RUTINITAS ABSRUD (prolog)

155 9 9
                                    

Jam alarm membangunkan gue di pagi hari. Kemudian, disusul dengan teriakan nyokap yang membuat terngiang ngiang di telinga.

"Ecaaa!! Ca!! Ecaa ! Bangun Ca !!" sebuah kalimat legend di pagi hari.

Gue bangun lalu gue lihat jam dan ternyata masih jam 5 pagi. Gue pun memutuskan untuk tidur lagi, lumayanlah meski tidur cuma setengah jam. Alarm berbunyi untuk ke dua kalinya. Gue bangun lagi jam setengah 6 pagi dan mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah dengan maraton (serba cepat). Gak seperti cewek pada umumnya, yang mandinya lama. Gue hanya butuh waktu 5 menit untuk mandi. 1 menit untuk otw (on the way) kamar mandi, 2 menit untuk cuci muka, dan 2 menit untuk gosok gigi. Cara mandi yang seperti ini dinamai dengan mandi koboi. Setelah mandi gue sarapan, menu sarapan favorit gue yaitu, segelas air putih hangat.

Oke semua persiapan beres, next gue berangkat dengan sepeda fixie warna putih. Tapi sebelum berangkat gue pamit dulu sama nyokap. Gue takut kalo gue gak pamitan sama nyokap nanti gue dikutuk jadi cantik kayak Raisa. Jaman sekarang dikutuk jadi batu kayak malin kundang itu gak anti mainstream, ya kecuali habis dikutuk jadi batu terus batunya dijual di toko material. Nah, yang kayak gitu baru anti mainstream.

Saat gue otw ke sekolah, tiba tiba terlintas dipikiran gue. Gue mikir sampai kapan hidup gue absurd kayak gini dan sampai kapan juga nyokap bakal ngomong kata legend tiap pagi. Biasanya gue gak pernah mikir, mungkin ini efek dari udara pagi yang sejuk. Gue sadar gue harus punya tujuan hidup, tapi gue bingung tujuan hidup gue kemana. Sekitar 10 menit gue mikir tujuan hidup gue, gak kerasa udah nyampai di pintu gerbang sekolah.

Gue Eca salah satu siswi kelas XI MIPA-1 di sekolah SMA favorit. Entah kenapa gue bisa diterima di sekolah favorit ini. Sebuah keberuntungan yang luar biasa atau biasa luar. Persaingan di sekolah ini lumayan ketat, semua orang bersaing untuk menjadi yang terbaik, sedangkan gue tidak terlalu suka untuk bersaing dan cenderung woles. Sejauh ini gue berada di kelas unggulan yang umumnya berisi dengan siswa siswi yang pintar dan yang belum pinter (bodoh) cuma gue doang. Kelas gue terlatak di lantai 2, gue heran kenapa semua kelas unggulan selalu di taruh di lantai 2. Secara tidak langsung ini pengasingan sabab di lantai dua hanya ada ruang laboratorium IPA, bahasa, computer, aula, ruang OSIS, perpustakaan, dan kelas unggulan lainnya selain kelas gue.

Sesampainya di kelas seperti biasanya, gue sarapan. Menu sarapan hari ini adalah semur jengkol kesukaan gue.

"Diih! Eca cantik cantik makannya jengkol," oceh Dodik seorang murid yang jago fisika.

"Dodik, dua hal yang perlu lo tahu. Pertama, gue gak cantik. Kedua, jengkol itu halal," sahut gue dengan sabar.

"Nah, lo kan cewek. Masak cewek ganteng si? Dimana mana cewek itu ya cantik," jawab Dodik.

"Ya udah gue cewek jelek yang suka makan jengkol," gue mencoba mengalah.

"Ya emang lo jelek hahahahaaa. Syukurlah kalo udah nyadar," ejek Dodik.

Gue hanya bisa manyun dan melanjutkan makan. Tepat jam 7 pagi bel berbunyi tanda kegiatan belajar akan dimulai. Hari ini adalah mata pelajaran matematika, seperti biasanya matematika membuat perut gue pusing dan kepala gue mules. Rasanya gue ingin melambaikan kaki ke arah kamera sambil bilang "Hayati udah gak kuat".

Sekitar satu jam sudah pelajaran matematika berlangsung dan tiba-tiba guru matematika gue yang bernama Bu Suci menulis soal di papan tulis seperti quiz dadakan dimana mereka yang ditunjuk harus maju ke depan lalu menuliskan jawabannya di papan tulis, lengkap dengan cara pengerjaan.

Bagi mereka yang pintar, ini bagaikan quiz berhadiah 1 milyar, tapi bagi gue ini bagaikan pertanyaan di alam kubur. Dengan segenap jiwa raga dan angkasa raya gue mengheningkan cipta supaya gue terselamatkan.

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang