Chapter 4

4.7K 197 3
                                    

Prilly memejamkan kedua mata sipitnya tatkala sebuah tangan lembut menyurai rambut coklat miliknya. "tak bisakah kau berhati hati prill? Tak bisakah kau tidak selalu terluka? Hem?".

Prilly hanya tersenyum masih memejamkan mata. Seperti mengulang masa masa indah yang berarti, kekhawatiran itu tidak pernah berubah bahkan sampai ia beranjak dewasa.

"mama tenanglah, aku baik baik aja. Tidak perlu berlebihan mengkhawatirkanku" prilly meraih tangan lembut yang selalu memberi ketenangan untuknya itu. Dibawanya keatas dadanya dan digenggam erat.

"itulah kenapa mama tak pernah mengijinkan kamu untuk pergi sendiri, karena hal seperti ini pasti tejadi. Berterimakasihlah pada orang yang menolongmu" prilly hanya mengangguk. Ia kembali mencari kenyamanan dibalik tangan lembut yang sudah mengurusnya sedari bayi.

Setelah dirasa cukup, prilly kembali mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang tak nampak dari tadi.
"dinda, dimana dia ma?" tanya prilly akhirnya.

"dia sedang bersama tunangannya, di ruang rawat." Jelas mama.

Prilly menautkan kedua alisnya. "dirawat?" tanya prilly memastikan pendengarannya.

"saat papa mu mendapat kabar kamu kecelakaan, dinda begitu panik dan langsung bergegas menuju rumah sakit sampai kami berdua ditinggal begitu saja. Tapi saat sampai didepan ruangmu tiba tiba ia terjatuh tak sadarkan diri"

Prilly memutar kembali ingatan beberapa saat yang lalu, "apa itu kegaduhan tadi mama?" tanya prilly memastikan dan langsung dihawab anggukan oleh mama.

Prilly terpaku, apa mungkin karena dinda kembali melihat kedekatannya dengan ali? Untuk mama dan papa hubungan kedua laki-laki ini terlihat wajar, mereka bersahabat sejak lama. Bukan sesuatu yang aneh jika ali begitu dekat dengan prilly. Tapi dinda, ia terlalu mengetahui rahasia yang tak pernah terungkap.

"tak perlu khawatir, dokter sudah memeriksanya. Ia hanya sedikit kelelahan saja. Dia sedang beristirahat dan ada ali yang menemaninya"

Prilly mengangguk, sedikit terasa nyeri ketika mendengar pemilik hatinya bersama yang lain.

~Aff~

Prilly masih terus menangis, begitu pula dengan papa dan mama. Tidak ada yang mengira jika dinda akan senekat ini. Sebelumnya keadaan dinda sudah membaik sesaat setelah dokter kembali memeriksanya.

Dalam keadaan sadar dinda meminta ali untuk kembali pada prilly. Ia meminta ali untuk keluar dari ruangannya. Hampir satu jam ia mengunci diri didalam kamar. Hingga akhirnya seluruh pengunjung rumah sakit harus dikejutkan dengan peristiwa yang benar benar tak terduga.

"Dinda!! Dinda!" teriak mama saat melihat anak gadisnya itu sudah berlumuran darah.

Prilly tak kuasa menahan tangis, jika ali tidak menopang tubuhnya mungkin ia sudah jatuh. "tidak apa-apa prill, dia akan baik baik aja." Ali coba menenangkan prilly meskipun sebenarnya dia sendiri juga khawatir.

Entah setan apa yang merasuki dinda hingga dia bisa berbuat nekat seperti ini. Dinda melompat keluar jendela ruang rawatnya, lantai 3. Sontak saja hal itu membuat seluruh penghuni rumah sakit merasa terkejut.

"apa yang sebelumnya terjadi?" kata prilly lirih, masih didalam pelukan ali.

"dia minta gue kembali sama lo" sesal ali.

Prilly semakin terisak, tubuhnya limbung tak kuasa menahan kesedihan.  Ia menyadari bahwa ia ikut andil dalam kejadian. Jika saja ia tak kembali dan bertemu ali mungkin dinda tidak akan seperti saat ini.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang