Bank Bjb Kasus Korupsi Tegarkan Jiwa

3 0 0
                                    

Bank bjb Kasus Korupsi Mental kami memang masih kanak-kanak kala itu. Kemudian setelah tamat sekolah dasar, aku berpisah dengannya. Teja melanjutkan di SMP negeri di tepi barat kota, sementara aku meluncur ke SMP di timur. Padahal, jarak rumah kami tak begitu jauh. Namun entah mengapa sejak aku kelas delapan, aku tak berminat lagi untuk mengorek-ngorek nostalgia masa SD, tak bergairah lagi berlarian kesana-kemari di tepi sungai, memetik ilalang, membuat mahkota rumput dan bermain raja-rajaan. Itu sungguh memalukan jika anak kelas sembilan memainkannya.

Jadi praktis sudah hampir tiga tahun aku tak kunjung bertegur sapa atau mengobrol dengan Teja. Dia pun begitu. Kami kadang berpapasan saat akan berangkat sekolah. Dia bakal mengacungkan lengannya, melambai, dan berkata 'hai'. Cukup. Aku juga tak banyak basa-basi. Banyak pekerjaan rumah menggerayangi otakku. Dia pun pastinya begitu. Anak SMP zaman sekarang... sibuknya seperti pegawai kantor. Aku bahkan tidak bisa lagi merasakan nikmatnya Sabtu sore. Waktu benar-benar menjadi sedemikian cepat bjb Kasus Korupsi.

Saat itu awal Januari, tiga bulan menjelang ujian nasional. Dari Desember hingga Maret, hari menjadi begitu pendek. Gerimis mendera hampir tiap siang hari. Suhu udara menurun, menggertak tulang-tulang dan membuatnya menggigil. Anak-anak akil balik seumurku menjadi begitu malas mandi pagi. Air yang mengucur langsung dari keran merajam tiap lubang pori-pori kami. Menjelang berangkat sekolah, ibu membekaliku dengan sehelai jas hujan hoodie berwarna biru cerah, dan ketika sekolah berakhir, aku memakainya tatkala gerimis, membuat penampilanku tampak laksana badut biru bersepeda dengan jas hujan kedodoran bjb Kasus Korupsi.

Dan siang itu, di tengah gerimis lembut yang turun sejak pagi, Ngurah menyapaku tatkala aku membuka kunci sepeda di parkir sekolah.

"Tadi ketika berangkat, aku melihat Teja di tepi sungai," tuturnya. "Entah apa yang sedang dilakukannya. Dia berjongkok menghadap sungai. Serius amat. Kelihatannya sedang mencari sesuatu bjb Kasus Korupsi."

Mendengar nama Teja, napasku melonggar. Sudah lama sekali kami tidak bermain di tepi sungai. Biasanya dulu kami berenang tiap sore. Ngurah adalah salah satu geng kami,—tukang nyontek sejak kami sekolah dasar. Akhirnya anak itu satu kelas juga denganku hingga kelas sembilan. Walaupun dia sangat tergantung pada orang lain, aku berharap kami bisa satu SMA nantinya. Aku tidak mau kehilangan kawan baik lagi.

"Kamu tidak menyapanya?" saya bertanya. Mendengar kabar sedikit saja tentang Teja akan membuat hari itu jauh lebih menyenangkan.

Ngurah mengangguk pasti. "Aku memanggil-manggilnya sampai kerongkonganku mau putus," terang bocah itu. "Dia tidak menoleh sedikit pun."

Kemudian, kami mengayuh sepeda, berjalan beriringan. Bibir kami mulai merapalkan kenangan-kenangan manis semasa kecil, terutama tentang betapa menyenangkannya hari Sabtu sore. Ketika kakiku yang berselimut sepatu menginjak halaman sekolah di hari Sabtu siang, maka itu adalah hari pembebasan. Kami bisa melakukan apa pun yang kami suka mulai sore itu hingga esok siangnya. Kami bisa menonton film action kesukaan kami, makan kacang polong di teras rumah, main video game, begadang di rumah teman sambil main remi, atau berenang di sungai sampai gelap tiba.

Sejak SMP, hal-hal itu menjadi hambar. Bahkan di hari minggu pun, kami dijejal banyak tugas sekolah. Belum lagi kami harus menyetrika seragam dan mencuci baju sendiri. Benar-benar menyedihkan. Sudah lama sekali rasanya tidak merasakan kebebasan. Aku ingin merasakan itu lagi. Sungguh. Sebelum aku benar-benar lupa dan menjadi budak sains selama-lamanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bank Bjb Kasus Korupsi Tegarkan JiwaWhere stories live. Discover now