4 - Olivier's House

777 48 2
                                    

"Kenapa jantung gue berdebar keras gini, sih, tiap dia senyum" ujar Olivier sebelum mendahuluiku menuruni tangga. Dan seharusna ia tidak membaca pikiranku terus menerus. 

Aku menuruni tangga dan menyusulnya yang sudah menyalakan ninja hitamnya. Ia menatapku dari balik helmnya dan memberi kode untukku naik ke belakang. Aku pun menurut lalu naik ke motornya. Belum sepenuhnya aku duduk, ia sudah menjalankan motornya. "Olivier!" seruku yang reflek langsung memeluk pinggangnya. Ia memakai jaket kulit dan jeans serta converse hitam. 

Sedangkan aku memakai jaket hitam dan jeans juga. "Aku masih bisa membaca pikiranmu, miss Taylor" ujar Olivier sambil mengendarai motornya. Aku memukulnya keras dari belakang dan sempat membuatnya oleng dan reflek membuatku langsung memeluknya lagi. Trauma akan kecelakan yang lalu. Hatiku terenyah saat mengingat kecelakaan itu. Mengingat jadwal kematianku yang sudah ditetapkan oleh pria didepanku ini. 

Olivier membawaku memasuki garasi. Rumah sederhana 1 lantai yang didominasi warna putih. Kontras sekali dengan pemiliknya. Setelah ia memarkir motornya, akupun turun. Aku memandang rumah berbentuk persegi panjang itu. Biasanya vampire dan semacamnya tinggal dirumah mewah, kenapa Olivier tidak? 

Olivier berdiri disampingku sambil memandangku tajam. "Aku bukan vampire dan semacamnya" ujarrnya singkat. Aku langsung menoleh dan mendapati mata merah gelap Olivier menatapku tajam namun kosong. Tapi dia bukan manusia, pikitku yang langsung membuatnya buang muka dan mencari kunci lalu membukakan pintu. 

Aku mengikutinya masuk dan berdiri disampingnya. Tiba-tiba aku merasa bulu kudukku meremang. Lebih parah dari biasanya Olivier ada didekatku. Tiba-tiba Olivier maju dua langkah dihadapanku. Aku bisa merasakan tubuhnya menenang dibalik jaket kulitnya. "Olivier ada a.." ucapanku terpotong oleh tangan kirinya yang terulur, melarangku maju. Lalu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya pun terjadi dihadapanku sekarang. 

Sepasang sayap hitam besar muncul di punggung Olivier secara tiba-tiba. Membuat seluruh atasannya terlepas dan terlihat jelas perut sixpack-nya. Aku tercengang menyaksikan adgan dihadapanku ini. Olivier berdiri dihadapanku seolah melindungiku. Tapi ada apa? Apa yang terjadi dirumahnya sekarang? 

"Olivier, kesayanganku." Otot-otot Olivier menegang saat mendengar suara indah seorang wanita yang aku sendiri tidak tahu siapa. Lalu wanita cantik nan rupawan itu muncul dihadapan Olivier denagn 2 malaikat hitam yang juga sangat tampan diedua sisinya. "Delena..."desis Olivier 

Olivier's POV 

"Delena..."desisku melihat wanita itu muncul dirumahku. Apa yang ingin ia lakukan? "Olivier, aku merindukanmu" ujar Delena dengan tatapan anggun namun seliar ular itu, dan senyuman maut yang sanggup membius pria manapun yang masih 'manusia'. 

Aku mendengus. "Apa yang kau inginkan?" tanyaku. Delena menyerangku dengan kekuatannya, membuatku terpental kesisi kananku. Aku bisa merasakan keterkejutan Cara saat menyaksikan hal ini. Delena berjalan mendekati Cara bersama Rein dan Diego, kedua malaikat pendampingnya. Aku menatap Diego yang sedang memandangku. Diego berambut cokelat lurus dan berkulit putih. Matanya merah jelas tidak sepertiku. Karena dia memang salah satu iblis Delena. Aku tau apa yang ada dipikirannya. Dia mengira aku mencintai Cara. Dan aku mengerti sekarang kenapa Delena tiba-tiba muncul disini. Dia tidak mau aku mengacaukan segalanya dengan menyukai manusia. 

Delena memandang Cara dalam-dalam dan aku dapat melihat dengan jelas ketakutan gadis itu. Delena menyentuh pipi Cara dan berkata pelan kepadanya, "5 bulan. Dikurangi 15 hari". Cara tercengang mendengarnya. Aku berusaha membuat Cara melupakan hal itu sementara, Delena malah dating dan mengingatkannya kembali. Seolah ia tidak mau manusia tidak takut akan kematiannya. 

Air mata Cara menetes, 'Olivier', pikir Cara. 'Olivier'. Aku tidak tahan lagi melihat Delena mengintimidasi Cara akan kematiannya. Aku bergerak mendekati mereka. Belum sempat aku tiba, Delena sudah menyerangku lagi dengan kekuatannya, yang semacam sihir, beruoa cahaya merah, membuatku kembali terpental. Saat itulah, Angela muncul dengan dua malaikat pria dikedua sisinya. Gabriel dan Mikhael. 

Cara's POV 

Aku sudah tidak tahu lagi bagaimana perasaanku yang ada setelah menyaksikan hal didepanku ini. Belum sempat aku mengendalikan rasa syokku saat melihat Olivier diserang untuk kedua kalinya, muncullah sesosok wanita yang tak kalah cantik dengan wanita yang ada di hadapanku. Ia berambut pirang bergelombang, kulitnya putih dan cerah, matanya biru seperti air, sampai sampai aku ingin masuk kedalamnya. Tidak seperti wanita didepanku ini, matanya merah seperti darah. 

Ia juga didampingi, lagi-lagi, oleh dua malaikat tamoan berambut pirang dan mata biru muda, yang sekilas mirip namun ternyata sangat berbeda. Wanita pirang itu bergaun putih sangat indah, dan bersayap putih seperti pengawalnya. Ia mendekati Olivier, dan meniup lengannya yang terluka akibat serangan Delena. Delena menoleh ke -kalo menyesuaikan dengan yang pernah Olivier ceritakan- Angela, dengan sinis. "Selalu tak puas jika tidak mengganguku" ujar Delena. 

Angela memandang Delena lembut. "Tidak baik menyakiti malaikat pencabut nyawa, Delena, apalagi yang satu ini adalah kesayanganmu", ujarnya lalu menatap Olivier yang sedang terpana menatap Delena. "Terima kasih, Ratu Putih" ujar Olivier yang langsung bangun dan menghampiriku. Sayapnya hilang lalu ia bertanya padaku, "kau tidak apa-apa?". Aku sulit berkonsentrasi karena ia masih bertelanjang dada. "Aku baik-baik saja" ujarku, Olivier membelakangiku yang kuasumsikan untuk melindungiku, 

Angela berkata, kau sebaiknya kembali, Delena, begitu pula denganku." Delena tertawa sinis. "Aku hanya ingin memperbaiki kekacauan yang terjadi, Angela saudaraku. Aku mengira.. gadis berdarah manusia ini telah salah mengerti tentang posisi Olivier. Ia mengira Olivier kesayanganku adalah malaikat pelindungnya" ujar Delena. 

Aku merasa tertampar dengan ucapan wanita itu barusan, karena memang itulah kenyataannya. "dasar bodoh" ujar Olivier singkat tanpa menoleh kearahku, tapi aku tahu kata-kata itu ditujukan padaku. Aku merasakan penglihatanku buram. Dan pipiku mulai basah. Bodoh, ada apa denganku? Sudah jelas dia memang buakn pelindungku, lalu kenapa aku menangis? Aku baru saja mengenalnya sehari, tidak mungkin aku menyukainya. "Wah, ternyata aku benar" ujar Delena lantang. Angela memandangku dengan penuh tatapan peduli. Aku memandang mata biru itu lalu aku merasa seolah ada didalamnya dan berenang disana. Lalu semuanya gelap.

Demon's Side 1 - Losing him was blueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang