Prolog

299 24 2
                                    

Aku bersama temanku, Maxim, menuju ke Cafe baru milik Ibuku. Yeah! Aku dan temanku akan makan siang disana. Aku tidak mengajak Lolita, eh? Kalian tidak tau siapa Lolita? Dia kekasihku, dia berhati baik denganku dan keluargaku, sangat suka travelling. Kau bisa tanyakan belahan dunia mana yang tidak pernah dikunjunginya. Bahkan dia ingat jelas di negara mana saja ketika dia buang air besar dan kehabisan tisue toilet.

"Sean.. ayo kita turun."

Aku turun setelah mendengar ucapan Maxim. Melihat tampilan Cafe ibuku yang bernuansa Prancis. Ooh tidak, ini bahkan sangat sangat Prancis.

Ibuku menyukai Cafe di Prancis semenjak Lolita mengajak kami ke negara itu, waktu itu.

"Ibu.." panggilku kepada Ibuku, Agacia Felicia.

"Sean.." Ibu memelukku erat, yaah selama seminggu aku baru pulang hari ini karena aku sibuk bekerja.

"Cafe yang bagus bu, aku suka."

"Tentu saja, kau ingin makan apa? Ibu akan bilang kepada pelayan ibu. Kau juga boleh berkeliling di Cafe ini."

"Baiklah bu, aku akan berkeliling setelah makan. Aku bersama Maxim."

Ibu menolehkan kepalanya, mencari sahabatku satu satunya itu. "Maxim, kemari nak." Panggil ibuku.

"Iya tante?"

"Pesanlah sesuatu, tante akan bilang kepada pelayan tante."

"Sean mau cheese cake dan hot chocolate aja bu." Ucapku.

"Kalau saya mau red velvet dan americano saja tante."

"Baiklah."

Ibuku meninggalkan kami dan membantu pelayan memasakkan pesanan kami.

"Hmm bagaimana hubunganmu dengan Lolita?" Tanya Maxim.

"Baik baik saja. Lolita sedang sibuk dengan butiknya untuk beberapa bulan."

"Benarkah? Berapa bulan?"

"6 bulan. Aku akan sangat merindukannya."

"Iya.. kalau ditunggu 6 bulan itu sangat lama kawan."

"Maksudmu aku harus mencari yang lain begitu?"

"Naah.. hahaha kau sangat pintar!"

"Tidak Max, aku masih setia." Jawabku bangga.

Seorang pelayan datang dengan membawa pesanan kami. Kami makan dengan canda tawa, seperti biasa.
Setelah selesai memakan kami mengelilingi Cafe ini, Maxim dan aku berpencar, aku memilih untuk mengunjungi tempat pencucian piring.

Tebak apa yang aku lihat? Seorang wanita cantik, menari dengan senyumnya yang ceria sambil mencuci piring milik ibuku, bersama seorang pelayan yang menatap tidak suka kepada wanita cantik yang sedang menari.

Rambutnya yang panjang dia ikat dua dibagian bawah, dan kacamata bulat yang menutupi matanya yang lentik dan berbinar.

Praanngg!!

Piring yang wanita cantik itu pegang sengaja disenggol oleh pelayan yang menatap wanita itu sinis. Hey! Aku melihatmu dari balik kaca pintu ini.

Ibu yang mendengar berlari tergesa gesa karena pecahan kaca tadi sangat nyaring.

Kulihat wanita cantik itu menutup telinganya dengan tangannya, dan memejamkan matanya erat seperti anak kecil yang ketakutan.

"Ada apa ini?!" Ibuku berteriak.

"Nyonya, si idiot ini telah memecahkan piring karena lalai dalam bekerja nyonya, dia malah menari- nari tidak tentu didalam sini, sehingga piring anda pecah." Pelayan itu berbicara omong kosong! Cih baru hari pertama buka saja sudah sombong.

"I-idiot?" Tanya wanita itu.

"Tidak.. tidak! Idiot bukan namaku! Ibuku bilang, namaku Della.. Della.." Wanita itu berkata dengan mata yang membola, membantah kalau dia bukan idiot.

Aku masih memperhatikan wanita yang sedang dimarahi oleh ibuku. Dia menunduk ketakutan.

"N-nyonya.. jangan pecat saya.. nanti Josef tidak bisa sekolah dan makan." Dia berkata dengan menunduk namun, matanya melirik keatas, melirik ibuku.

"Saya tidak akan memecatmu, namun peringatan untukmu, jangan pecahkan piring- piring lagi ya?" Ibuku memberitau dengan lembut. Haaah ibuku memang malaikat buatku.

"Jangan pecahkan piring.. jangan pecahkan piring! B-baik nyonya.. Della tidak akan pecahkan piring lagi, supaya Josef bisa makan dan kuliah dengan rajin." Aku mulai heran dengan gadis ini.. dia bertingkah seperti anak- anak saja. Aah masa bodo, hal itu tidak mengurangi cantiknya.

Wanita itu kembali bekerja, dengan wajah sedih, tidak ada tarian, tidak ada senyuman.

Aku memutuskan untuk masuk dan melihatnya dari dekat. "Hey kau!" Panggilku kepada pelayan yang menyenggol wanita ini.

"Kau memanggil siapa?" Tanya pelayan itu.

"Tentu saja kau!" Aku sedikit kesal. Wanita itu benar benar fokus untuk tidak memecahkan piring.

"Kau siapa berani memanggilku begitu?" Omongan pelayan ini sangat sangat belaga, sombong, dan uuh.. entahlah, dia menjijikan.

"Aku? Sean..Sean Audrict."

"Hahaha.. jangan harap kau menjadi CEO di Audrict Company. Kau tau? Pemilik Cafe ini adalah ibunya!" Dia membentakku kawan kawan? Mari kita kalahkan dia telak.

"Kau tidak percaya?" Pelayan itu menggeleng.

"Ibu!!" Teriakku.

"Ada apa nak?" Ibuku datang dan aku langsung memeluknya dari belakang.

"N-nak? T-tunggu.. jadi.. kau benar benar Tuan Audrict?" Tanya pelayan itu bodoh. "Ibu, pecatlah dia! Dia yang menyenggol wanita itu sampai piringnya pecah. Aku melihatnya, dia tidak jujur, sombong, dan berlaga kalau Cafe ini seperti miliknya, baru hari pertama bekerja sudah melawanku."

"Ooh oh!! Itu!!" Teriak wanita itu. Kami langsung menolehkan kepala kami.

"Ada apa?" Tanyaku.

Dia langsung menunduk ketika melihat wajahku. Apa aku menyeramkan? Tidak lah.. aku ini tampan.

"Hei.. kau kenapa?" Tanyaku dengan bahasa yang lebih lembut.

"Tidak.. h-hanya itu.. hanya saja.. Josef suka melakukan itu.. dan aku juga suka begitu." Wanita itu mengangkat kepalanya menatapku. Aah aku ingin terbang dengan hanya ditatapnya saja.

"Melakukan apa?"

"Melakukan begini..."

Grep..

Dia.. memelukku!! Astaga, rasanya badannya diciptakan untukku, rambutnya wangi, badannya yang kecil sangat pas untuk kupeluk. Tanpa sadar tanganku terulur untuk membalas eratnya pelukan wanita ini.

"Naah! Seperti itu! Aku suka pelukan, membuat hangat, dan sangat nyaman.. tubuhmu nyaman!" Dia mulai kegirangan, menambah eratan tangannya di pinggangku.

"Siapa namamu?" Tanyaku.

"Della Chriselda. Bukan idiot.."

Idiot Isn't My Name!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang