01

28 2 0
                                    

Kalau kata Akasa, Ana itu perempuan paling lelet kalau sudah berurusan sama sekolah. Ana itu memang bukan cewek bandel, tapi hobinya isi buku pelanggaran sekolah karna telat terus.

"Lo semalem begadang?" Akasa sambil meminum jus jeruk yang ada di hadapannya menatap selidik ke arah Ana.

Yang ditanya bukannya menjawab, malah asik dengan benda keramat yang ada di tangannya.

"Na,"

"Sebentar dulu deh, Kas," Masih menatap ke arah ponselnya, Ana malah komat-kamit seperti sedang menghapal mantra.

Sebenarnya, Ana meminta Akasa untuk menemaninya ke kantin, karna Ana habis dihukum lari 5 kali keliling lapangan akibat telat.

"Ngapain si?" Akasa menyingkirkan minumannya. "Mending tadi gue diem di kelas deh, daripada nemenin lo cabut disini." Akasa ingin bangkit, namun cepat-cepat ditahan oleh Ana.

"Sabar dong, Kas." Ana kembali menundukkan kepalanya.

"Lo ngapain? Gue nanya." Akasa sudah mulai kesal akibat diabaikan.

"Ngapalin biodata ketua osis kita." Ana mengangkat kepalanya menatap Akasa. "Kan ada sayembara, Kas. Lo gak tau?"

"Tau." Ucap Akasa acuh tak acuh sambil melanjutkan meminum jus jeruknya.

"Kan lumayan kalau gue menang." Sambil cengengesan Ana kembali memainkan ponselnya.

"Sumpah ya, Na, gak penting banget lo ngapalin gitu-gitu an." Menurut kabar burung dari murid-murid di sekolah, katanya bakal ada sayembara, bagi siapa saja yang bisa tau tentang fakta-fakta ketua osis, pemenangnya bakal dapet foto bareng trus di upload di instagramnya si ketua osis.

Realitanya, ketua osis di sekolah Ana dan Akasa itu cowok paling ganteng seantero sekolah. Udah ganteng, baik, ketua osis, berwibawa lagi, kalau semua cewek modelnya kayak Ana, apa aja juga dilakuin.

"Kas, sumpah ya. Kapan lagi bisa foto bareng sama Ka Galen."

"Simpen handphone nya, atau gue ambil?" Akasa melipat tangannya di atas meja.

"Kas," Kalau sudah ditatap seperti itu sama Akasa, Ana nyerah deh.

"Simpen apa gue ambil?"

"Iya disimpen." Ana menurut.

"Gue kan nanya, lo begadang semalem?" Akasa menatap lurus ke arah Ana.

"Iya, nonton film." Ana cengegesan sambil diam-diam tangannya mengambil jus jeruk Akasa dan meminumnya. "Bagi ya, Kas?"

"Udah diminum baru izin."

Menurut Ana, Akasa itu model cowok yang susah banget ditebak, kadang baik, kadang galak, kadang cuek. Ana sendiri juga gak tahu sebenernya maunya Akasa itu apa.

"Lain kali jangan begadang kalau kebesokannya itu hari sekolah. Lo itu kerjaannya telat mulu, Na." Tuh kan, sekarang Akasa sudah kayak ibu-ibu komplek yang lagi nasehatin anaknya.

"Hmm." Ana masih asik dengan minuman Akasa tanpa memusingkan makhluk yang ada di hadapannya.

"Na," Akasa mengambil jus jeruk yang sedang diminum Ana dan menyingkirkannya. "Dengerin dulu kalau gue lagi ngomong."

"Iya, kenapa?"

"Mau banget foto sama Galen?" Ana yang ditanya seperti itu langsung menegakkan tubuhnya dan menatap penuh harap ke arah Akasa.

"Mau, pake banget!" Akasa yang mendengar itu pun langsung memutar bola matanya.

"Masih gantengan gue, Na dibanding si galon." Ana yang mendengar itu pun memasang ekspresi pura-pura ingin muntah sambil mengibas-ngibaskan wajahnya.

"Lagian ya, gue gamau liat lo foto-foto sama dia." Akasa mengalihkan tatapannya.

"Emang kenapa?" Ana senyum-senyum sendiri menatap Akasa. "Cemburu ya, Kas?"

"Dih," Ucap Akasa jengkel. "Buruan, habisin itu jus jeruk gue. Bentar lagi jam nya Pak Dandi mulai."

"Kas, cemburu bilang." Ana cekikikan sendiri melihat perubahan ekspresi Akasa.

"Bodoamat."

***

Rooftop sekolah kali ini dijadikan tempat sembunyi untuk meninggalkan jam pelajaran.

Akasa dengan baju seragam yang sudah keluar dari mana mestinya melangkah mendekat ke arah meja bundar yang sudah ditempati oleh dua makhluk lainnya.

"Kok cabut gak ngajak gue?" Akasa duduk, ikut bergabung.

"Tadi masnya saya cariin di kelas, eh malah gak ada," Sambil menyulut batang tembakau yang ada di tangannya, Didin menyodorkan satu bungkus rokok ke arah Akasa.

"Tadi anterin Ana dulu ke kantin."

"Paham deh paham." Ardian yang sedang menyenderkan tubuhnya di tembok rooftop meledek Akasa sambil menyisir rambutnya kebelakang.

Akasa yang mendengar ucapan Ardian hanya mengangguk santai sambil memutar-mutar bungkus rokok yang tak kunjung dibuka.

"Ambil satu Kas kalo mau," Didin mengamati gerak-gerik Akasa sambil menghembuskan asap rokok ke udara.

"Lo gak, Yan?" Akasa mengadahkan kepalanya ke arah Ardian.

"Udah, tadi."

"Ah, Ardian mah gak kuat banyak-banyak, Kas." Akasa terkekeh sambil menyenderkan tubuhnya di kursi yang sudah ada sejak entah kapan di rooftop ini.

"Gue entar aja deh," Akasa melempar bungkus rokok itu ke meja bundar yang ada didepannya. Menjauhinya.

Didin dan Ardian hanya menganggukan kepalanya, memaklumi Akasa.

"Jangan dipaksa, Kas." Ardian berujar sambil menepuk santai bahu Akasa.

Didin yang mulai merasakan situasi canggung yang terjadi sekarang pada teman-temannya, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Gimana sama Ana, Kas?" Didin menjatuhkan rokok yang ada di tangannya dan segera menginjak rokok tersebut.

"Gak gimana-gimana." Akasa mengangkat sebelah kakinya sambil mengadahkan kepalanya ke langit.

"Buru-buru diresmiin atuh, keburu Ana sama gue deh." Ucap Didin sambil tertawa meledek Akasa.

Didin memang sejak lama sudah mengagumi Ana. Katanya, Ana cantik. Giliran ditanya, suka atau engga sama Ana, jawabannya, pasti engga. Karena Didin tahu kalau Ana itu punya Akasa. Sekedar bilang cantik bukan berarti suka kata Didin.

"Gak beres Ana kalau sama lo, Din." Ardian mengejek dan dengan santainya menoyor kepala Didin.

Didin yang sedang cengegesan langsung menatap sengit ke arah Ardian "Kepala gue di fitrah in bego." Didin balas menendang kaki Ardian dengan kencang.

"Anjing." Ardian mengaduh sambil mengusap-usap kaki kirinya. Tak lama ia kembali tertawa mengejek Didin.

"Jangan macem-macem Din sama Ana." Akasa mencebikan bibirnya.

"Mampus." Ardian hanya menggerakan mulutnya tanpa bersuara ke arah Didin.

Didin yang melihat itu hanya menatap malas ke arah Ardian.

"Tembak dulu Ana nya, kalau diterima, baru anggep dia pacar." Ucap Didin.

"Ini nembak juga engga, masnya udah ngaku-ngaku jadi pacar Ana. Ibaratnya, lo tuh kayak lagi ngegas motor tapi gak ada bensin. Percuma." Ardian melanjutkan. Kali ini ikut memanas-manasi.

"Belom waktunya, santai." Akasa bangkit, kali ini mengalahkan egonya, mengambil bungkus rokok yang tadi ia lempar ke meja bundar yang ada di depannya. Mengeluarkan satu batang dan menyelipkannya diantara kedua bibirnya. Meminta korek kepada Didin, dan mulai menyulutkan api.

Kali ini, Akasa nyerah.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VolverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang