Rasa Ingin Tahu

42 6 5
                                    

"Jangan pernah takut dengan perubahan. Kita mungkin akan kehilangan sesuatu yang baik, namun sebagai gantinya, sesuatu yang jauh lebih baik akan datang menjemput kita"

Hembusan nafasku masih mengencang, apalagi mengamati keadaan sekitar yang cukup mengerikan. Hanya kepungan tembok fandalisme penyakit para remaja masa kini yang sangatlah memprihatinkan. Aku tercekat tak bergeming ketika segerombolan preman telah berada dibelakangku dengan penuh amarah dan tembok tanpa celah yang menanti di depanku.
...
Aku mengerjapkan mata, suara detak jantungku mengeras mengiringi dentingan jarum jam yang tiada lelah berputar. Ku mencoba untuk menetralisir suasana dalam tubuhku, selalu saja mimpi buruk hadir dalam hidupku.
"Huh, untung hanya mimpi, bisa mampus habis tanpa jejak tadi kalau saja itu terjadi."
Terdengar suara nyaring memanggilku. "Syilaa, cepat bangun sayang, jangan malas-malasan." Suara Mama membuyarkan suasana. Walaupun kedua orangtuaku sibuk aku tetap sayang kepada mereka namun aku tak mau terlalu memerdulikan itu.
"Iya ma," Kataku lirih dan tak mungkin mama mendengarnya.
Aku melihat cermin yang menampakkan diriku, "sial sudah hampir jam 7." Aku segera berlari tanpa memperhatikan penampilan ku lagi, menuju sekolah yang bukan dambaanku, karena kebanyakan disana hanyalah untuk ajang pamer, dan aku benci itu.
Aku berlari masuk kelas, kusalip guru yang mengajar kelasku tanpa sopan, langsung aku duduk dibangku ku, disamping Tiara. Semua mata memandangku. "Ngapain lihat-lihat" Bentakku dan membuat semua mata enyah dariku. "Jangan galak-galak kali. Suruh siapa berangakat selalu mepet gini." Bisik Tiara.
Guru yang tadi kusalip tanpa sopan dikoridor kelas menatapku penuh dendam, seakan penuh ambisi untuk membunuhku. Akusandarkan kepalaku diatas lipatan tangan,tak kupedulikan bu Etik yang bicara panjang lebar dan samasekali tak kumengerti, walaupun aku tau di dalam kaka-katanya banyak sindiran untukku.
Bel istirahat telah berbunyi, aku langsung beranjak menarik tangan Tiara menuju kantin. "Laper banget gue, buruan ayo kekantin!" Kataku kasar kepada Tiara. "Eh,eh gua mau aja asalkan lu tlaktir, hehe." Bisik Tiara kegirangan. Selang beberapa detik, "gua juga mau ditlaktir." Teriak si kampret andini memekakan telinga. Tanpa ku iyakan Andini telah berada didepanku, menarik tanganku menuju kantin. "MasyaAllah teman gua emang kampret semua." Bisikku yang harusnya terdengar Andini tanpa memberhentikan langkahnya.
...
Makan siang kali ini cukup biasa, tidak ada yang menarik. Tapi ketika aku melihatnya rasanya lidahku keluh, makanan pedas yang ku makan serasa tanpa rasa, hanya hambar belaka. Dia, Wildan Adijaya namanya. Wajahnya yang natural, eksotis memiliki daya tarik tersendiri dihatiku, dia, laki-laki yang tak pernah luput dari mimpi-mimpiku, aku tak tau mengapa ini bisa terjadi, apalagi aku sama sekali tidak mengenalnya, apakah ini hanya kebetulan? Apakan ini hanya imajinasi belaka? Apakah ini mimpi? Aku tidak tau jawabanya. "Syil, lu kenapa?" Suara Andini menyadarkanku.
...
Ketidakpastian itu menaungiku lagi, setiap kali selalu teringat padanya, sosok yang membuatku penasaran mengapa ia selalu muncul dalam mimpiku, mengapa ia membuatku tidak tenang, membuatku kepikiran akan ketidakpastian ini. Aku bertekad dalam hati untuk memecahkan kenyataan ini, aku ingin mengenalnya lebih jauh.
...

Aku berjalan bersama kedua sahabatku di koridor kelas XI, ini memang jalan utama menuju kelasku, kelas X MIPA 8. Beberapa pasang mata meluhat ke arah kami, kami tak tau apa yang ada di pikiran mereka. "Eh syil, ada yang manggil lo tuh." Kata Tiara. "Siapa?" "Itu lho laki-laki ganteng di dekat pohon" Seketika aku langsung mengalihkan pandanganku dari muka kurbel Tiara ke bawah pohon depan salahsatu kelas XI. "Syil, gua sama Tiara duluan ya, gue mau nyontek PR, hehe" Kata Andini. "Oke" Kataku singkat. Tanpa banyak kata aku langsung menghampiri kakak kelas yang memanggilku tadi.
"Iya kak, ada apa ya?"
"Kamu Syila kan?"
"Iya kak."
"Nanti ke kantin bareng ya, aku jemput di kelasmu." Kata kakak kelas yang tidak aku ketahui namanya itu sembari pergi masuk kedalam kelas. Aku tidak terlalu memikirkan ajakan kakak kelas itu tadi, pikiranku sekarang malah terfokus kepada laki-laki yang selalu hadir dalam mimpiku.
....
Bel istirahat telah berbunyi, guru yang sangat menyebalkan itu sudah keluar dari kelas. Mataku tertuju kepada seseorang yang tadi pagi aku temui, kakak kelas yang tak kuketahui namanya itu. Dia melambaikan tangan, aku pun segera keluar kelas.
"Sekarang saatnya kita ke kantin" Katanya, tapi aku hanya diam.
Saat dikantin akupun mencoba berbicara sepatah dua patah kata.
"Kakak siapa sih? Kok tiba-tiba ngajak aku ke kantin" Kataku takut salah.
"Namaku Roy Adijaya. Aku ingin dekat aja dengan kamu." Nama itu seketika mengingatkanku padanya kembali. Ah, mungkin cuma kebetulan.
" Rumah kamu dimana syil?"
" Perumahan Jl. Mekar sari no 58."
"Berarti gak jauh dari rumah aku, rumahku cuma perumahan jl. Mekar Buaya kanan kompleks perumahan mu."
"Oh," Jawabku singkat.
"Gitu aja? Oh ya kapan-kapan berangkat sekolah bareng ya."
Aku melihat sekeliling, banyak sekali tatapan syirik dari para cabe-cabean yang bejibun di kantin. Kak Roy memang salah satu anak paling famous dan banyak fans, terutama para cabe-cabean hot tadi.
...
Setelah melewati hari yang sangat melelahkan tadi, aku berjalan melewati lorok pendek rumah menuju kamar dilantai atas. Aku melempar sembarang tas dan sepatu, tanpa berganti baju, aku segera membaringkan tubuhku dikasur bergambarkan kucing lucu itu.
...

Aku duduk di bangku taman ber cat putih ditemani dia, matahari senja mulai menampakkan kilau jingganya, aku tak mau melepaskan momen ini, momen dimana aku sangat nyaman, aku sangat bahagia duduk berdua bersamanya. "Kamu mau es krim?" Tanyanya sembari berdiri memperbaiki bajunya. "Eum6, mau. Aku mau rasa mocca" Kataku sambil tersenyum senang. Ia langsung berjalan mendekati penjual es krim dan kemudian membawa dua buah es krim ditanganya. "Terima kasih, kamu baik sekali," Kataku penuh kegirangan. "Iya sama-sama, ini kan cuma es krim, aku rela berikan semua yang kupunya asalkan kamu bahagia".
...
Suara dering yang sangat aku kenal mengagetkanku, dengan segera aku membuka mata, aku tersadar jika aku ketiduran dengan masih memakai seragam sekolah. Kuambil benda pipih sumber bunyi itu tadi dan melihat nama Tiara disana.
"Ngapain sih lo nelfon-nelfon"
"Yaelah shil, lo lupa ya sekarang kita kan mau ngerjain tugas bareng, lu kemana sih, sudah ditunggu yang lain nih"
Aku hanya memutar bola mataku dan mematikan telepon secara paksa. Aku masih kepikiran dengan mimpi singkatku tadi, Aku hanya bermimpi, aku kembali memimpikanya lagi, tapi entah kenapa kami begitu akrab di dalam mimpi ini.

Aku mengambil slingbag biru dengan malas, kemudian ku kendarai mobil menuju rumah Tiara, untuk mengerjakan tugas yang membuatku semakin pusing.
...
Aku sudah sampai di gerbang rumah Tiara, ternyata benar sudah banyak anak-anak yang menunggu. Pandanganku langsung tertuju pada spion mobil, aku melihat dia berdiri di sudut jalan. Aku langsung keluar memandang sudut jalan tempat dia berdiri, tapi hasilnya nihil. Tidak ada seorang pun disana. Aku langsung masuk mobil, kemudian menutup pintu dengan keras dan segera memarkirkan mobil di garasi Tiara. "Hallo guys." Kataku masih kepikiran hal tadi. "Lu kemana aja sih, lama banget kayak ibu-ibu ribet dandan ke kondangan" Kata Rino,salah satu temanku dan di iringi tawa seisi ruangan. "Lu kenapa sih syil, sayu banget mukalo" Gretuk Tiara. "Gua gapapa kok, lagi banyak pikiran aja." Seketika seisi ruangan sunyi tidak ada yang membuka suara.
Setelah beberapa menit ada cletukan dari Rino "Ara, gak ada camilan atau apa gitu?". " Oiya gua lupa, keseiusan ngerjain tugas sih". Kata Tiara sambil tertawa. Aku hanya diam memikirkan dia. Aku tak tertarik dengan lelucon iki.
...
Aku pulang dengan wajah cemberut karena lapar. Aku langsung menuju meja makan, hanya ada nasi dan ayam rames kesukaanku disana, aku langsung menyantapnya tanpa basa-basi lagi.
Aktivitas makanku terhenti saat mengingat dia, seakan-akan dia tak pernah selangkah pun pergi dari pikiranku, akankah aku terus seperti ini? Selalu dibayang-bayangi ketidakpastian yang fana ini? Aku tak tau aku harus bagaimana.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang