1. Pernikahan

19K 1.6K 66
                                    

Prosesi akad nikah baru saja selesai dilaksanakan. Sekarang Alea dan Dana telah resmi menjadi suami istri. Mereka berdua sudah terikat dalam sebuah ikatan suci yang sah dan halal.

Resepsi yang digelar oleh keluarga Dana, sungguh bukanlah sebuah resepsi sederhana seperti yang Alea bayangkan sebelumnya. Kedua orangtua Dana dengan penuh suka cita mempersiapkan acara ini dengan begitu sempurna. Mereka mengundang seluruh keluarga besar Nugraha yang bahkan tidak tahu jika masih berhubungan darah dengan Dana Ryan Nugraha.

Dekorasi mewah dengan ribuan lilin melayang di udara membuat banyak tamu undangan takjub dan bertanya-tanya, bagaimana cara membuat lilin lilin itu tetap melayang dan tidak pernah habis meskipun sudah menyala selama berjam-jam.

Karena terpesona akan indahnya dekorasi ruangan, pelaminan dan berbagai macam hidangan yang disajikan, membuat para tamu undangan tak ada yang menyadari kesedihan di wajah sang mempelai wanita.

Alea Blackstone, gadis itu tak sanggup menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi pipinya. Sebuah kesedihan yang sangat mendalam ia rasakan tepat di hari pernikahannya. Pernikahan yang sama sekali tak pernah ia inginkan, tapi harus ia lakukan.

Pernikahan itu berlangsung bukan karena Alea dan Dana saling mencintai. Namun, semua harus terjadi karena Alea ingin menyelamatkan sang ayah tercinta yang beberapa saat lalu mengalami kondisi kritis dan hampir tak dapat diselamatkan.

Dana, yang merupakan putra sulung dari keturunan raja sihir terakhir yang ada di muka bumi ini mewarisi banyak kemampuan sihir termasuk untuk memindahkan kehidupannya selama beberapa waktu kepada tubuh orang lain. Meski pada awalnya menolak, tapi melihat kesedihan yang begitu mendalam di wajah gadis yang ia suka, membuat Dana akhirnya menyetujui permintaan gadis itu.

"Aku tahu, kau tidak menyukai pernikahan ini," bisik Dana yang saat ini berdiri di pelaminan bersanding dengan Alea, "tapi tolong berhentilah menangis, atau kububarkan saja resepsi ini? Aku tak ingin kedua orangtuaku bersedih jika tahu kau tidak mencintaiku dan tidak menginginkan pernikahan ini."

"Maaf," jawab Alea singkat seraya meraih tisu di belakang pelaminan dan mengusap air matanya pelan-pelan agar tidak merusak riasan di wajahnya. Setelah itu, ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan kesedihan dan mencoba tersenyum kepada siapapun yang memberikan ucapan selamat kepadanya.

Ada kehadiran satu orang yang sejak tadi ia nantikan. Yang sudah beberapa hari ini tidak pernah ia lihat lagi wajahnya. Bukan, sejak ia memutuskan untuk menerima lamaran pria di sebelahnya ini, dirinya tak pernah bisa lagi mendekatinya dan mengajaknya bicara. Ialah Aaro, kakak kelima Alea yang usianya hanya terpaut satu tahun dari usia Alea.

Alea tahu Aaro sangat marah dan kecewa padanya. Sejak kecil mereka selalu bersama dan bersekolah di kelas yang sama, duduk di bangku yang sama. Bahkan saat duduk di bangku SMP, mereka sudah berjanji untuk tidak mencari pasangan masing-masing, karena mereka akan selalu bersama selamanya. Namun nyatanya, Alea mengingkari janji dan memilih menikah dengan pria lain.

Alea memejamkan mata dan kembali mengingat bagaimana reaksi kemarahan dan kekecewaan Aaro ketika dirinya menyampaikan keputusannya untuk menikah dengan Dana. Aaro marah tentu saja, bahkan sempat ingin membawa Alea kabur. Namun saat Alea menolak dan tetap memilih Dana, itulah kehancuran untuk Aaro. Sejak itu, baik Alea maupun seluruh keluarganya tak pernah lagi melihat senyum dan tawa Aaro.

"Selamat ya Sayaang," suara yang begitu merdu dan menenangkan membuat Alea membuka mata. Tatapannya beradu dengan tatapan teduh sang bunda. "Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu," ujar sang bunda.

"Makasih, Bund." Alea sesenggukan. "Kak Aaro..." Alea tak bisa melanjutkan ucapannya.

Carmila tersenyum penuh pengertian, "Aaro datang, mungkin dia sedang melihatmu dari jauh."

"Sampaiin maaf Alea untuk Kak Aaro, Bund..." Alea tak kuasa menahan air matanya. Hatinya terasa sakit mengetahui Aaro datang, tapi tidak ingin menemuinya.

"Jangan pikirkan itu, Aaro akan mengerti," Aidan, ayah Alea tiba-tiba sudah muncul di hadapan putri bugsunya. "Ayah yakin, keputusanmu ini adalah yang terbaik untuk semua."

Alea mengangguk. "Terima kasih, Ayah. Maafin Alea."

Aidan mengerjap beberapa kali untuk menghalau air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Bagaimanapun tidak mudah bagi seorang ayah untuk melepas putri bungsunya yang masih belia untuk dipercayakan kepada laki-laki lain. Namun, selain Dana sudah berjanji untuk menjaga Alea dengan baik, Aidan juga merasa ini adalah saat yang tepat untuk memisahkan Aaro dan Alea yang memiliki perasaan terlarang satu sama lain.

"Aaro akan menemukan kebahagiaannya, Ayah janji."

"Ya, tolong jaga Kak Aaro untuk Alea."

●●●

Alea duduk seraya menatap bayangannya di cermin. Wajahnya sembab karena terlalu banyak menangis. Ia menghembuskan napas pelan merasakan kesepiannya di kamar yang asing baginya ini. Semua anggota keluarganya sudah pamit sementara Dana masih menemani beberapa saudaranya yang masih tinggal.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, membuyarkan lamunan Alea. Ia melirik melalui bayangan di cermin. Ternyata Dana...

"Belum tidur?" Dana bertanya canggung seraya menutup pintu dan melangkah memasuki kamar, kemudian memilih duduk di tepi ranjang menghadap punggung Alea.

Alea diam. Ada rasa marah dan enggan ketika melihat wajah pria di belakangnya ini. Ia tahu, seharusnya dirinya tidak merasa seperti itu mengingat dirinya sendiri yang memohon untuk menawarkan seluruh kehidupannya untuk Dana, tapi entah mengapa sebagian dari dirinya masih merasa bahwa Dana sedang memanfaatkan keadaan.

Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada jawaban dari Alea, Dana pun menghela napas. "Kau tahu, tak seharusnya kau marah seperti itu padaku?" Dana bertanya dengan nada terluka. Ia mengusap wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya kemudian melanjutkan bicara, "aku sama sekali tak pernah memaksamu untuk setuju menikah denganku, lalu dimana letak kesalahanku yang membuatmu begitu marah?"

Alea masih diam. Ia sendiri tidak tahu, mengapa dirinya begitu marah setelah pria itu rela meminjamkan nyawanya untuk kesembuhan sang ayah. Matanya membelalak dan seketika berdiri kemudian menjauh ketika melihat Dana melangkah mendekatinya. "Jangan sentuh aku!"

"Kau istriku, menyentuhmu bukan lagi hal terlarang bagiku!" Dana menegaskan.

Alea beringsut menjauhi Dana yang terus maju mendekatinya. "Jika kamu berani menyentuhku sedikit saja, aku akan.... aku... akan... " Alea tidak dapat melanjutkan ucapannya karena Dana sudah berhasil menarik pergelangan tangannya dan menariknya untuk duduk di tepi ranjang sementara pria itu berjongkok di hadapannya.

"Aku berjanji tidak akan menyentuhmu, jika kau tak suka," Dana tersenyum menenangkan. "Aku hanya ingin kita bicara mengenai hubungan kita, pernikahan kita dan masa depan kita."

Alea mendengus. "Apalagi yang harus dibicarakan?"

"Kau sendiri yang setuju untuk menikah denganku, dan itu artinya kau pun harus menerima semua hal yang berkaitan dengan pernikahan ini. Pertama, kau harus menerima kenyataan bahwa saat ini aku adalah suamimu. Kedua, mulailah belajar untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban suami istri dalam berumah tangga. Ketiga, tolong jangan terus menatapku dengan pandangan penuh permusuhan, itu sangat menyakitiku."

Alea diam dan menyimak semua perkataan Dana. Tak hanya itu, ia juga mengamati ekspresi pria itu, mencari kebohongan dan kebusukan di kepalanya. Namun, hatinya sedikit menghangat saat menyadari bahwa tatapan Dana begitu tulus padanya. Ia menghembuskan napas pelan. Entahlah, ia tak tahu, apakah dirinya sanggup bertahan dengan semua ini jika sampai saat ini hatinya masih saja menjadi milik Aaro.

●●●



Frozen, Dana & Alea (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang