Doa

15 3 1
                                    

"Hooiii! Jalannya lebih cepat dong, nanti kamu terlambat loh yan," teriak temanku bersepeda dari belakang cepat melewatiku.

"Cih, yang benar saja aku dinasehati oleh orang yang selalu datang terlambat".

Seperti inilah keseharianku jika bersekolah. Setiap pagi aku berjalan kaki. Bukan karena tidak jauh, tapi aku memilih jalan kaki daripada mengayuhkan pedal sepeda. Kini pertama kali aku kesekolah. Tepatnya hari ini pertama kali aku ke sekolah sebagai pelajar kelas 2 SMA. Ya, cuaca pagi yang sejuk membuatku semangat untuk ke sekolah. Bukan hanya itu. Mungkin ada siswi baru yang bisa dijadikan adik kesayangan.

Apa maksudnya dengan adik kesayangan? Aku dari dulu mendambakan seorang adik perempuan. Satu saja, tidak usah banyak. Dimana aku akan selalu dipanggil dengan panggilan kakak tersayang. Diberi asupan senyuman manis dari seorang adik perempuan. Dia akan selalu menarik bajuku untuk menyuruhku. Jika ada yang membuatnya nangis, aku akan maju sebagai pahlawan. Tapi bukan untuk melawan, melainkan kabur. Tentu membawanya juga.

Sampai sekarang aku tidak tahu rasanya memiliki adik peremuan seperti apa. Tapi aku yakin pasti menyenangkan. Jangan mengira aku anak tunggal. Aku juga memiliki seorang saudara. Kakakku. Kakak perempuan. Menyebalkan deh. Kenapa engga aku duluan yang dilahirkan ya. Aku dengan kakakku sering bertengkar dengan selisih 1 tahun saja. Wajar sih. Tapi sekarang udah mendingan. Karena udah besar kali.

Karena sedikit telat, aku langsung berbaris di lapangan karena menyambut pembukaan tahun pelajaraan yang baru. Awalnya aku kesulitan mencari dimana barisan kelasku berada. Tetapi akhirnya kutemukan. Simpel. Kelas terheboh. Nampak dari sisi manapun.

Ku berjalan masuk dari belakang dan tidak ada yang menyadarinya. Jangan heran. Tidak ada menyapa dan disapa. Bukan karena aku masuk di barisan paling belakang. Karena memang begitulah aku setiap harinya.

Bosan. Pembukaan yang selalu diucapkan setiap tahun. Isinya sama, hanya tahunnya yang diganti. Mataku merilik-lirik kesana kemari. Tepatnya ke arah siswa baru kelas 1 SMA. Cewek-cewek nya malah ketutup sama barisan kelas cowoknya. Kesel. Padahal udah semangat gini. Terkejut! Dari belakang Andrew langsung menepuk bahuku.

"Sok oke gini penampilan elu hari ini," katanya.

"Perasaan lu aja kali."

Mungkin karena gak pernah melihatku sehabis liburan.

Dia kemudian pergi mengganggu yang lainnya.

Dia Andrew, super aktif, ceria banget, mungkin gila. Kadang menggangu, tapi dialah salah satu teman yang baik terhadap semuanya. Termasuk aku. Yang jarang berbicara dengan banyak orang. Dan juga, dia yang tadi pagi sok-sok an nasehati aku waktu pergi ke sekolah.

***

Tidak terasa telah selesai. Aku berjalan agak belakang mengikuti teman kelasku menuju kelas baruku. Tidak ada rasa apapun, seperti yang lainnya. Tidak penasaran dengan kelas baru, guru baru, atau teman sebangku yang baru. Semuanya akan seperti biasanya. Apakah mungkin ada cewek yang memintaku duduk sebangku dengannya? Kurasa tidak mungkin.

Aku baru menyadari diriku berjalan terlalu lambat. Sekitarku menjadi sepi, dan aku merasa asing.

"Hei."

Apakah ada yang memanggilku?

"Heii..."

Pasti. Aku yakin ia memanggilku. Seorang wanita. Suaranya bagus. Apakah ia adik kelasku? Apakah tuhan sudah mendengar doaku yang ke sembilan puluh sembilan kalinya? Aku harus siap! Siap menyapa dan menjawabnya dengan lugas. Tidak sempat berpikir panjang, aku langsung menoleh dan berkata:

"Ada ap..."

Tidak sempat ku bertanya, dipotong dengan ucapan darinya.

"Itu ada yang jatuh."

Ya, kartu pelajarku jatuh ke lantai. Tidak mengerti bagaimana kartu itu bisa keluar dari kantongku. Memang begitu, tidak semuanya bisa dilogikakan. Termasuk pertemuan ini. Bahkan aku tidak bisa mengatakan ini sebuah pertemuan.

Aku diam. Ingin mengatakan terima kasih tapi susah. Perasaan asing, malu, dan terkejut bersatu. Seakan-akan aku bisu pada saat itu. Dia menoleh tanpa senyuman. Berjalan menjauhi tempat aku berdiri. Bahkan aku tidak sempat melihat namanya. Aku masih memandangnya dari sini. Cantik. Berbeda dengan cantik pada biasanya. Wajahnya tidak bosan dilihat. Susah menjelaskannya. Intinya dia pasti idaman para lelaki. Nampak dari manapun.

Hari pertama sekolahku lumayan menakjubkan. Meski aku tidak ingin hal yang seperti tadi. Kenapa aku tidak mencoba menyapanya. Bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Apa yang sudah kamu lakukan Rian?

Sudahlah. Tidak usah menyesal. Dunia ini bagimu bahkan hanya sebesar rumahmu. Kamu akan selalu begini. Sampai kapanpun. Suasana hatiku kosong. Diikuti dengan ributnya kelasku. Mungkin doaku belum didengar. Apakah mungkin doaku yang keseratus didengarkan? Jika iya, apa yang harus kuminta. Apakah persahabatan? percintaan? Atau sebuah pertemuan aneh lagi? Entahlah. Suatu hari aku pasti akan berdoa. Dan pada saat itu aku telah yakin bawha aku akan berdoa untuk

diriku sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Awal KegabutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang