Hari yang petang seakan tak mampu membuat lelaki tua ini memutuskan untuk terlelap, tatapannya menyalang jauh menembus kegelapan. Ia melepas kacamata tuanya, mimik mukanya Nampak kusut, seakan beribu tumpukan masalah tengah menghantui pikirannya. Sebuah guratan senyuman mengembang di wajah tuanya.
Lalu apa yang harus kulakukan? Apa memberitahu mereka sebuah kebenaran adalah jalan yang terbaik?
Tatapannya menelisik jauh seakan menembus dimensi ruang dan waktu dan berusaha memutar kilasan masa lalu yang terjadi secara mengerikan.
[Tanda bergaris miring adalah scene flashback]
Christoper melepas kacamata yang ia kenakan. Ia menatap langit malam yang tampak begitu terang dengan bulan purnama disana. Ini adalah waktu yang riskan bagi kedua cucunya yang telah menginjak usia matang.
'Selama mereka belum menyatu dengan The Spirit Power milik mereka, maka pada bulan purnama mereka akan menjadi tidak terkendali'
'Kekuatan mereka akan tiba pada puncaknya. Mereka bisa saja menjadi makhluk paling berbahaya selama mereka belum menyatu dengan The Spirit Power'
Mantra itu terus saja memenuhi kepalanya. Membuatnya semakin risau.
Apa cucunya akan kesakitan lagi?
Christoper menghela napas. Jika seandainya makhluk itu tidak Mengganggu hukum alam, dan tidak ada istilah kutukan yang ditanamkan pada kedua cucunya, mungkin Christoper tidak harus melihat kedua permata berharganya itu meraung kesakitan di saat malam bulan purnama. Meraung seperti orang gila dan mengacaukan segalanya..
Sejujurnya Christoper mengkhawatirkan keadaan kedua cucunya itu. Ia harus segera menemukan kesepuluh Druid Warrior yang lain agar lebih mudah untuk mengawasi mereka.
"ARGHHHHHHH!!!!"
Sedangkan dilain sisi, Stephan merasakan hawa panas disekujur tubuhnya. Tubuhnya memerah dan seperti ada sesutu yang menusuk nusuk seluruh tubuhnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya.
Namun alih alih rasa sakit itu pergi. Rasa sakit itu justru semakin menjadi. Dia menatap jendela kamarnya yang masih terbuka. Cahaya bulan purnama masuk kedalam kamarnya. Dan itu justru semakin membuatnya kesakitan.
"ARGGGHHHHHHHH!!!!"
Matanya berubah warna menjadi merah pekat. Dia mencengkram sprei dikasurnya.
Angin berhembus sangat kencang menerbangkan barang barang dikamar pemuda yang tengah kesakitan itu.
Ia tiba tiba saja terbang, tubuhnya dikelilingi angin topan.
"STEPHAN"
Kakek Alzelvin menatap Stephan geram. Ia mengambil sebuah batu ruby berwarna biru dan membacakan sebuah mantra.
'Dengan izin pohon kehidupan..'
'Hilangkan rasa sakit yang ada ditubuh para Warrior. Kunci kekuatan mereka rapat rapat kedalam jiwa jiwa suci mereka'
"BRUUK"
Dan Stephan tiba tiba saja kembali jatuh kelantai kamarnya. Pandangannya mulai menggelap. Ia menatap kakeknya yang sepertinya meletakan sebuah batu pada dadanya.
"Arghhh"
-TREE OF LIFE-
"Ini mustahil"
Sekarang ini pikiran lelaki jangkun itu seakan terbang ke angkasa, baik Leo dan Stephan seakan membeku dan sulit untuk berkata-kata. Rahangnya mengeras, ia seakan terlempar jauh dari realita yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tree Of Life [Edited]
Fantasy"Dunia tengah berada di ambang kehancuran" Ketika para manusia tidak peduli dengan bumi yang tua ini, maka 'kami' akan mengambil alih dunia mereka. Menciptakan dunia tanpa batas hanya milik 'kami' seorang.