2nd Chapter

7 0 0
                                    

Perselingkuhan

Selama masa awal bimbel, aku tidak pernah merasakan ada yang aneh atau apapun dirumah. Semua baik-baik saja kata mereka lewat telfon setiap kali mereka menanyakan kabarku di Makassar. Aku beragama islam, tiap malam aku berdoa semoga yang baik baik akan datang menghampiriku. Aku ingat, kejadian ini terjadi tahun 2015. Hingga suatu kondisi dimana ayahku memarahiku ketika aku meminta uang, dia mengatakan "kemarinkan sudah dikirim, mau apalagi itu" padahal itu sudah sebulan yang lalu, setelah ia berkata demikian aku tidak pernah meminta kepadanya. Aku memilih untuk bertanya kepada ibuku dan jawabannya "nanti nak, bilang sama ettahmu" ettah adalah sebutan untuk orang yang lebih tua dihormati ataupun di segani.

Aku mulai merasakan bagaimana menjadi anak yang jauh dari orangtua sejak itu, dalam artian makan dan minum sendiri tanpa bantuan mereka. Aku mulai dengan bisnis kecil yang awalnya ingin mencoba biayai hidup sendiri, padahal aku sedang bimbel. Hasilnya lumayan, ku belikan semua hal yang disukai adik adiku bahkan ibu,nenek dan omku. Ku habiskan uangku untuk belikan mereka banyak hal. Lalu kukirim pada mereka. Setelah itu aku biarkan semuanya berjalan layaknya mengikuti arus air, aku kembali fokus dengan bimbel dan berhenti berbisnis. Ayahku tidak tahu itu, yang ia tahu aku tengah belajar.

Hari-hari berlalu, ketika saat Ujian masuk perguruan tinggi negri 2016pun tiba. Hasilnya menyatakan aku tidak lulus. 'Kurang beruntung' begitu istilahnya.

Aku memutuskan untuk memberitahukan ayahku untuk masuk swasta saja dan ia meng-iyakanya, tes demi tes kulewewati hingga akhirnya aku dinyatakan lulus dalam beberapa kampus swasta dijurusan kedokteran. Aku mengabarinya dengan gembira, lantas yang ia ucapkan bukan sesuatu yang menyenangkan untukku. "bodoh betul, kenapa bisa tidak masuk di negri" "Kau jangan buat susah orangtua", aku tidak banyak bicara. Diam yang aku bisa lakukan pada saat itu. Aku memohon untuk dikuliahkan saja, aku tidak akan meminta banyak. Pintaku. Tapi ia memarahiku lebih dari biasanya "kurang ajar, anak tidak tahu diri, pulang saja kau. Buat malu orang tua saja" aku tidak tau kenapa ia tiba-tiba seperti ini, aku tertegun, saat itu aku tinggal dirumahnya omku, aku menangis sepanjang hari dikamar, mengurung diri, menangis, menangis, itu yang kulakukan selama empat hari. Kejadian itu menyakitkan, ketika aku sudah berjuang luar biasa untuk mereka dan tibatiba dengan mudahnya stir yang selama ini ku pegang dibanting menabrak jurang. Kakakku menelfonku, katanya ia ingin bertemu. Aku keluar bertemu dengannya. Sesampainya aku di pom bensin tempat kami sepakat bertemu, ia sedang cuci mobil. Selapasnya itu aku masuk kedalam mobilnya, kami dalam perjalanan entah kemana, panjang lebar ia ceramahi diriku, memarahiku dengan tajam, tapi volumenya tidak menaik seperti layaknya ayahku. Aku benci kalimatnya yang selalu menyinggung tentang ibuku. Makanya tidak kudengarkan sepenuhnya, dia datang mengganggu ke kehidupanku ketika aku ingin kuliah dikedokteran, dari dulu ia tidak pernah peduli denganku,walaupun ia tengah lanjut kuliah spesialis dikota yang sama dengaku. Kenapa baru sekarang ingin bertemu, dan ingin aku berhenti dimimpiku? Ia menyuruhku ini itu aku tidak mendengarnya dengan baik sebab suasana hatiku masih kacau. Dibawanya aku pulang kerumahnya, tapi tidak diantarnya aku pulang kerumah tanteku.

Aku menelfon sepupu perempuanku yang kebetulan saat itu juga tengah tinggal di rumah tanteku untuk kuliah. Selepasnya sampai dirumah, dalam kamar aku kembali menagis, ku ingat kembali dengan kasar nadanya ayahku berbicara saat itu. Ku matikan handphoneku, aku tidak banyak bicara saat itu, diam yang kubisa. Aku tidak makan, nafsu makanku hilang. Orang rumah di tantekupun khawatir, sepupuku "emma" panggilannya, ia yang menghiburku. Memaksaku jalan-jalan keluar mencari udara segar. Aku mengikutinya, dan kami pun pergi keluar. Selama mengikuti tes ujian masuk di kampus-kampus swasta, ia yang menemaniku, ia tahu betul perjuanganku bagaimana. Lalu ia menyarankan padaku untuk tetap kuliah. Ia memaksaku masuk di calon kampusnya. Kami sama-sama hendak ingin kuliah tapi kampus yang ku tujukan berbeda dengannya. Disinilah aku, sedang berkuliah sebagai mahasiswa aktif semester 4 jurusan Farmasi.

Semester awal, lambat laun tersebar berita yang tidak menyenangkan. Ayahku telah menikah dengan wanita janda dua anak. Biasanya aku tidak peduli mendengar hal itu, toh ayahku memang tukang menikah tapi ini berbeda. Ia menikah sejak aku masih bimbel, pantas saja sikapnya mulai aneh, sering keluar kota, pulang sehari dirumah lantas pergi lagi, suka marah-marah untuk hal yang semestinya tidak masalah. Aku masuk kuliah difarmasi bukan karna keinginanku melainkan permintaan ibuku, aku ingat dengan jelas. Aku pernah lulus tanpa tes disalah satu kampus di Palu untuk jurusan farmasi, aku menolak karna niatku ingin menjadi dokter. Ibuku memohon padaku saat ku aktifkan handphoneku, dua puluhan pesan dari ibuku. Aku mengangkat telfonnya, dan yang ia ucapkan "Kuliahmi nak, apa saja disana. Masukmi farmasi, nanti mama yang bicarakan dengan ettahmu, kalau kamu tetap tidak mau nak, mau lah nak demi mama, sukailah nak demi adik adikmu" kalimat itu ahh menyebalkan menyakitkan mengecewakan. Aku luluh karna aku menyayangi mereka. Dan akhirnya ku putuskan untuk kuliah dijurusan ini. Sejak saat itu aku jalani awal semesterku dengan sakit tapi tidak berdarah. Aku mendapatkan satu fakta baru bahwa kakakku lah yang memaksa ayah untuk menyuruhku kuliah dijurusan farmasi, di iming-imingkannya posisi seorang apoteker untuk rumah sakit yang akan dia bangun, ayahku lantas setuju karna ia tidak perlu lagi khawatir tentang pekerjaanku setelah lulus kuliah katanya. Dan akhirnya bertambahlah sakit yang aku rasakan. Menyukai hal yang kubenci.

Setiap saat aku ingat betapa sakitnya impianku direbut. Bukan hanya itu, kabar buruk mengenai ayahku yang memberikan uang dan kehidupannya untuk wanita yang ia nikahi saat aku bimbel dulu sontak membuatku rubuh. Tahun 2017 terungkaplah sudah, ayahku setiap kali bermasalah dengan istrinya yang baru itu, ia memarahi ibuku, memukulnya hingga luka ataupun tidak ia tidak akan peduli. Ibuku sakit sejak lama, infeksi ginjal ditambah lagi masalah keluarga seperti ini, aku tidak tega. Ibuku mulai sering mencurahkan hatinya kepadaku lewat telfon sejak itu, menanyakan bagaimana, apa yang harus dilakukan. Aku tidak melarangnya jika ingin bercerai, ataupun menyuruhnya bertahan. 20 tahun ibuku menahan sakit sebagai seorang istri diperlakukan seperti itu tentu aku mengerti sebagai perempuan yang sedang meranjak dewasa. Terlebih lagi masa-masa kecilku sewaktu ibuku dibenci oleh ibunya kakakku. Menyakitkan jika aku mengingatnya lebih detail.

Pertengkaran terjadi sangat keras, adik-adiku jadi korban. Adiku yang kedua dipukulnya layaknya hewan jika ia dapati. Begitupun adiku yang masih kecil yang tidak tahu apa-apa. Selepas ibuku memutuskan untuk mengatakan bercerai, kukira akan membaik tetapi...... semakin...... parah.

Ayahku mengambil semua aset yang diberikannya pada ibuku, awalnya ayahku tidak setuju lantas kemudian emosionalnya memuncak, dikatainya ibuku pelacur bahkan akupun dikatainya serupa, Sakit perasaanku ketika kudengar lagi adik bungsuku harus berhenti sekolah karna ayahku tidak mau membiayainya. Adiku yang kedua memilih pergi merantau untuk mencari uang ketimbang kuliah. Ia berkata pada ibuku "biarkanlah kakak yang kuliah, aku yang kerja". Tidak tega hatiku, aku anak pertama, kakak mereka!. Seharusnya aku. Aku tidak tenang disini, sakit disini. Broken home seperti ini aku tidak mau, Apa yang harus ku lakukan? Ibuku maupun ayahku sering bercerita tentang apa yang mereka rasakan. Terkadang ayahku mengamuk padaku, memakiku, mengataiku lewat telfon. Dan aku hanya diam, sambil menahan hujan dimataku.

Aku tengah kuliah, banyak masalah kuliah yang aku alami entah administrasi atau apapun itu. Aku menjalaninya sendiri. Aku hadapinya sendiri. Aku tidak tahu harus bersandar di siapa, me-nangis..... itu saja yang kutahu. Tapi aku tidak pernah tunjukan pada siapapun. Aku kuat kata mereka, padahal didalamnya, aku gugur layaknya daun dimusim kemarau. Aku rapuh ibu, aku butuh kalian. Sebenarnya. Aku menyayangi ayah walaupun kasar. Cukup jangan sakiti ibu lagi ataupun adik-adikku. Kumohon kembalikan keluargaku, ayah boleh menikah lagi asal jangan pukuli ibu dan adik-adiku. Ayah boleh pedulikan anak barunya ayah yang disana, asal jangan ganggu kami yah. Itu saja. Kumohon, kalian berpisah jangan libatkan kami. Kami masih anak kalian, jangan lupa itu. Kami darah daging kalian. Aku tau, rumah tidak seperti pelangi. Tapi aku menyukainya. Sederhana, tapi itu rumahku, kenanganku. Jangan jual, jangan bakar,jangan rebut. Kumohon.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 24, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Broken HomeWhere stories live. Discover now