Chocolate Caramel: Dua

21 1 0
                                    

Chocolate.

          Aku terbangun di tengah malam dan itu membuatku menjadi ingat kembali apa yang mama lakukan kepadaku tadi sore. Apa celotehanku tadi sore itu salah? Itu benar. Sangat benar. Selama 4 tahun kepulangan mama pun bisa di hitung. Jadi apa artinya dia lagi sekarang?

          Papaku juga tidak pernah pulang. Bahkan aku tidak tau mama dan papa masih berstatus atau tidak. Tidak penting, apa pentingnya mereka bagiku? Aku hanya seorang gadis yang tidak membutuhkan kasih sayang seorang mama ataupun papa. Chocolate yang orang ketahui manis, sekarang sudah menjadi pahit.

          Aku membuka pintu balkon kamarku, dan bergegas berdiri di balkon. Disini jauh lebih baik daripada aku harus melihat pemandangan seorang ibu tidak peduli kepada anaknya.

          “Lo bangun?” Pertanyaan itu berasal dari balkon kamar Frappuccino dan kuyakini yang barusan menanyaiku adalah Frappuccino.

          “Hm,” Aku menghembuskan nafasku kuat-kuat.

          “Selamat, seratus masalah lo udah kebuang lewat idung lo.” Aku menatap Frappuccino heran. Mengapa dia bisa berbicara seperti itu?! Begitu bodohnya kah kakakku itu?

          “Lo bego. Mana ada masalah bisa di buang dari idung? Dan masalah itu gak akan pernah bisa dibuang.” Frappuccino masih menatap lurus ke depan.

          “Udah ah. Gue mau masuk. Besok gue mau bolos ah.” Ucapku berpamitan dengannya sekaligus bilang kalau besok aku tidak bersekolah karena sejuta alasan.

*

          “Apa yang gue pikirin sih sampe tidur aja gak bisa?” Eluhku. Aku sudah mencoba memejamkan mata sejak tiga puluh menit yang lalu dan hasilnya nihil. Mataku malah semakin tidak mau ditutup. Seperti enggan untuk bersentuhan antara kelopak atas dengan bawah.

          Aku memutuskan untuk mengecek handphoneku. Siapa tau ada orang yang bisa menemaniku tengah malam begini. Semoga saja.

Stevan Jordan (22.55): Gue harap lo bisa nenangin diri, bukan cuman lari.

          Siapa yang lari?

         

Chocolate Caramel: Gak ada yang lari, dan gak ada yang perlu ditenangin.

          Apa dia tau sepanjang hariku di sekolah hanya memikirkan Nathanael? Apa dia tau disaat aku pulang ke rumah, malah aku ditampar? Apa memang dia sok tau?!

Stevan Jordan: Buset, jam segini bales Line. Gue gak yakin kalo ini beneran Chocolate.

          Terus siapa?

 

          Aku menghiraukan balasan Linenya barusan. Sepertinya aku sudah sedikit mengantuk dan ingin tidur sepulas-pulasnya sampai siang.

*

          Barusan aku terbangun dari tidur tengah malam itu. Ini sekitar jam sebelas siang dan aku belum sarapan. Aku bergegas turun dari kamarku dan berjalan ke arah meja makan. Di sana ada satu piring nasi goreng dengan note dibawah piringnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chocolate CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang