Part 2

105 1 0
                                    


2.

Siapa aku,

Siapa pemilik wajah dalam cermin itu.

Siapa?

Erlinda pulang cepat. Ia langsung masuk kamar dan mengunci pintu. Mamanya heran melihat sikap Erlin demikian berbeda.

"Er...kamu kenapa, Sayang? Kok di kamar terus? Apa gak mau makan dulu? Kamu gak lapar?" tanyanya penuh perhatian.

Erlin menjawab ketus, "Gak laper!"

Mamanya semakin khawatir, "Er...nanti kamu sakit..."

Erlin langsung melempar weker ke pintu hingga pecah. Mamanya kaget dan diam. Ia tinggalkan putri sulungnya dalam keadaan demikian. Ah, mungkin lagi patah hati. Gumamnya menenangkan dirinya sendiri.

Erlinda berdiri. Ia memandang cermin besar yang tergantung di dinding kamarnya. Lama ia pandangi. Ia raba wajahnya. Mata besar dan bulu mata lentik itu persis Mamanya, hidung mancung dan kulit putih itu milik Papanya, bibir tipis itu juga milik Mamanya. Pipinya yang tirus karena ia sering malas makan itu juga mirip Mamanya.

"Mama? Papa?" gumamnya, "Sejak kapan mereka menjadi orangtuaku? Kenapa Tuhan membiarkan aku terlahir dari rahim Mamaku! Kenapa aku dibiarkannya hidup di rumah ini! Kenapa ini harus kualami? Kalau benar Kau ada, Tuhan.....!! Tolong jawab pertanyaanku....!" Erlin menangis lagi. Ia pukul dinding kamarnya. Ia menjatuhkan diri di tempat tidurnya, hingga tertidur sampai petang.

Sejak naik ke kelas tiga, Erlin sering dihantui berjuta pertanyaan tentang dirinya sendiri. Tentang sebutan anak haram yang selalu ia dengar dari masyarakat yang menghina dirinya. Teman-teman yang tak mau menjadi temannya, bahkan Erlin sendiri ragu pada keberadaannya. Ia seakan tak butuh siapa-siapa. Tak butuh segalanya. Membiarkan waktu menelan dirinya perlahan, lalu lenyap ke dasar bumi tanpa ada seorang pun yang tahu.

***

"Lo kenapa sih Kak! Dari kemaren aneh banget!" Topan menghampiri Erlin malam itu di teras rumahnya.

Erlin tak menjawab

"Ditanya diem aja!" Topan duduk bersila di atas teras kayu.

"Apa sih?"

"Kakak baru diputusin ya sama pacar Kakak?"

"Sembarangan! Pacar aja gak punya!"

"Halah...." Topan mencandai, "Trus kenapa? Minta dikawinin, yak?"

"Apa sih lo?!"

"Kok sewot sih Kak? Seisi rumah tuh heran liat lo kek gini. Ada apa sebenernya?"

Erlinda menatap langit malam. Biasanya ada kunang-kunang yang mewarnai kegelapan menjadi indah, namun malam itu tak tampak setitik pun cahaya kunang-kunang yang sangat ia sukai.

"Gue anak haram!" seru Erlin pelan.

Topan yang sedang menikmati jus jeruk kesukaannya tiba-tiba tersedak. "Maksud lo apa, Kak?"

"Gimana sih lo, masa gak nyadar-nyadar juga. Eh, orangtua kita itu berzina lo tahu kagak!"

"Apa Kak? Xena?"

"Zina, dodol! Dosa!"

"Gue gak ngerti maksud lo apa." Topan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dari dulu, kita sering banget denger hinaan masyarakat tentang keadaan keluarga kita. Lo tahu Pan, Mama Papa kita itu sampai sekarang belum juga menikah! Alias kumpul kebo!"

Topan mengangguk-angguk.

"Lo inget gak, waktu lo kecil... Lo pernah pulang main trus lo nanya ke gue..." kenang Erlin, "Mama punya kebo? Kok Topan gak tahu? Emang kebonya ada di mana? Waktu itu lo baru aja denger cemoohan masyarakat tentang keluarga kita."

Kunang-kunang Tanpa Cahaya (diterbitkan)Where stories live. Discover now