0.1

276 29 0
                                    

        B e l pulang udah bunyi dari sepuluh menit yang lalu, tapi wali kelas gue yang merangkap menjadi guru matematika masih setia mengajar dengan menggebu-gebu walaupun udah banyak yang mengeluh minta dipulangkan.

"Sabar, kalau dilanjutin besok kan nanggung." Katanya, ditambah lagi dengan alasan ingin mengejar bab baru yang udah ketinggalan.

Mendengar itu sekelas menghela nafas berat dengan serentak, disusul salah satu celutukan ngga tau entah siapa karena saat ini gue sibuk mencoret-coret halaman terakhir buku tulis gue dengan tulisan abstrak.

"Udah deh buk, kita belajar sendiri dirumah aja."

Mendengar itu, wali kelas gue menghentikan kegiatannya secara mendadak lantas tersenyum masam.

"Baiklah, kalian semua boleh pulang dan jangan lupa belajar dirumah—"

"YES!"

"—dan jangan lupa minggu depan kita ulangan."

"Bodo amat, siti!" Geram Ashton yang tengah berkemas disamping gue.

"Lo uda—eh eh itu kenapa pada lari-larian?" Tanya gue, melihat segerombolan siswa-siswi berlari disepanjang lorong menuju gerbang sekolah yang terhubung langsung dengan jalan raya.

Ashton mengikuti arah pandang gue sebelum menarik gue untuk berlari mengikuti mereka, gue yang kaget hanya mengumpat pelan sembari berusaha mengimbangi langkah Ashton.

"eh eh Budi!"

Yang dipanggil Budi menghentikan larinya dan menoleh kearah gue dan Ashton.

"Kenapa Ton?" Tanyanya retoris.

"Itu anak-anak pada lari-larian, kenapa?"

"Oh itu, didepan ada kecelakaan, parah katanya—eh gue duluan deh." Pamitnya, ia lantas kembali melanjutkan larinya.

Ashton menoleh kearah gue, "Lo mau liat apa mau langsung pulang?" Tanyanya.

"Liat dulu deh, penasaran gue."

"Yaudah lo duluan aja kedepan, gue mau ambil mobil dulu." Usulnya.

Gue mengangguk menyetujuinya, kita berpisah diujung koridor. Ashton ke parkiran dan gue berlari kecil menuju seberang jalan yang udah disesaki sama puluhan orang.

Gue menyelip, ngga perduli ke mereka yang justru mengumpat terang-terangan.

Pecahan kaca dimana-mana, serta pecahan kap-kap mobil atau motor gue ngga tau, dan—

"ASTAGHFIRULLAH!" Gue sontak terpekik, melihat salah satu siswa sekolah gue terbaring ngga berdaya dengan darah yang tercecer disekitarnya.

"WOY ORANG TABRAKAN TU DITOLONGIN BUKAN DITONTONIN! GILA APA LO PADA?!"

Ngga ada yang menyahut, mereka justru mundur selangkah, mungkin menghindari amukan gue.

Badan gue lemas, gue juga merinding melihat seragam putih abu-abunya udah berubah warna menjadi merah darah.

Mau ngga mau gue maju beberapa langkah lantas berjongkok begitu udah berada tepat disampingnya.

Gue melirik nametag nya sekilas,

Calum Hood?

Jujur aja gue ngga kenal dia anak kelas berapa, dan namanya juga cukup asing bagi gue.

Setelah meneliti ternyata gue masih melihat dadanya yang naik turun, pertanda dia masih bernafas.

Matanya bergerak membuka dengan perlahan, membuat gue dapat melihat matanya yang berwarna cokelat terang, perlahan matanya melayu.

"Saki—"

Collision ⚡️ 5sosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang