9-Unpredictable.

2.4K 427 9
                                    

Jimin's POV

Sesampainya di kelas, aku langsung merebahkan kepalaku diatas meja. Entah mengapa aku merasa lelah sekali. Berusaha menghindari Yoongi itu sangat melelahkan.

Ya. Aku menghindarinya. Setelah seminggu sebelumnya Yoongi terlalu sibuk hingga tidak bisa menemui ku, sekarang giliran aku yg sok sibuk beberapa hari ini, seakan tidak bisa menemuinya.

Semua ini karena aku belum terbiasa. Aku masih belum bisa mengenyahkan perasaanku atas dirinya. Aku takut, ketika aku melihatnya tiba-tiba aku kehilangan kontrol dan menangis dihadapannya.

Aku tidak ingin Yoongi tahu mengenai perasaan tidak berguna ini.

Karena hal itu tidak akan mengubah apapun.

...

"Jiminnie hyung~" Aku terkejut karena tepukan yang tiba-tiba dibahuku. Ternyata Jungkook dan Hoseok hyung.

"Ah, hai. Halo juga hyung." Hoseok hyung tersenyum sebagai balasan sapaanku.

"Akhir-akhir ini kau jadi pendiam hyung, mau bercerita?" Jungkook mendudukan dirinya disampingku.

"Yahhh, sebenarnya ini bukan sesuatu yg mudah untuk diceritakan. Selain itu aku juga tidak begitu memahami masalahku sendiri..." Aku melirik Hoseok hyung. Sejujurnya aku agak enggan menceritakannya, terlebih disini ada Hoseok hyung. Entah untuk alasan apa aku merasa sedikit enggan untuk bercerita padanya.

"Oh, ayolah hyunggg, kita kan teman~" Jungkook menunjukkan wajah sok imutnya padaku.

"Benar apa kata Jungkook, Jim. Kau bebas bercerita apapun pada kami. Tidak perlu canggung." Hoseok hyung mengatakannya sambil tersenyum.

Entah mengapa aku jadi sedikit gugup.

"Baiklah, Jimin akan bercerita..."

...

Hoseok's POV

Ternyata hoobae manisku ini sudah menyukai orang lain. Kami baru saling mengenal beberapa minggu yg lalu, tapi entah mengapa perasaanku padanya ternyata cukup dalam.

Buktinya sekarang, aku agak patah hati.

Hanya bisa terdiam mendengarkan Jungkook yg heboh menanggapi cerita Jimin.

Mungkin, aku harus segera beralih, sebelum semuanya menjadi terlalu rumit?

Tapi sepertinya pemikiran itu tidak akan terwujud dengan mudah.

"Ah, mengapa hyung menyukai pria jahat seperti dia, sih? Hyung terlalu baik untuknya!" Jungkook mengerucutkan bibirnya kesal. Jimin hanya terdiam.

Tiba-tiba Jungkook menjentikkan jarinya. "Aku ada ide, hyung. Karena cara paling mudah untuk melupakan seseorang adalah dengan menjalin hubungan dengan seseorang yg lain," Jungkook tersenyum jahil, "jadi mengapa kau tidak mencoba berkencan dengan Hoseokie hyung saja!"

Aku memandang Jungkook kaget, begitu pula Jimin.

"Ta-tapi Kook, aku rasa aku tidak siap dengan hubungan seperti itu..." ujar Jimin pelan, "juga aku tidak mau memaksa Hoseok hyung melakukan hal itu hanya untuk membuatku melupakan pria itu."

Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ini tidak seserius itu, hyung. Sudah kukatakan kan, 'mencoba'. Lagipula jika kalian tidak berpacaran pun kan tidak apa. Kalian hanya akan menjadi lebih dekat saja." Jimin hanya bisa terdiam.

Jimin menatapku ragu-ragu. Sejujurnya ini semua sedikit gila. Mencoba berkencan dengan Jimin? Aku menghela nafas pelan.

Justru di saat aku ingin mencoba melepaskan perasaan dan pengharapan ini, peluang itu datang secara tiba-tiba.

Jongkook menoleh kerahku, pipinya merona karena bersemangat. "Bagaimana, hyung? Setuju kan? Mau membantu Jiminnie hyung kan?"

Aku menatap Jimin yg menatapku intens, dengan pengharapan di matanya. Dan aku telak kalah.

Aku menghela nafas lelah.

"Baiklah..."

Aku akan membiarkan takdir berjalan sebagaimana adanya.

...

Jimin kembali setelah menyuruh supirnya pulang terlebih dahulu. Karena, yah, ia akan pulang bersamaku. Untuk yg pertama kalinya.

Jungkook bersikeras menyuruh kami pulang bersama, sebagai 'langkah awal'. Aku hanya bisa mengiyakannya karena Jimin terlihat tidak keberatan.



Dan aku tidak mau munafik, karena sejujurnya aku juga sedikit menginginkannya.

Jimin setengah berlari menghampiriku. Pipinya terlihat sedikit merona, efek berlari. Manis sekali.

"Sudah?" Tanyaku. Jimin mengangguk.  Aku pun melepaskan jaketku dan memberikannya pada Jimin. Lelaki manis itu terlihat sedikit terkejut.

"Aku tidak mau kau masuk angin." Ujarku sambil tersenyum. Jimin pun meraihnya dan memakainya perlahan.

Setelah Jimin memasang helm nya dan naik, aku pun melajukan motorku dengan kecepatan sedang.

Dan sekali lagi, aku tidak mau munafik. Sejujurnya, aku menikmatinya.

Debar halus melingkupi rongga dadaku.

...

Yoongi's POV

Aku sedikit terkejut karena ternyata supir yg dikirim butler ku adalah supir yg biasa mengantar-jemput Jimin.

"Shin Taejin-ssi, bukannya sekarang jam pulangnya Jimin? Mengapa kau disini?"

Taejin yg baru menyadari kehadiranku pun membungkuk dalam-dalam, lalu menjawab.

"Tuan muda Jimin yg meminta saya untuk tidak menjemputnya. Ia bilang, ia akan pulang bersama temannya."

Dan rasa tidak suka pun menyeruak dalam dadaku. Mengapa Jim-

Tunggu. Apa salahnya jika Jimin ingin pulang bersama temannya? Ucap logika ku  halus.

Aku menghela nafas panjang. Ya, memang tidak ada salahnya. Lagipula Jimin bukan milikku, yg harus ku atur dan ku pantau setiap saat.

Ia juga berhak memiliki hidupnya.





Ya, setidaknya begitulah yg kufikir.

Tbc!

Sejujurnya ini alur dadakan yg kefikiran, awalnya Bung mikir mau langsung ke gap gitu dan Yoonginya marah trus cemburu. Tapi kalo kaya gitu kesannya dangkal banget ga sih?

Dannnnnn bang hobie itu idaman bgt gasi, Bung suka liat interaksi dia sama Jimin. Sweet bgt:" meskipun hanya terlihat sebatas ade kaka aja dimata Bung heheh

Udah segitu aja

Seperti biasa, vomment hanya jika kamu suka chapter ini!

Regards,
Bung:)

Dilemma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang