01. Begin

127 65 58
                                    



Buitaereunae present

.

.

.

.

.

.

.

"Mereka hanya mengasihani kakiku, bukan diriku."

.

"Perlukah aku mengulang?"

Disini dia, mengerang tertahan memandang layar kosong. Berfikir tentang ini dan itu, lalu hal selanjutnya bagaimana dan kenapa. Menekan nekan meja dengan ganas sesekali, memijat hidung dengan desau tergesa.

"Atau-ah tidak, terlalu biasa."

Berbicara dengan bayang, merengut kesal mengutuk otak yang buntu. Pekerjaan ini memang terkadang menyusahkan.

Pembuat webtoon bergenre romance.

Wah, romance. Bukan gayanya sekali sesungguhnya. Tapi desakan kemampuan yang terbatas juga desakan dari semangat menggebu milik tubuh remaja-nya tiga tahun membuat ia berakhir seperti ini.

Bekerja menggores diatas layar, mewarnainya, mengetik, menghapus dan mengumpat karena ide yang terhambat. Menyisakan setitik kopi di cangkir untuk setiap malamnya, berjengit ngeri kala ada suara mengintrupsi kalau sedang memuncakkan fokus, melamun kosong-blank- dan sejumlah keringat yang membanjiri pelipis, menunduk dan menggeram sembari meremat pena, jika kalian ingin tau-itu semua adalah kegiatannya setiap harinya.

"Jungkook!"

Crack!

Baru saja dibilang-sial, ide miliknya jatuh terjajar pecah di lantai.

"Ups, maaf. Okay, aku akan berbalik lalu mengetuk pintu, alright?"

Mata Jungkook memicing, mendengus terlampau paham. Bibir mendecak lalu terkekeh-hampir seperti gila, dia hampir gila, "SORRY! ASTAGA KOOK! Jangan tertawa seperti itu! Kau lebih menakutkan daripada karakter antagonis di ceritamu!"

Jungkook mendesis, "Dan kau lebih menyebalkan daripada ahjumma tetangga yang kugambar di ceritaku Jim!"

Jimin menggeleng tak terima, "Hey! Beraninya kau samakan aku dengan ahjumma urakan bergaya layaknya remaja belasan tahun dengan tiga roll terpasang di rambut! Kau buta?!"

"Tck. Aku tak buta aku hanya lumpuh bodoh."

Hella shit.

Jimin salah bicara.

"Kook..."

Pandangan melembut, eratan di kresek melonggar-hampir menjatuhkannya. Bibir bergerak ingin buka suara lagi, tapi kembali menutup. Kedua mata berkedip sedih kala Jungkook menundukkan kepalanya dengan kedua tangan menggenggam erat sisi kursi roda.

Lalu-tawa melengking memecahkan segalanya.

"Sial."

Si pemuda Park menaruh kresek berisi satu kotak ayam tepung kesukaan Jungkook. Sedangkan Jungkook lanjut terkikik lalu mengusap ujung mata mendramatisir tawa, "Kau tau Jim, wajah terkejut dan sedihmu selalu luar biasa."

Mengacungkan kedua ibu jari, si Jeon meringis tak berdosa.

"Beruntung aku langsung memaafkanmu kali ini. Jika aku sedang tidak dalam posisi mood, aku bersumpah aku pasti akan menyumpalmu dengan iPad-mu Kook."

Jungkook mengangguk angguk sembari mengambil satu potong ayam yang Jimin bawa tadinya, menaruh satu kotak di pangkuan lalu mendamba rasanya bahkan saat ia baru menyentuh rempahan kulit luar-Jungkook dengan candunya terhadap ayam.

"See? Kau menjengkelkan lagi sekarang."

Lagi lagi ringisan yang menampilkan kedua sisi bawah dan atas gigi gigi, lalu tersenyum saat menguyah sesekali menggumam 'kesayanganku', Jimin seketika membaur dengan debu-astaga.

Sudah dibilang Jungkook itu antagonis. Bagaimana tidak? Yang ia sebut sebagai 'kesayangan' saja ia tega memakannya sampai tulang menjadi sisanya.

...

Nafas hampir tercekat kala saja sosok yang ada didepannya ini tak berucap kembali dengan ucapan sama semenit tadi.

"Angkat aku jadi asistenmu!"

Wah, ini paksaan.

"Kenapa aku harus?"

Ia mendecak, maju dua langkah mendekati Jungkook, Jungkook agak takut karena satu dua hal yang berkaitan dengan dia untung saja rasa beraninya lebih besar, "Kau harus! Lihat? Kakimu bahkan tak bisa bergerak tanpa roda."

Tak disangka dia berani-terlalu berani.

"Tapi aku bisa menggerakkan roda ini sendiri setidaknya," Jungkook membungkuk sedikit, mengusap kursi rodanya lalu tersenyum miring, "Tapi lain halnya dengan untuk membersihkan rumah sih. Oh, kau mau membantuku membersihkan rumah?"

"Kau merendahkanku sialan."

"Hey, anak menengah pertama tidak boleh berkata kasar."

"Aku mahasiswi! Astaga, kau lebih menyebalkan dari komenan mu di dunia webtoon!"

"Dan kau lebih berani daripada di dunia webtoon, kebetulan sekali ya kita sama sama agak berbeda."

Kedua tangan sosok didepannya mengerat, hembusan nafasnya tak terkira.

"Masa bodoh! Aku tetap menjadi asistenmu! Setidaknya kau harus bertanggung jawab karena komen sadismu membuat pembaca webtoonku menurun!"

"Loh? Salahku?" Jungkook menunjuk dirinya sendiri sembari mengerjap polos-dipoloskan, "Tapi aku hanya mengkritik, bukankah kritik penting?"

"Kritikan dengan kata kata sadis seperti itu? Kau bercanda?" Ia mendengus kasar, "Itu namanya umpatan bodoh! Kau sengaja!"

"Ah, terserahmu sajalah. Kalau kujelaskan pun kau tak paham." Jungkook mengibaskan tangannya diudara, "Lebih baik kau putar balik, maju lima langkah dari situ lalu tutup pintunya dari luar. Oke?" Jungkook menunjuk kaki sosok didepannya lalu pintu bergantian.

" Ye Seul."

Jungkook menaikkan sebelah alis, "Apanya?"

"Namaku Ye Seul! Lee Ye Seul!"

"Oh, namamu cantik." Ye Seul mengeryit mendengarnya, "Oke si pemilik nama cantik. Pergi dari sini. Sekarang, sebelum aku menelpon satpam dibawah."

Ye Seul menghentakkan kakinya, mengusap pelipisnya lalu menuju ke rambut yang ia ikat poni--meremas jengah.

"Aku akan kembali. Jeon Jungkook-persetan kalau kau bahkan lebih tua dariku."

Between The Trouble MakersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang