Prolog

174 9 5
                                    

"Aawwwssshhhhh.!"

Ailiya Maharani.! Gadis cantik itu memekik, ketika ia merasa rambut nya ada yang menarik dengan kuat. Aili menoleh, ia melebarkan mata nya ketika melihat siapa yang melakukan perbuatan jahat tersebut. Bukan ia merasa sakit, tapi ia merasa jengah dengan orang tersebut.

Aili memutar bola matanya, dengan paksa ia melepaskan tangan seseorang yang menarik rambutnya. "Lo apa-apaan sih Div.! Salah gue apa sama lo.?"

Diva Anella.! Siswi terpopuler di SMA Wijaya, selain populer ia juga anak dari pemilik sekolah. Maka tidak heran jika perilaku nya sangat minus, tapi apalah daya mereka yang tidak berani melawan. Namun tidak dengan Aili.! Selagi yang dilakukannya itu benar, maka apapun itu akan ia lawan.

Aili siswi yang cerdas, berbeda jauh dengan Diva yang apa-apa selalu mengandalkan kekuasaan. Selama ini Aili hanya diam, dengan tingkah Diva yang jauh dari kata terpuji itu. Bukan Aili tidak berani, tapi Aili tidak peduli selagi itu tidak merugikan nya.

"Salah lo adalah.! Lo udah berani-beraninya deketin Max, sok minta bantuan dia biar lo bisa narik perhatian nya.! Max itu pacar gue, apa lo udah lupa.? Cara lo itu murahan.!" Maki Diva keras, gadis itu tidak peduli jika para guru melihat nya. Karena jika ada guru yang berani menegurnya, sudah dipastikan keesokan harinya sang guru tidak mengajar di SMA Wijaya lagi. Sungguh mengenaskan.

Aili teringat sesuatu, kemarin saat ia pulang sekolah tiba-tiba ditengah jalan ban motor nya kempes. Tanpa sengaja Aili bertemu Max, saat Aili tengah mendorong motornya dipinggir jalan. Max berhenti dan turun dari motor sport nya, pria itu berniat membantu Aili walaupun Aili dengan tegas menolak. Namun pria tampan berdarah Indo-Jerman itu tetap keukeuh membantu, mau tidak mau Aili pun menurut saja.

Aili menatap Diva santai, tidak ada raut ketakutan sama sekali diwajah nya. Aili melipat kedua tangan nya didada. "Gue udah nolak, tapi pacar lo tetep aja maksa. Asal lo tau ya Div, gue.! Sama sekali enggak tertarik sama cowok yang namanya Maximillano itu. Terlebih itu bekas lo.!"

Mendengar ucapan Aili, seketika Diva murka. Diva mengangkat tangan nya akan menampar Aili, namun dengan gerak cepat Aili menahan lengan Diva dan melintir kebelakang hingga sang empu nya memekik. Membuat kedua sahabat Diva melongo tak percaya.

"Awwwwsshh sakit, bodoh.!"

Aili tersenyum miring, ia mendekatkan bibir nya tepat disamping telinga Diva. "Jangan mentang-mentang lo anak pemilik sekolah ini, lo bisa berbuat seenak nya.! Selama ini gue diem ngeliat temen gue lo bully, tapi lo enggak akan bisa nyakitin gue seujung kuku pun. Lo inget itu.!"

Aili melepaskan cekalan nya sembari mendorong tubuh Diva. Jika saja Vera dan Cika tidak sigap menangkap tubuh Diva, sudah dipastikan gadis itu tersungkur dilantai.

"Lo.!" Geram Diva, memegangi lengan nya yang memerah.

"Apa.? Lo mau ngadu sama bokap lo terus besok gue dikeluarin, ngadu aja sana. Gue enggak takut.!" Tantang Aili yang sudah kehabisan kesabaran.

"Lo tunggu pembalasan gue.!" Pekik Diva, kemudian berlalu meninggalkan Aili diikuti oleh dua sahabat nya. Ah lebih tepat nya upik abu nya.

Aili tersenyum menatap kepergian Diva, ia akan menunggu pembalasan apa yang akan Diva berikan untuk nya. Hingga sorakan kedua sahabatnya, membuat Aili tersadar jika sejak tadi ia menjadi tontonan para siswa yang lainnya.

"Ailiiii.! Wihh hebat banget lo, berani ngelawan siluman macan itu." Puji Dora sahabat Aili, yang langsung memeluk tubuhnya.

"Iya Ai, gue aja langsung speechless gitu. Lo emang warbiyazah" sambar Eri yang juga sahabat Aili.

"Ahh biasa aja.! Kalian muji nya berlebihan tau enggak."

Mendengar itu Dora dan Eri kesal, keduanya kompak mengerucutkan bibir nya lucu.

"Ngambek deh ngambek.! Ngambek nya bisa kompakan gitu" gurau Aili memeluk kedua sahabat nya.

Dora dan Eri melebarkan senyumnya, mereka membalas pelukan Aili. Sedangkan Aili, gadis itu merasa sedih, karena ini hari terakhir ia berada di sekolah favourite nya. Bukan karena Aili takut dikeluarkan oleh pihak sekolah, tapi Aili dan bunda nya harus mengikuti sang ayah yang dipindah tugaskan di Jakarta mulai minggu depan.

Hari ini juga, Aili sudah mengurus semua kepindahan nya. Namun ia tidak tega mengatakan kepada kedua sahabat nya ini.

"Ai kok ngelamun.?" Tegur Eri, mengejutkan Aili.

"Ehh enggak kok Ri." Balas Aili tersenyum.

"Ini map apaan Li.?" Tanpa menunggu jawaban dari Aili, Dora segera merebut map yang ada ditangan kiri Aili.

Aili ingin menjawab, namun ia urungkan ketika melihat Dora melebarkan kedua mata nya terkejut.

"Lo mau pindah Li.? Lo mau ninggalin gue dan Eri.?" Ucapnya menatap Aili intens.

Eri yang tidak memahami ucapan Dora, segera merebut map yang ada ditangan Dora. Setelah membacanya berulang-ulang, Eri pun sama terkejutnya dengan Dora.

"Lo tega Ai ninggalin kita.?"

Aili menggaruk tengkuk nya, ia bingung harus memulai dari mana supaya sahabat nya tidak salah faham.

"Setelah pulang sekolah nanti kalian berdua ikut kerumah gue, biar ayah yang jelasin ke kalian"

Dora dan Eri mengangguk setuju, mereka sangat mempercayai Aili. Jadi apapun yang Aili tentukan, itu pasti yang terbaik untuk nya. Mereka sebagai sahabat hanya bisa men support Aili, tanpa harus mengekang. Walaupun harus berpisah mereka pun siap, demi kebaikan Aili sahabat yang mereka sayangi.

*

*

*

*

*

*

*

Hallooo berjumpa lagi dengan saya "Si Author Abal" dalam cerita Icikiwir ini.. hahaha

Jika kalian suka, tolong kasih tanda bintang nya ya..!! Biar nulis nya makin semangat gitu.. hihihi

Salam Persaudaraan

Zhie.Mhar

Cinta Tapi Gengsi ( Slow Update )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang