For the Baby

67.6K 2.6K 64
                                    

Aku menarik nafasku dalam dalam sebelum mengatakannya "Aku hamil". 

Perlahan dapat kulihat ekspresi Damar yang berubah, senyumnya mulai memudar digantikan dengan tatapan tak percaya. Tak ada kata yang diucapkannya selama beberapa menit, kami hanya saling memandang. Ia menunduk dan mengacak-ngacak rambutnya kemudian menatapku lagi "Kita kan baru ngelakuin sekali Lin, dan...dan lagian kita masih kuliah".

Aku terbelalak kaget, dadaku terasa sesak, aku mengepalkan tangan mencoba mengendalikan amarah yang mulai memuncak "Jangan bilang kamu mau lari dari tanggung jawab". Kataku sengit, nada bicaraku mulai meninggi, kulihat beberapa orang yang duduk didekat kami, menoleh kearah kami. Damar kembali terdiam ia seperti kehabisan kata-kata.

"Ini salahku". Aku menahan air mataku yang hendak meloloskan diri "Seharusnya aku tak pernah mempercayaimu Damar". bulir air mata mulai berjatuhan, aku tak bisa lagi melihat ekspresi Damar dengan jelas. "Kau bahkan tahu bahwa ketika kita melakukannya aku masih perawan". kataku seperti berbisik, aku sudah putus asa, aku meraih tisu kemudian mengusap air mataku, kemudian menggenggam tisu itu dengan kuat "Dasar pecundang". Aku beranjak dari dudukku dan berjalan pergi meninggalkannya.

Aku berjalan dengan cepat menuju parkiran kafe. Kurasakan air mataku mulai berjatuhan, ketika hendak membuka pintu mobil sebuah tangan menarik lenganku, ia memelukku dari belakang dan aku tahu bahwa itu Damar. "Lepaskan Damar". aku mencoba melepaskan diri dari pelukannya. Beberapa orang diparkiran memperhatikan kami dan itu membuatku tidak nyaman.

"Maafkan aku Lin". bisiknya, aku masih mencoba meloloskan dari pelukannya, tapi percuma saja, ia memelukku dengan erat "Menikahlah denganku Lin". Aku berhenti melawan. Ia merenggangkan pelukkannya. Aku membalikkan badanku menghadap padanya, kulihat sorot matanya yang juga putus asa.

"Kau serius"? kataku sambil membuang muka.

Ia terdiam sejenak "Ya, ayo menikah".

Aku memeluknya dengan erat, ada rasa bahagia yang membuncah didalam dada. Aku tak akan sendiri. Kami akan membesarkan anak ini berdua.

***

Malam ini Damar mengundangku untuk makan malam di rumahnya. Tentu saja kami mempunyai tujuan untuk menjelaskan kepada kakaknya bahwa kami akan segera menikah. Damar hanya tinggal dengan kakak laki-lakinya dan beberapa pembantu. Orang tua Damar sudah lama meninggal, tepatnya ketika ia berumur 8 tahun, kakaknyalah yang merawatnya dari kecil. Di umur yang cukup terbilang muda kakaknya harus menggantikan posisi kedua orang tuanya sekaligus menjadi kakak untuk Damar, tak heran jika ia terkadang bersikap dingin dan keras pada Damar. Sebelum mengetuk pintu aku merapikan rambut ku dan menarik nafas "Semuanya akan baik-baik saja". aku mengucapkannya berulang-ulang kali.

Tok tok tok

Aku menunggu beberapa saat hingga pintu terbuka. Damar muncul dengan wajah yang juga tegang saat melihatku.

"Ayo masuk". ia mempersilakanku untuk masuk.

Aku hanya mengangguk dan segera masuk.

"Siapa Dam"? Teriak kakaknya dari dalam.

Damar segera menggenggam tanganku dan mengajakku untuk masuk, aku dapat mencium bau masakan dari ruang tengah, kurasa kak Rama sedang memasak. Ketika sampai di dapur aku berdiri dengan tegang menatap kak Rama membelakangi kami yang sedang sibuk dengan masakannya.

"Kak". Panggil Damar.

"Hmmm". Kakaknya tak menoleh sedikitpun.

Damar hanya terdiam pasrah menunggu kakaknya hingga selesai, begitupun juga aku, aku masih berdiri, diposisi yang sama ketika kami memasuki dapur. Kak Rama memutar badannya dan tampak kaget melihatku berdiri, namun segera bersikap biasa saja, aku mengembangkan senyumku semanis mungkin, namun ia mengabaikanku begitu saja.

Fake Wedding (Oneshoot Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang