mungkin dia bisa berjalan dengan perutnya sampai tribun. Seperti ulat hijau di pucuk teh yang sering seliweran di tv saat iklan komersial. Itu tidak masalah jika Henri tidak disini. Bibirnya yang tebal ternyata bukan diciptakan tanpa arti. Mungkin jika Gani punya kesempatan untuk mengotopsi dan membedah bibir Henri, dia akan mendapati setumpuk gulungan penuh kalimat sarkas yang mengisi volume bibirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ElonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang